NovelToon NovelToon
Hammer Of Judgment

Hammer Of Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: yersya

Hammer of Judgment yang membalas kejahatan dengan kejahatan. Apakah Hammer of Judgment adalah sosok pembela keadilan? Atau mungkin hanyalah sosok pembunuh?

Nantikan kelanjutannya dan temukan siapa sebenarnya Hammer of Judgment.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4

Beberapa hari telah berlalu sejak insiden itu, dan suasana di sekolah semakin tegang dengan hilangnya Putri. Rumor tentang Putri menjadi Hammer of Judgment mulai menyebar di antara para siswa. Polisi juga terlibat dalam pencarian besar-besaran untuk mencari tahu keberadaan Putri dan memastikan apakah dia terlibat dalam kasus ini atau mungkin menjadi korban. Mereka melakukan penyelidikan secara intensif, memeriksa jejak digital dan mencari petunjuk yang mungkin membawa mereka pada keberadaan Putri. Namun, mereka sama sekali tidak dapat menemukan petunjuk tentang keberadaan Putri. Seperti dia menghilang tanpa jejak, seolah-olah ditelan bumi.

Pukul sepuluh pagi, saat waktu istirahat tiba. Aku berada di halaman belakang sekolah bersama seorang siswa kelas sepuluh.

 

“Sudah cukup lama aku menyimpan perasaan ini, Kak Erina. Aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali melihatmu. Maukah kakak menjadi pacarku?” ucap siswa laki-laki tersebut dengan wajah yang memerah.

  

“Maafkan aku” jawabku dengan cepat, mencoba untuk menolak dengan lembut.

 

Mendengar hal itu, laki-laki itu pergi dengan wajah yang terlihat kecewa.

Aku menghela nafas, merasa sedikit lelah dengan situasi seperti ini. Sudah berapa kali aku menghadapi situasi di mana seseorang jatuh cinta padaku hanya berdasarkan penampilan fisikku, bukan karena siapa aku sebenarnya. Rasanya mulai sedikit menyebalkan bagiku.

Ketika aku hendak pergi, aku melihat seseorang yang duduk di balik pohon. Dengan rasa penasaran, aku memeriksa siapa yang duduk sendirian di sana di tempat sepi seperti ini.

 

“Eh? Arvin?” panggilku dengan kaget.

 

“Oh?... Hai!...” jawabnya dengan wajah datar.

 

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanyaku dengan rasa penasaran.

 

“Aku selalu di sini setiap jam istirahat” jawabnya sambil menggigit roti lapis yang ada di tangannya.

 

Tiba-tiba, aku menyadari bahwa Arvin telah melihat semua pengakuan cinta yang terjadi di sini selama ini. Hatiku berdegup kencang, merasa sedikit malu dan canggung. Aku tidak pernah menyadari bahwa dia selalu berada di sini dan mendengarkan semua itu.

 

“Apa kamu... sudah lama mendengarkan semuanya?” tanyaku dengan suara pelan.

 

Arvin mengangguk dengan wajah datar, seolah tidak peduli dengan hal seperti ini. “Iya, maaf. Aku tidak bermaksud untuk mengganggumu. Aku hanya ingin menghabiskan waktu sendirian di sini”

 

Aku merasa campur aduk dengan situasi ini. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan.

 

“D-dimengerti. Aku hanya tidak menyadari keberadaanmu di sini” ucapku dengan rasa malu.

Arvin melanjutkan makan roti lapisnya dan sepertinya tidak memperhatikanku sama sekali. Matanya tidak menatapku, dan aku merasa diabaikannya. Perasaan ini membuatku berpikir bahwa dia mungkin tidak tertarik padaku, berbeda dengan orang lain yang selalu melirik ke arahku. Tapi, entah kenapa aku sama sekali tidak merasa kecewa, tapi malah sebaliknya, aku merasa sedikit senang. Karena aku pikir, semua laki-laki yang aku temui selalu tertarik dengan penampilanku. Tapi, dia berbeda, sangat jelas dia tidak tertarik padaku dan mengabaikanku.

 

Aku tersenyum, kemudian duduk di sebelah Arvin dan menyandarkan diriku ke pohon di dekatnya. Arvin terkejut melihatku duduk di sebelahnya.

