Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilabrak
Hari itu, suasana kantin sekolah seperti biasa ramai dengan tawa dan obrolan para siswa. Raja dan Chilla duduk bersama di meja kantin, ditemani oleh Peti, Alana, Regas, dan Tian. Mereka bercanda dan menikmati waktu istirahat. Hubungan Raja dan Chilla yang semakin mesra tak luput dari perhatian teman-teman mereka, yang kadang menggoda pasangan itu dengan lelucon.
Chilla yang merasa lapar hendak bangun untuk memesan makanan. Namun, tiba-tiba Sella, mantan pacar Raja, datang mendekat dengan ekspresi penuh emosi. Dalam hitungan detik, Sella menumpahkan semangkuk kuah bakso panas ke bahu Chilla.
"Sialan! Sinting lo ya?" seru Chilla dengan nada tinggi sambil langsung bangkit dari tempat duduknya. Matanya menyala penuh amarah, dan tanpa Ragu, ia menjambak rambut Sella.
"Lo yang sinting! Dasar cewek gatel! Lo rebut Raja dari gue!" balas Sella sengit, berusaha melepas cengkeraman tangan Chilla.
Semua yang ada di kantin langsung terkejut melihat pertengkaran itu. Beberapa siswa menghentikan aktivitas mereka dan memperhatikan dengan penasaran. Chilla, yang sudah sangat marah, meraih gelas teh hangat milik Tian di meja dan menyiramkannya ke tubuh Sella tanpa pikir panjang.
"AARRRGH! Lo gila ya?! Panas, Chilla!" teriak Sella sambil mengibaskan seragamnya yang basah.
Melihat situasi yang semakin kacau, Raja langsung bertindak. Ia dengan cepat memeluk tubuh Chilla dari belakang untuk menenangkan amarahnya. "Cukup, Chilla! Udah cukup!" ucapnya tegas sambil menahan Chilla agar tidak kembali menyerang Sella.
Raja lalu menatap Sella dengan ekspresi dingin. "Sella, hubungan kita udah selesai, dan ini bukan gara-gara Chilla. Ini gara-gara lo sendiri yang malah jadi simpanan om-om. Jangan datang ke sini buat bikin drama!" ucap Raja lantang.
Sella yang mendengar itu terdiam. Wajahnya memerah, entah karena malu atau marah. Ia tidak bisa membalas ucapan Raja dan hanya berdiri terpaku di tempatnya. Beberapa siswa mulai berbisik-bisik, membicarakan pengakuan Raja yang membuat Sella semakin merasa tersudut.
Raja menarik tangan Chilla dan membawanya pergi dari tempat itu. "Ayo, kita ke toilet," katanya, berusaha menjauhkan istrinya dari situasi yang semakin memanas.
Chilla yang masih kesal mengikuti langkah Raja tanpa banyak bicara. Begitu sampai di toilet, Raja menatap Chilla dengan cemas. "Kamu nggak apa-apa kan? Sakit nggak?" tanyanya sambil memegang bahu Chilla yang terkena kuah panas tadi.
Chilla mengerutkan kening. "Panas, Raja. Bahunya perih," ucapnya sambil perlahan membuka seragamnya untuk melihat luka di kulitnya. Seragam putih abu-abu itu sudah terkena noda kuah bakso dan terasa lengket di kulit.
Raja segera mengambil tisu basah dari sakunya dan mengusap bahu Chilla dengan hati-hati. "Maaf, ini pasti sakit banget," katanya dengan nada menyesal. Ia merasa bersalah karena insiden tadi terjadi akibat masa lalunya dengan Sella.
Chilla hanya mengangguk pelan. "Aku nggak apa-apa. Tapi aku nggak terima Sella bilang aku rebut kamu. Aku nggak pernah ngerebut kamu dari siapa pun, sayang," ucapnya dengan nada kesal.
Raja mengangguk sambil menatap mata Chilla. "Aku tahu, Chilla. Kamu nggak salah. Sella cuma iri dan nggak bisa terima kenyataan kalau aku sekarang sama kamu. Dia nggak punya hak untuk marah atau nyakitin kamu kayak tadi."
Chilla menghela napas panjang. Meskipun hatinya masih kesal, ia mulai merasa tenang karena Raja ada di sisinya. "Ya udah, kita balik ke kelas aja. Nggak usah ngurusin dia lagi," ucap Chilla sambil mencoba tersenyum kecil.
Raja mengangguk. Ia membantu Chilla merapikan seragamnya semampunya, meskipun noda di bahunya tetap terlihat. "Nanti kita bilang ke guru kalau kamu kena kuah panas biar nggak dimarahin karena seragamnya kotor," kata Raja sambil menggenggam tangan Chilla.
Chilla hanya tersenyum dan mengikuti langkah Raja keluar dari toilet. Saat mereka kembali ke kantin untuk mengambil tas, semua mata tertuju pada mereka. Sella sudah tidak ada di tempat, tetapi gosip tentang pertengkaran tadi sudah menyebar ke seluruh sekolah.
Peti, Alana, Regas, dan Tian yang masih duduk di meja mereka langsung menyambut Chilla dan Raja dengan berbagai komentar. "Chilla, lo keren banget tadi! Gue kira Sella bakal lari ketakutan," kata Regas sambil tertawa.
