NovelToon NovelToon
Bintang Antariksa

Bintang Antariksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ajab_alit

Aku adalah anak perempuan yang memiliki nama “Upeksa Nayanika”. Aku suka buku dan hal-hal yang menakjubkan. Tapi tanpa ku sadari… aku juga salah satu dari bagian hal yang menakjubkan. Hidupku aneh setelah kejadian itu muncul. Tapi, Apakah aku akan bertahan dengan hal menakjubkan itu? Maukah kamu mengenal ku lebih dalam wahai para bintang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ajab_alit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 3

Di sebuah rumah minimalis berwarna putih, terdapat tiga orang di dalamnya. Satu orang sedang mengkhawatirkan, satu orang sedang bersenandung, dan satu orang lagi seperti mayat yang berada di kasur dengan mawar putih di sekelilingnya. Naya belum juga bangun sejak dua jam yang lalu.

"Hei, pendosa. Kau bilang temanku hanya tertidur, tapi apa kau yakin dia sedang tertidur?" tanya Abya yang duduk di sebelah kasur Naya sambil memegang erat tangan kecil temannya. Sang pendosa berhenti bersenandung. ia bangkit dari kursinya, lalu merapikan bunga-bunga yang berada di sekitar kepala Naya.

"Benar, dia sedang tertidur. Tapi dia membutuhkan jalan keluar untuk bangun," balasnya masih merapikan mawar-mawar putih itu.

"Maksudmu yang ku khawatirkan ini hanya sebuah wadah?"

Pendosa itu menjentikkan jarinya di depan wajah Abya. "Benar. kau memang pintar Diksi," balas sang pendosa seusai dirinya merapikan bunga-bunga itu. Sang pendosa berjalan ke luar rumahnya dengan santai, walau sosok dibelakang nya sedang menatap dirinya dengan tatapan buas, ia tak peduli. Tepat saat itu juga, Abya merasakan sesuatu di salah satu tangannya yang sedang menggenggam tangan Naya. salah satu jari Naya bergerak, membuat Abya yang awalnya ingin memukul wanita buta itu kini mengalihkan pandangannya ke arah Naya dengan ke khawatiran dan rasa lega yang menyatu.

Naya membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamar yang berwarna putih.

"Aku dirumah sakit, ya," ucap Naya lirih. Entah kenapa saat ini badannya terasa melemah. Setelahnya, suara tawa pun terdengar dari sebelah kiri. Naya pun memalingkan wajahnya ke samping. ternyata, seseorang yang tertawa adalah Abyaka Swastamita.

'Dasar, padahal tak ada yang lucu di dekatnya. tapi tunggu dulu kenapa disini banyak mawar putih,' batin Naya.

"Maaf, nay. aku ketawa, soalnya muka kamu lucu," ucap Abya setelah tawanya mereda. "Btw... kita bukan di rumah sakit, tapi di rumahnya pendosa."

"Pendosa?" bingung Naya.

"Itu julukan wanita bersayap yang kita temui tadi."

"Oh..." jawab Naya singkat. Naya mengalihkan pandangannya, kini ia menatap langit-langit kamar yang berwarna putih untuk kedua kalinya. Dalam posisi ini tiba tiba saja ia memikirkan sosok yang sangat mirip dengannya. Ia ingin tahu, apa yang Timira sedang lakukan sekarang. apakah ia benar-benar selalu berada di sisinya? apakah Timira sungguh-sungguh hanya bisa dilihat olehnya? banyak sekali pertanyaan yang terlintas di pikiran anak perempuan itu. "Kamu mau dengar cerita nggak, Abya?"

"Asalkan itu cerita tentang Upeksa Nayanika, aku akan mendengarkannya."'

"Tapi cerita ini bukan hanya ada aku, melainkan ada orang lain juga di dalamnya."

"Tak apa. Jadi, jelaskan saja isi dari cerita itu."

Naya mengalihkan pandangannya lagi. kali ini ia menatap anak laki-laki itu yang sedang tersenyum melihatnya. Naya mengangkat jari kelingkingnya, ia ingin Abya menautkan jarinya. "Sebelum itu, berjanjilah padaku agar kau tak melihatku dengan tatapan sayu atau menyalahkan dirimu sendiri."

Abya menurunkan jari kelingking Naya menggunakan tangannya. "Maaf, aku tak bisa berjanji," ucap Abya yang mendatangkan keheningan.

BRUK!!

Pendosa membanting pintu rumahnya, ia panik. Dirinya pun melihat ke arah Naya dan Abya yang juga sedang melihatnya. "Kalian harus pulang sekarang juga" ucapnya dengan nafas yang belum stabil.

...###...