 

“Kenapa kamu duduk di sebelahku?” Tanyanya dengan rasa heran.

 

“Memangnya kenapa?" jawabku sambil tersenyum.

 

"Yah, bagiku tidak masalah. Tapi, kalau ada yang melihat kita, maka rumor buruk akan menyebar dan itu akan menjatuhkan citra baikmu di mata orang lain” jelas Arvin dengan serius.

 

“Tidak apa, tidak ada juga yang lewat sini. Lagi pula, jika rumor tentangku menyebar dan orang lain mulai menjauhiku, setidaknya ada satu sahabat baikku yang tidak akan menjauh dariku. Dan, yah, sejujurnya aku malah merasa lega dengan hal itu” ucapku dengan tulus.

 

“Dasar aneh!” ujar Arvin sambil melanjutkan makannya.

 

Aku tertawa kecil mendengar hal itu. Aneh? Ya, itu memang benar. Terlepas dari penampilanku, aku sadar kalau aku ini adalah orang aneh. Tapi, meskipun begitu, ada orang yang mau berteman dengan orang sepertiku walaupun dia tahu sifatku yang sebenarnya.

 

“Oh, ya. Kenapa kamu duduk sendirian? Bagaimana dengan teman-temanmu?” tanyaku, mencoba memulai obrolan.

 

“Tidak punya” jawab Arvin dengan dingin.

 

“Bahkan satu pun?” Tanyaku dengan rasa penasaran.

 

“Ya” jawab Arvin singkat.

 

“Apa kamu tidak kesepian?” Tanyaku lagi.

 

“Tidak” jawab Arvin dengan tegas.

 

"Kalau begitu, aku akan menjadi teman pertamamu!" ucapku dengan semangat.

 

Arvin hanya diam mendengar perkataanku. Dia tidak terlihat terkejut atau merasa senang sedikit pun. Mungkin dia berpikir bahwa aku hanya bercanda atau mempermainkannya. Namun, aku benar-benar serius ingin berteman dengannya.

 

Aku mengeluarkan ponselku dan mengulurkannya ke Arvin. “Minta nomor kontakmu, Arvin!”

 

Kali ini, Arvin terlihat terkejut mendengar permintaanku. Dia mungkin tidak pernah menduga bahwa aku serius ingin berteman dengannya.

 

“Hah? Untuk apa?” tanyanya dengan rasa penasaran.

 

“Supaya kita bisa chatting dan telponan” jawabku dengan senyum.

 

Arvin terdiam sejenak. Tidak lama kemudian, dia menghela nafas panjang dan mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Kami saling bertukar kontak.

 

Sebuah senyuman terukir di wajahku ketika melihat kontak Arvin di ponselku. Namun, sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, bel masuk kelas tiba-tiba berbunyi.

 

“Duluan saja!” Ujar Arvin dengan cepat, seolah-olah dia tahu bahwa aku berniat menunggunya.

 

“Apa? Oh, baiklah. Sampai jumpa di kelas!” ucapku sambil tersenyum, lalu aku berdiri, melambaikan tangan, dan pergi meninggalkan Arvin.

Pukul sembilan malam, setelah selesai belajar, aku membaringkan tubuhku di atas kasur dan membuka ponselku. Aku memutuskan untuk menelepon Arvin, mengingat kami telah bertukar kontak sebelumnya.

 

“Ah, halo Arvin! Apa aku mengganggumu?” Tanyaku dengan ramah.

 

“Tidak. Tapi, kenapa kamu menelponku? Apa kamu butuh sesuatu dariku?” jawab Arvin dengan rasa penasaran.

 

“Tidak, aku hanya ingin mengobrol denganmu” ucapku sambil tertawa kecil. “Lagi apa kamu sekarang?”

 

“Aku sedang makan es krim di taman” jawab Arvin.

 

“Eh? Maksudmu taman dekat mini market kemarin?” tanyaku penasaran.

 

“Iya” jawab Arvin singkat.

 

“Aku akan kesana!” ucapku dengan semangat.

 

‘Eh? Untuk apa…” belum selesai Arvin bertanya, aku langsung mengakhiri panggilan dan bersiap-siap untuk pergi ke taman.