"Iya, tapi lain kali jangan terlalu heboh. Aku takut kamu kena masalah sama guru," tambah Alana sambil tersenyum.
Raja hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil. "Udah, udah. Jangan bahas lagi. Yang penting Chilla nggak apa-apa," katanya sambil menggenggam tangan Chilla erat. Chilla hanya menunduk sambil tersenyum malu. Meski insiden tadi membuat suasana jadi sedikit tegang, ia merasa lega karena Raja selalu ada untuk melindunginya.
****
Sepulang sekolah, Raja dan Chilla sampai di apartemen mereka. Suasana yang tadinya penuh dengan ketegangan kini berubah menjadi lebih tenang. Chilla duduk di sofa dengan ekspresi yang masih sedikit kesal, namun lebih karena kejadian di kantin daripada rasa sakit yang mulai mereda. Raja mengikuti langkahnya, duduk di sampingnya, dan dengan lembut menggenggam tangan Chilla.
"Hey, kamu pasti capek," ujar Raja dengan nada lembut, mencoba menenangkan suasana. Chilla mengangguk pelan dan sedikit tersenyum. “Iya, capek banget. Tapi aku nggak apa-apa, kok.”
Raja merasa tidak tenang dengan luka yang masih ada di bahu Chilla. Ia segera bangkit dan pergi ke kamar untuk mengambil salep yang biasa mereka pakai. Ketika ia kembali, Chilla masih duduk dengan raut wajah yang penuh pikiran.
"Kamu nggak perlu khawatir. Aku baik-baik saja," kata Chilla sambil mencoba tersenyum. Namun, Raja sudah duduk di sebelahnya dan mulai membuka kotak obat. Ia mengambil salep dan perlahan memegang tangan Chilla.
“Sini biar aku yang obati luka ini,” ujar Raja dengan suara pelan. Chilla hanya mengangguk, menatap wajah Raja yang terlihat sangat cemas.
Dengan hati-hati, Raja membuka kancing seragam Chilla satu per satu, lalu menariknya sedikit agar ia bisa melihat bahu yang memerah. Luka yang disebabkan oleh kuah bakso itu sudah sedikit membengkak, namun tidak terlalu parah. Raja menghela napas, merasa sangat menyesal atas kejadian yang tak terduga itu.
"Pasti sakit banget ya," kata Raja, suaranya penuh rasa khawatir. Ia melihat bahu Chilla dengan perasaan bersalah. “Maafin aku ya, ini semua salah aku karena pernah pacaran sama dia,” lanjutnya, merasa jika hubungan masa lalu dengan Sella lah yang menjadi pemicu kejadian itu.
Chilla menggelengkan kepala pelan. Ia menyentuh pipi Raja dengan lembut, matanya menatap dalam ke arah pria yang sekarang sudah menjadi suaminya itu. “Hei, gak apa-apa, sayang,” ujarnya dengan nada menenangkan. "Ngadepin cewek kaya Sella mah gampang. Yang penting sekarang kamu milik aku," kata Chilla, senyum tipis terukir di wajahnya. Ia mengusap kedua pipi Raja dengan penuh kasih sayang, memberi tanda bahwa ia tidak ingin Raja merasa bersalah.
Raja menatap Chilla, matanya penuh dengan rasa terima kasih. Ia bisa merasakan kehangatan yang Chilla berikan, meskipun tadi di kantin suasana begitu tegang dan penuh amarah. Namun, Chilla selalu bisa membuatnya merasa lebih baik, dan dia tahu betapa pentingnya kata-kata itu bagi Chilla.
“Kamu benar,” kata Raja pelan. “Aku milik kamu, dan aku nggak akan biarin Sella atau siapa pun ngancurin hubungan kita. Kita kuat, kan?”
Chilla mengangguk. “Kita kuat banget, sayang.” Ia merasa tenang mendengar kata-kata Raja yang penuh keyakinan itu. Keduanya saling menatap dan mengukir senyum satu sama lain, seolah kejadian tadi hanyalah sebuah ujian kecil dalam perjalanan panjang hubungan mereka.
Raja mulai mengoleskan salep pada bahu Chilla dengan hati-hati. Ia tidak ingin ada lagi rasa sakit yang mengganggu istrinya. "Nggak ada yang lebih penting dari kamu, Chilla," kata Raja pelan sambil menyelesaikan tugasnya mengobati luka. "Aku akan selalu ada buat kamu."
Chilla menatap Raja dengan mata yang penuh kasih. "Aku tahu, sayang. Aku juga akan selalu ada buat kamu. Kita hadapi semua ini bareng-bareng."
Setelah selesai mengoleskan salep, Raja kembali duduk di sebelah Chilla. Mereka berdua duduk dalam keheningan sejenak, hanya menikmati keberadaan satu sama lain. Raja merangkul Chilla dengan lembut, dan Chilla membalas dengan memeluknya erat. Meskipun dunia di luar sana mungkin penuh dengan drama dan pertarungan, bagi mereka, selama mereka saling mendukung, tidak ada yang bisa menghancurkan ikatan yang mereka miliki.
"Ayo, kita nonton film atau apa gitu buat menghilangkan penat," ajak Raja sambil tersenyum, mencoba mengalihkan perhatian dari kejadian tadi.
Chilla mengangguk dengan senyum lebih lebar, akhirnya merasa sedikit lebih baik setelah semua yang terjadi. "Setuju!."