Dua bocah itu kembali ke tempat awal mereka sampai di sini, tempat dimana rumput hijau terbentang dengan luas. Mereka kembali bersama pendosa yang mungkin dia bukan pendosa lagi, tapi arwah dari pendosa. saat ini ia sedang duduk di hadapan sebuah tunas, berbicara dengan dengan bahasa seperti mantra. Sepuluh detik kemudian, cahaya pun muncul dari tunas itu. Awalnya cahaya itu hanya satu tapi semakin lama cahaya itu bertambah banyak. Perlahan mereka berkumpul, lalu menjadi satu membentuk sebuah cermin yang besar. Sang pendosa pun bangkit dari duduknya. ia menatap Naya dan Abya dengan kesedihan.

"Sekarang kita berpisah ya, Diksi. Kau tak perlu mengunjungiku lagi. Lalu, kau anak kecil. Semoga kita bertemu lagi ya untuk kedua kalinya," ucap sang pendosa dengan senyum yang hampa. Ah... Padahal Naya baru bertemu dengannya dan baru melihat kejadian ajaib ini. Tapi, mengapa hatinya mengatakan kalau dia pernah mengalami hal seperti ini juga, rasanya seperti deja vu.

Seketika tubuh Naya dan Abya pun ikut dipenuhi oleh cahaya. Beberapa detik kemudian, tubuh mereka perlahan menghilang. Tepat saat itu juga sebuah ingatan masuk ke kepala Naya. Ingatan itu membuat Naya menurunkan hujan dari matanya. Hingga, mulutnya mengeluarkan tiga kata.

"Jangan pergi, bu..." lirih Naya yang setelahnya langsung menghilang dari tempat itu dan juga dengan cahaya tunas yang dekat dengan mereka. Cahaya tunas itu meredup. Sang pendosa menutup matanya. Saat dirinya sudah membuka mata, ia melihat langit-langit kamarnya yang berwarna putih.

Tempat ini adalah rumahnya. Tempat dimana ia melepaskan rohnya untuk membantu dua anak kecil itu. Sang pendosa bangkit dari tidurnya. Ia menjelajahi seisi ruangannya, mencoba merasakan apakah ada seseorang disana. Tapi, tak ada siapapun disana. Aneh... Padahal ia tadi merasakan kekuatan dari penjelajah waktu yang lain.

"Bagaimana mimpi mu Arun? Apakah menyenangkan?" tanya seorang wanita yang baru saja masuk ke ruangan pendosa dengan sebuah gelas yang berisi teh. Wanita itu memiliki sayap putih seperti pendosa. Bedanya, sayap itu tak sebesar milik pendosa. Wanita itu memiliki rambut pendek yang bergelombang dengan warna yang seputih awan, lalu matanya berwarna ungu kristal. Sosoknya tidak kalah cantik dengan sang pendosa. Wanita itu pun duduk di kursi yang sebelumnya di tempati oleh Abya. Ia lalu memberikan gelas itu pada temannya, membiarkan temannya itu meneguk air yang berada pada gelas tersebut.

"Mimpiku sangat menyenangkan, Amaya. Aku juga melihat dua orang anak di mimpi itu," jawab Arun setelah meneguk air yang diberikan Amaya.

"oh, ya... Seperti apa sosok mereka?"

"Entahlah. Karena aku buta juga dimimpi itu, yang aku tau satu anak adalah laki-laki dan satu lagi seorang perempuan. Mereka sangat akrab. Bahkan, sang anak laki-laki memiliki perasaan melebihi teman kepada perempuan tersebut," jelas Arun yang direspon dengan anggukan Amaya.

"lalu, apa lagi yang terjadi di mimpimu?" tanya Amaya.

"Aku dan mereka berdua pergi ke atas bukit tempat tanaman permohonan ada. Disana, aku mengucapkan mantra. Lalu, membawa mereka pulang. Setelahnya, aku membuka mata dan mimpi tersebut pun berakhir," jawab Arun sambil tersenyum mengingat tentang dua anak itu, walau setelahnya mungkin mereka tak akan bertemu lagi... Tapi dirinya senang oleh kehadiran Naya. Naya mengingatkan sang pendosa dengan putrinya yang sudah tiada. " Omong-omong ini sudah waktunya ya, Amay? sambung Arun yang seketika membuat ruangan itu hening. Amaya tersenyum. Ternyata, wanita di depannya ini tak melupakan hukuman yang akan datang padanya.

Arun menghela nafasnya. Ia mengambil salah satu bunga yang ada dikasurnya. Bunga itu ia berikan sihir untuk yang ke sekian kalinya. "Amay, apakah kau yang akan menghukumku?"

"bukan aku. Aku hanya mengantarkanmu pada hukuman itu."

Mendengar hal itu, Arun pun tersenyum setelah memberikan sihir ke bunga tersebut dan meletakkannya kembali ke tempatnya. Ia menatap Amaya dengan mata butanya. "Maaf sudah membuatmu repot."

