Cerita ini kelanjutan dari( Cinta tuan Dokter yang posesif).
Reihan Darendra Atmaja, dokter muda yang terkenal begitu sangat ramah pada pasien namun tidak pada para bawahannya. Bawahannya mengenal ia sebagai Dokter yang arogan kecuali pada dua wanita yang begitu ia cintai yaitu Mimi dan Kakak perempuannya.
Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan gadis barbar. Sifatnya yang arogan seakan tidak pernah ditakuti.
Yuk simak seperti apa kisah mereka!. Untuk kalian yang nunggu kelanjutannya kisah ini yuk merapat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Kecurigaan Zain
Jessi mengangkat kepalanya menatap penuh luka pada Dokter Zain yang kini berdiri di sebelah tempat tidur ibunya langsung memeriksa keadaan Ibu Aisyah.
"Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun," lirih Zain dengan tatapan tidak percaya. Sore sebelum ia pulang Ibu Aisyah baik baik saja, bahkan perkembangannya sudah membaik.
"Dokter... bukankah kemarin Dokter mengatakan Ibu saya kondisinya sudah membaik. Lalu ini apa?," isak Jessi kembali memeluk sang ibu dengan tergugu.
Zain merasa ada yang tidak beres dan ia merasakan perlu menyelidiki semuanya. Ini adalah pertama kalinya rumah sakit milik Uncle nya kecolongan seperti ini. Pasien meninggal tanpa mengalami koma atau sebagainya. Padahal dua puluh empat jam ruangan ini dipantau oleh suster dan Dokter jaga melalui cctv.
"Suster, apa yang terjadi?. Ruangan ini dalam pemantauan bukan?," tanya Zain dengan tatapan tajamnya pada dua orang suster yang malam itu berjaga.
"Maaf Dokter, tidak ada keanehan yang terjadi di ruangan ini semalam. Dan saya sendiri yang bertugas memantau cctv," jawab salah satu darinya.
Zain menghembuskan nafas beratnya menatap Jessi yang tergugu di samping jenazah sang Ibu yang sudah tidak bernyawa lagi. Ia ikut berduka atas meninggalnya pasiennya dan itu tidak bisa ia ucapkan secara langsung. Entah kenapa lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kalimat itu.
"Jessi, saya berjanji akan menyelidiki kematian ibumu. Saya merasa ada kejanggalan dari kematian ibumu. Oh ya apakah kamu setuju untuk kita melakukan autopsi untuk mengetahui penyebab kematian Ibu Aisyah?," tanya Zain.
Jessi mengangguk pelan dengan kedua mata memerah. Hilang sudah tujuan hidupnya karena hanya Ibunya alasan satu-satunya tetap semangat menjalani hidup walau seberat apapun ujian hidup yang datang menghampirinya. Dan ibunya juga yang menjadi alasannya untuk ikut balapan semalam.
Jessi duduk bersandar di depan ruang autopsi menunggu tim Dokter menyelesaikan tugasnya. Tatapan gadis itu tampak kosong dan sesekali ia mengusap air mata yang membasahi pipinya.
"Bu... kenapa secepat ini?," isak Jessi. Tangisan gadis itu kembali pecah dan terdengar menyayat hati. Ia sungguh tidak menyangka akan ditinggal sang ibu secepat ini. Ia bahkan belum bisa membahagiakan sang ibu seperti janjinya. Ibunya belum menikmati gaji pertamanya.
Berita meninggalnya Ibu Aisyah sampai juga ke telinga Reihan. Pria itu tidak sengaja mendengar para perawat membicarakan Ibu Aisyah yang merupakan ibu dari asistennya sekaligus pasien sang Kakak sepupunya. Pria itu menanyakan kebenarannya pada para perawat itu dan dugaannya benar. Ibu Aisyah saat ini berasa di ruang autopsi untuk mencari tahu penyebab kematiannya.
Reihan segara menuju ruang autopsi yang berada di lantai satu. Ia masih bertanya-tanya kenapa harus diautopsi.
Reihan menghentikan langkahnya saat jarak seratus meter dari Jessi yang tampak menutup kedua matanya dengan bahu yang tampak bergetar. Ia tahu apa yang dialami Jessi tidaklah mudah. Kehilangan orang yang begitu berharga dalam hidupnya adalah luka yang tidak mudah di hapus begitu saja.
"Saya turut berduka cita," ucap Reihan yang kini berdiri di hadapan Jessi.
Jessi mengangkat kepalanya dan sejenak menatap Reihan yang berdiri dihadapannya. Gadis itu mengangguk kecil lalu kembali tertunduk dengan isakan kecil.