 

Beberapa menit kemudian, aku sampai di taman. Namun, tidak ada seorang pun di sana.

 

“Apa dia sudah pergi?” Gumamku.

 

“Oh? Kamu benar-benar datang” ucap seseorang dari belakangku.

 

Aku membalikkan badan dan melihat Arvin berdiri di belakangku, memegang dua es krim di tangannya. Arvin kemudian memberikan salah satu es krimnya padaku, lalu dia duduk di ayunan.

 

“Terima kasih!” Ucapku dengan senyuman.

 

Aku juga duduk di ayunan yang berada tepat di sebelah Arvin. Kami berdua duduk di sana, menikmati es krim dan berayun di ayunan.

“Jadi, kenapa kamu kemari?” Tanya Arvin, sambil menyendok es krimnya.

Aku terdiam mendengar pertanyaan itu. Oh ya, kenapa aku kemari? Ketika aku tahu Arvin sedang berada dekat dengan rumahku, tanpa pikir panjang aku langsung kemari. Jadi, kenapa aku kemari? Aku pikir aku hanya ingin bertemu dengannya dan mengobrol dengannya. Apalagi, hari ini adalah hari kami mulai berteman.

“Yah, aku hanya ingin bertemu denganmu!” Ujarku sambil menyendok es krimku.

“Hm? Kamu tahu, ucapanmu itu bisa membuat orang lain salah paham” ucap Arvin dengan wajah datar.

Aku terdiam mendengar hal itu. Belum genap beberapa detik, aku menyadari maksud dari kalimatku tadi.

Seketika aku menjadi sangat panik dan membuat wajahku sedikit memerah. “A-aku tidak bermaksud seperti itu! A-aku hanya…”

“Aku tahu itu! Jadi, tenanglah!” Potong Arvin dengan cepat.

Aku kemudian menundukkan kepalaku supaya Arvin tidak terlalu melihat wajahku yang memerah.

Argh, aku merasa sangat malu. Bisa-bisanya aku berkata seperti itu. Itu kelihatan seperti kalau aku kangen dan ingin segera bertemu dengannya.

Aku kemudian melirik Arvin. Aku melihat dia asyik memakan es krimnya. Dia terlihat seperti tidak terganggu sedikit pun. Apa dia tidak tertarik dengan hal seperti ini?

 

“Apa?” Tanya Arvin, menyadari bahwa aku sedang meliriknya.

 

“Ti-tidak, aku hanya berpikir kalau kamu berbeda dengan yang dirumorkan” jawabku asal tanpa berpikir panjang.

 

“Apa maksudmu?”

 

“D-dari rumor yang aku dengar, kamu orangnya sangat kikuk dan selalu terlihat panik dan ketakutan ketika sedang berbicara dengan orang lain” jelasku dengan hati-hati.

 

“Yah, aku memang seperti itu dengan orang lain” kata Arvin.

 

“Tapi, kenapa kamu tidak seperti itu ketika sedang bersamaku?” Lanjutku.

 

“Hhmm... entahlah. Mungkin karena kamu satu-satunya yang pernah mencoba untuk menolongku dan bahkan sampai mau berteman denganku?” ucap Arvin.

 

Aku terdiam sejenak, aku sedikit tidak terima dengan perkataannya itu. “Tapi, kamu bahkan tidak menganggapku teman, kan?”

 

Hening sejenak, Arvin kemudian bangkit dari ayunan. “Hari semakin gelap. Aku akan mengantarmu pulang!”

 

Aku mengangguk, kami kemudian membuang sampah es krim ke tong sampah, lalu pergi dari taman. Selama perjalanan pulang, kami hanya diam saja, tidak ada di antara kami yang memulai obrolan.

 

Beberapa menit kemudian, kami sampai di rumahku. “Terima kasih karena sudah mengantarku. Hati-hati di jalan, Arvin!”

 

Arvin mengangguk dan segera pergi. Aku kemudian masuk ke dalam rumah dan langsung pergi ke kamarku. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada Arvin. Tapi, jika aku menanyakannya, aku yakin dia tidak akan pernah menganggap kalau kami ini berteman.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!