Sehari sebelum Dipta meninggal, ia meminta Liam untuk menikahi Vana, tunangannya.
Liam Mahendra adalah seorang dokter yang memutuskan hubungan bersama kekasih hampir empat tahun mengisi hatinya, ia memilih menepati janji yang ia buat di rumah sakit untuk menikahi Vana, calon istri sahabat baiknya Dipta.
Liam memang tak mencintai Vana, namun setelah menikah akankah bisa merubah perasaannya? Dan benarkah pilihan yang ia ambil memang ditentukan takdir?
Cinta, kecewa dan amarah mengisi penuh cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achakajayes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Bahagia
Mengetahui kabar Damar dilarikan ke rumah sakit. Hamka dan istrinya memutuskan untuk datang berkunjung di pagi hari nya.
Liam mematikan panggilan yang baru saja dilakukan bersama mamanya. Kini dia masih setia menemani Vana menunggu di luar ruangan ICU. Dan ketika kembali menengok ke sana, rupanya gadis itu tertidur di salah satu kursi panjang untuk menunggu pasien. Akh dia pasti kelelahan..
Lalu dimana Nita?
Sejak beberapa saat lalu, anak serta menantunya meminta untuk dia pulang saja. Tidak seharusnya terlalu banyak pikiran diusianya sekarang.
Oleh karena itu Liam setia menemani istrinya, merasa posisi tidur yang dilakukan Vana salah, dia lekas memindah posisi menjadi bersandar di bahunya. Agar tidak terbangun, Liam memberi usapan lembut di puncak kepala.
"Aku temenin kamu sampai semua membaik ya?", lirih Liam. Dan entah dengar atau tidak Vana tersenyum dalam tidurnya, tampak manis..
Tiga hari kemudian...
Kelegaan hari dapat terlihat di wajah tenang Vana, suami, mama dan mertuanya. Damar sudah sadar, dipindahkan ke ruang inap sebagai bentuk pemulihan. Ketika sadar kalau Vana telah menjaganya, beliau merasa gembira. Bahkan tak segan memeluk penuh kasih.
Cup.
"Kamu anak papa Vana... Anak papa", ujarnya sembari mencium pipi sang putri.
Meski tak mempunyai anak kandung, Vana sudah seperti anaknya sendiri. Menjaga dan mencintai Vana sudah menjadi tanggung jawab Darma sejak sang kakak tiada.
" Mama minta maaf pa... Selama ini mama sering melakukan hal jahat ke Vana tanpa sepengetahuan papa", Nita menunduk malu atas tindakannya sendiri.
Baik Hamka maupun Amy, saling bertukar pandang. Akhirnya dia sadar kalau Vana itu berlian... Semoga saja Nita benar berubah..
"Papa benar-benar kecewa ma, tapi kalau papa jahat ke mama dan menyalahkan mama.. Nanti anak kita bisa marah, iya kan?", Vana langsung membalas anggukan.
Darma mengusap surai rambut Vana penuh kelembutan, dia tahu putrinya tidak akan memiliki dendam. Sejak dulu dia menanti untuk mendapatkan cinta dari keluarga.
"Karena mama kamu ini sudah mengaku salah, bisa kamu sering-sering berkunjung ke rumah kamu lagi nak?", mendengarnya Vana menoleh menatap Amy. Sepertinya dia sedang meminta ijin.
"Tentu boleh, kalau bisa kita sering-sering kumpul bareng. Bagaimana Nita?"
Nita memberi acungan jempol, dia sekarang ingin menyayangi Vana tanpa kurang sedikit pun. Bahkan kalau terjadi sesuatu pada anaknya, dia akan melindungi nya, meski harus dengan nyawa..
"Baiklah, karena Damar sudah sadar, Liam tugas kamu sekarang pulang bersama istrimu"
Sedari tadi Liam hanya menyaksikan seraya tersenyum ikut bahagia, dan sekarang pria itu mengernyit. Kenapa Hamka mengusir mereka?
"Kamu ini pria yang enggak peka ya? Istri kamu harus mandi dan merawat dirinya. Lihat ini? Dua hari dia tidak mau pulang kan?", Liam terkekeh sembari menggaruk leher yang tak gatal.
" Kalian pulanglah, papa kan bisa sama mama", sahut Damar berpikir hal serupa.
"Ya sudah karena diperintah, istriku? Ayok kita pulang?"