"Ini tidak merepot-BRAK!" suara dinding yang roboh membuat Amaya tak melanjutkan kalimatnya. Ia melihat ke belakang, tempat dimana suara itu berasal. Seorang laki-laki dengan tinggi sekitar seratus tujuh puluh dua yang memakai topeng hitam dan pakaian yang mirip dengan kaum penghancur waktu adalah yang Amaya lihat. Sosok itu juga memegang pedang hitam di tangan kanannya. Hal ini pun membuat Amaya ber-asumsi, bahwa lelaki ini yang membuat kekacauan saat ini.

Amaya bangkit dari duduknya, menghadap sosok itu, lalu mengeluarkan pedang emas yang berkilauan. Ia memasang kuda-kuda, bersiap untuk menyerang sosok misterius itu. Begitu pula dengan Arun, dia sudah siap menyerang setelah mendengar dan merasa lingkungan sekitarnya.

"Serahkan orang yang ada dibelakangmu padaku," ucap sosok itu datar.

"Tidak akan! Lagi pula untuk apa kau menginginkan seorang pendosa!"

"Tak apa jika kau tidak mau menyerahkannya, aku akan mengambil dia secara paksa." sosok itu pun ikut memasang kuda-kuda. Ia menyerang Amaya secara tiba-tiba dengan langkah kaki yang tak terlihat. Amaya merespon serangan itu dengan gerakan bertahan yang cepat. Suara metal bersentuhan memenuhi udara saat mata pisau bertabrakan. Mereka berputar, melompat, dan menghindari serangan lawan dengan refleks yang menakjubkan. Setiap gerakan yang mereka ciptakan bagaikan tarian mematikan yang memukau. Namun, Arun yang risih dengan suara logam yang bersentuhan itu menghentikan mereka berdua dengan sihirnya. Arun membuat mereka tak bisa bergerak.

"Ada perlu apa mencari saya? jika anda membutuhkan saya, saya tak akan berguna," ucap Arun sarkas.

"Aku tidak membutuhkanmu, tapi aku harus menjagamu."

"Kau tak perlu menjaganya, aku yang seharusnya menjaga Arun," ucap Amaya menyela percakapan.

"Menjaga? bukankah kau akan membunuhnya, atau... Kau ingin menyelamatkannya dan mengkhianati waktu." sosok itu tersenyum smirk. "Kau terlalu naif."

"DIAMLAH!" Amaya mencoba bergerak ketika ia masih dalam pengaruh sihir Arun. Ia ingin sekali cepat-cepat memotong leher lawan berpedangnya sekarang juga.

'Wanita bodoh,' batin lelaki itu. Ia pun menggerakkan pedangnya tanpa beban, membuat lawannya tumbang seketika.

"terimakasih kau telah melapaskan sihirmu kepadaku, nona."

...###...

Di sebuah lapangan yang luas, terdapat gadis yang dikurung bagaikan seorang burung. Sosok itu menjadi bahan tontonan banyak orang disana. Ia merasakan perasaan takut yang amat besar, karena di atas tempatnya dikurung terdapat pedang yang sama besar dengan ketakutannya. Gadis itu tak tau kenapa ia diperlakukan seperti ini. Apakah ini karma karna sosoknya yang berbeda?

Gadis itu di cap sebagai kutukan. Ia menangis ketakutan di dalam sangkar. Hingga akhirnya, pedang besar diatasnya menusuk gadis itu sampai dirinya menjadi terbelah dua. Semua orang yang melihat adegan itu hanya bisa berekspresi datar. Kecuali, sesosok anak perempuan yang tidak bisa dilihat oleh orang-orang itu. Anak perempuan itu rasanya ingin mengeluarkan semua isi perutnya karena tak tahan dengan adegan yang ia lihat saat ini.

Naya tersentak dari tidurnya yang nyaman. Nafasnya terengah-engah setelah bangun. Saat dirinya sedang ingin menenangkan diri, tiba-tiba adegan itu terlintas kembali. Adegan itu membuatnya langsung dengan cepat melangkah ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya. Setelahnya, Naya mencuci wajah dan menatap cermin yang ada didepannya dengan tajam.

"Sebenarnya... Mimpi apa yang barusan kulihat."

1
apayaaaa
bagus bet, seruu fantasi nya
ajab_alit: makasih atas komentarnya kakak
total 1 replies
Yusup Muzaki
terasa kdunia pantasi ...walw ceritanya masih blom dpahami
ajab_alit: nanti lama-lama juga ngerti kok, kak.
total 1 replies
Shinn Asuka
Setting ceritanya memang hebat banget! Bener-bener dapet jadi mood baca di dunia fiksi ini. ❤️
ajab_alit: terimakasih
total 1 replies
XVIDEOS2212
Gak sabar lanjut baca!
Debby Liem: tuiiooooo
ajab_alit: untuk kelanjutan akan saya up besok. di tunggu saja ya/Smirk/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!