Reihan terlihat menghela nafas beratnya lalu duduk disebelah Jessi. Ia tidak tahu harus berbicara apa tapi ia yakin Jessi butuh sosok yang ada disampingnya menemaninya. Diam-diam ia mengirimkan kabar duka ini pada Maminya yang masih berada di Singapura. Entah kenapa ia merasa Maminya berhak tahu atas kematian Ibunya Jessi.
Tidak lama pintu ruang autopsi terbuka, Jessi buru-buru berdiri menghampiri Zain yang baru saja membuka maskernya diikuti Reihan.
"Dokter Zain, bagaimana?," tanya Jessi dengan suara terdengar serak karena kelamaan menangis.
Zain melirik sekilas pada Reihan yang berdiri dibelakang Jessi lalu kembali menatap Jessi."Dugaan saya benar kalau kematuan Ibu Aisyah ada kejanggalan. Ada bekas cekikan di lepas pasien dan juga cairan mengandung racun arsenik anorganik dosis letal yang bisa menyebabkan kematian dalam waktu 24-96 jam," jawan Zain membuat Reihan yang tahu efek racun itu melongo.
"Aa-apa?," lirih Jessi dengan suara hampir tercekat. Gadis itu tampak terhuyung ke belakang dan akhirnya kehilangan kesadarannya. Dan Reihan dengan sigap menopang tubuh Jessi.
"Kak... kenapa bisa kecolongan seperti ini?," tanya Reihan pada Zain.
"Aku akan usut kasus ini Rei, dan jika terbukti ada yang berusaha menghabisi pasien maka kita bisa memenjarakan mereka," jawab Zain. Ia akan memeriksa cctv yang ada ruang perawatan Ibu Aisyah setelah ini.
"Kamu bawa Jessi ke ruang perawatan. Kondisinya tidak baik baik saja," ucap Zain pada Reihan.
Reihan mengangguk kecil lalu mengangkat tubuh Jessi ala bridal style menuju ruangannya. Ia akan memeriksa keadaan Jessi di sana. Ia tahu dosis obat Arsenik anorganik dosis letal itu sangat berbahaya jika masuk ke tubuh manusia. Dan siapa yang sudah menggunakan racun itu untuk menghilangkan nyawa pasien dari rumah sakit milik Papinya.
***
Jessi mengusap nisan yang bertulis Siti Aisyah dengan perasaan hancur. Ia tidak terima kalau nyawa ibunya dihabisi. Ia akan meminta pihak rumah sakit untuk mengusutnya hingga tuntas.
"Jessi... kamu yang sabar ya, Tante Aisyah tidak lagi sakit di alam sana," ucap Reska sang sahabat mengusap lembut punggung Jessi. Ia tahu tidak mudah untuk sahabatnya itu tapi ia yakin Jessi pasti kuat menjalaninya.
Jessi merebahkan kepalanya di bahu Reska. Tangisan kembali pecah dan itu benar benar menyayat hati saat satu persatu para pelayat meninggalkan pemakaman. Kini tinggallah Reska, Aiden, Zain dan juga Reihan di sana. Ketiga pria Atmaja itu ikut dalam pemakaman Ibunya Jessi.
"Aku tidak punya siapa-siapa lagi Res," isak Jessi.
Reska menggeleng cepat."Kamu masih punya aku, sahabatmu," ralat Reska. Ia bahkan sudah menganggap Jessi saudarinya.
"Jessi, kami akan membantu menemukan pelaku yang sudah berbuat keji seperti ini. Dan saya janji jika saya akan menjebloskannya ke penjara," ucap Zain. Ia merasa bertanggungjawab penuh atas kematian pasiennya dan ia akan mengusutnya.
"Jessi, pulang yuk!," ucap Reska mengajak Jessi untuk pulang karena hari sudah beranjak sore.
Jessi menggeleng pelan."Aku masih mau disini Res, kami pulang saja duluan," jawab Jessi.
"Jessi. Tante Aisyah pasti tidak mau melihatmu seperti ini," ucap Reska dengan lembut.
Dan demi bujukan Reska akhirnya Jessi mau beranjak dari pemakaman. Reska melakukan berbagai cara agar Jessi mau ikut pulang bersamanya dan ia berencana menginap di apartemen yang ditempati Jessi untuk menemani sang sahabat malam ini.
"Kak jika ditemukan racun arsenik anorganik dosis letal kenapa ada bekas cekikan juga dileher?," tanya Aiden pada Zain. Mereka saat ini dalam perjalanan pulang dari pemakaman.
"Efek dari racun itu 24-96 jam. Kemungkinan pelaku ingin segara menghabisi pelaku maka mencekik pasien," jawab Zain.
...****************...