Liam mode genit on. .
Tadinya setelah tiba di apartment apartment Vana hanya ingin mandi biasa saja. Namun Liam malah memberinya sampo untuk keramas dan merawat kulitnya dengan baik.
"Mandi yang bener, aku tunggu di sini ya?"
Vana hanya geleng-geleng, lantas menuruti keinginan suaminya. Tak lupa membawa pakaian ganti ke kamar mandi.
Sedang Liam sibuk mengotak-atik ponsel. Mengecek satu persatu pesan yang lumayan banyak.
Seperti biasa..
Kalau bukan pasien, yah teman atau dokter. Tapi yang lebih mengherankan, nama yang lama tidak pernah memberinya pesan, muncul begitu saja.
Alex: Lo sibuk?
Alex: Gua mau ngomong sama lo
. . .
Tangannya bergerak untuk membalas, tapi pikirannya masih ingat jelas akan kejadian di reunian kala itu. Lebih baik tak dibalas saja kalau begitu.. Pikir Liam dengan otak jernihnya.
Ting!Tong!
Ceklek//....
"Lo pacar ke berapanya Alex?"
"W-what? Darimana kamu kenal Alex?"
Amira menghela nafas, lalu menyingkirkan perempuan yang mengenakan pakaian sexy di hadapannya.
"Eh lo siapa main nyelonong aja?"
Gadis itu acuh dan mencari keberadaan orang yang membuat ulah karena tidak pulang selama berhari-hari. Mengesalkan kan?
"Ck, enak banget idup nya orang satu ini ya?"
Mencari sesuatu untuk membangunkan Alex dalam tidurnya, Amira mengambil gelas di meja dan kemudian menyiram tepat ke wajah.
"Arghh!"
"Amira! Lo apa—", tunggu dulu... Alex mengerjapkan mata memastikan apa yang ia lihat benar.
" Lo ngapain disini?", sambungnya ketus.
Ngapain lo bilang?
PLAK!
Sudah di siram sekarang di tampar pula. Nasib buruk sekali yang di dapat Alex.
"Lo mau bokap lo bangkrut?", baiklah pria itu paham akan alasan sepupunya marah besar. Jika bukan tentang dirinya memutuskan pergi dari rumah. Lalu untuk apalagi dia marah?
" Ngapain lo ngurusin bokap gua? Mau jadi anaknya iya?", Alex tersenyum remeh dan cukup kesal lantaran Amira mencarinya hanya sebatas untuk menjadi mesin perusahaan Abraham, papanya sendiri.
"Gila lo, gue cuman kasian sama bokap lo", balas Amira geram.
Alex mangut-mangut, " ya udah itu aja kan? Pulang gih, entar gua pulang", tak lupa tangannya juga bergerak memerintah Amira pergi.
Ditengah memanas dua manusia yang tak pernah akur ini, wanita yang belum selesai kegiatannya bersama Alex mulai kepalang kesal.
"Alex baby... Ini siapa sih? Ngapain dia sok akrab sama kamu?"
"Lo siapa sih? Ganggu banget tau gak!", sambungnya menaikkan nada bicara.
Amira bukan sembarang orang yang bisa dibentak begitu saja. Dia bahkan lebih cerdik daripada Alex, kesempatan bagus kan kalau sekarang dimanfaatkan?
Gue kasih pelajaran lo..
Siapa tau dengan apa yang dilakukan nya sekarang akan membuahkan hasil, Alex bisa pulang tanpa penolakan sedikitpun.
"Well... Lo mau tau gue siapa?", Amira berjalan mendekat ke arah wanita berpakaian kurang bahan.
" Gue istri nya.", Alex mengerjapkan mata sedangkan wanita itu syok.
"What? Are you crazy? Lo pikir gue percaya gitu aja? Cewek-cewek yang ngaku pacar Alex aja bohong semua.. ", ujarnya tak percaya.
" Ouh... Apa yang pernah ngaku pacarnya Alex pernah ngelakuin ini.. "
Entah bagaimana hal itu bermula, Alex hanya merasakan bibirnya menempel dengan bibir Amira selama sepuluh detik. Dan naas, apa yang dilakukan Amira memiliki efek besar bagi jantung serta pipi Alex.
"See? Dia suami sah gue"
"Alex.. Kamu jahat!"
Bersambung.
