NovelToon NovelToon
Catatan Hanna

Catatan Hanna

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Keluarga / Persahabatan / Kontras Takdir
Popularitas:10.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Saat tidak ada teman yang dapat mendengar keluh kesahnya, Hanna menorehkan semua uneg-unegnya di buku hariannya. Tentang cinta, teman, dan keluarga, semua ada di sana.

Hidup Hanna yang begitu rumit, membuat dia kadang-kadang frustasi, namun dia tetap harus kuat menghadapi ombak kehidupan yang terus menghantam.

Ikuti kisah hidup Hanna di "Catatan Hanna."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ipar pelit

"Bu, aku mau ikut ke masjid sama bang Imran dan yang lain. Aku mau mastiin kalau meninggalnya bu Sumi ada kaitannya sama si cowok brengsek itu," ucapku kesal.

"Han, enggak boleh ngomong kasar begitu, Nak," tegur ibu.

"Heh, kasar apanya, Bu. Dia itu memang brengsek, Ibu enggak liat apa tiap hari Bagas mukulin ibunya sendiri, semua warga di sini juga tahu, Bu. Di kampung kita cuma dia yang brengsek." Kak Yuni segera menutup mulutku, dia memutar pandangannya ke sekeliling. Sepertinya kak Yuni takut ada orang yang mendengar ucapanku yang menurutnya cukup kasar itu, aku sendiri malah menganggap kata-kata tadi tidak kasar dan tidak juga berlebihan.

Bagas memang cowok brengsek, dia anak yang tak tahu diuntung. Sudah bagus bu Sumi mau merawatnya, kalau aku yang jadi bu Sumi, sudah aku buang anak semacam dia.

"Han, kalau mau pergi ayo cepat!"

Ibu segera mengunci pintu rumah, beliau juga ikut pergi bersama aku dan kak Yuni.

Jasad bu Sumi masih berada di depan teras masjid, mobil ambulans dan mobil polisi sudah terparkir di sana.

Aku tidak berani mendekat, sungguh, mendengar kabarnya saja sudah membuat aku begitu sedih apalagi harus melihat wajah beliau. Tadi siang adalah hari terakhir aku bisa memeluknya, tak terasa air mata ini kembali menetes.

Aku memutar pandanganku ke sekeliling area masjid, tidak ku temukan keberadaan Bagas di sini.

"Kak, kenapa Bagas tidak ada di sini?"

"Dia sudah dibawa ke kantor polisi, Han. Ada warga yang mendengar jeritan bu Sumi di belakang rumah tadi sore, ada yang mengatakan kalau Bagas sempat memukul ibunya," jawab kak Yuni.

Ibu yang kemudian melangkah lebih dekat dengan jasad bu Sumi, aku rasa ibu penasaran kenapa bu Sumi bisa meninggal di belakang halaman masjid.

"Astaghfirullah," ucap ibu sambil menutup mulutnya. Mata ibu tak berkedip sama sekali, aku penasaran akan apa yang membuat ibu begitu terkejut.

"Kenapa, Bu?" tanyaku sambil mendekat ke arah ibu.

"Hanna, sepertinya benar kalau Bagas yang sudah memukul ibunya."

Akh, aku tidak menyangka kalau nasib bu Sumi akan berakhir tragis seperti ini, berselang satu hari setelah pemakaman bu Sumi, anaknya si Bagas ditetapkan sebagai tersangka.

Kenyataan terkuak kalau bu Sumi meninggal karena pukulan bagas. Saat jasad bu Sumi dibawa ke rumah sakit, dan diperiksa tim forensik, mereka mengatakan kalau beliau meninggal akibat pukulan benda tumpul yang masih membekas di bagian dada, punggung, dan tengkuk lehernya.

Aku sendiri juga menyaksikan semua tanda kekerasan itu. Bu Sumi kehabisan nafas saat berusaha mencari pertolongan warga. Cctv di sekitar masjid sudah diputar berulang kali, dan di sana terlihat jelas kalau bu Sumi lari dari rumahnya dan pergi ke masjid untuk meminta bantuan warga, jarak antara rumah bu Sumi memang sangat dekat dengan masjid. Aku tidak ingin mengingat lagi kejadian pilu ini, biarlah almarhumah tenang di sana, dan untuk Bagas, aku bahagia karena dia sudah berada di balik jeruji besi.

Cowok itu harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

Hari ini aku pergi ke tempat bang Arman bersama kak Yunia, aku ingin meminta kembali uangku yang tempo hari dipinjam sama istrinya.

"Assalamualaikum," kami mengucap salam bersama, kak Yuni menatap heran ke arahku saat melihat pintu tak kunjung ada yang membuka.

"Assalamualaikum." Aku mengetok pintu mereka, lebih tepatnya aku menggedor-gedor pintu itu dengan kasar. Siapa juga yang tidak kesal diperlakukan seperti ini, aku yakin mereka ada di rumah, tapi malah tidak mau membuka pintu.

"Bang, Bang Arman, Kak Riri," panggilku dengan cukup keras.

"Han, pulang aja yuk! Mereka enggak akan keluar, percuma aja."

"Enak banget hidupnya kalau seperti ini terus, Kak."

"Mungkin mereka enggak ada di rumah, Han," ucap kak Yuni, dia terus membujuk aku untuk pulang saja.

"Aku yakin kalau mereka ada di dalam, lihat aja sandalnya." Aku menunjuk ke atas rak sepatu yang diletakkan di depan teras.

"Bisa aja kan mereka pakek sandal lain."

Begitu ngototnya kak Yuni, aku tahu dia tidak mau aku marah-marah di sini, sudah cukup kesabaranku selama ini sama sikap abang dan ipar pelit.

"Nah, itu sila!" Aku berseru kegirangan begitu melihat sila memarkirkan sepeda motornya di halaman rumah bang Arman.

Sila adalah adik kakak iparku, rasanya kedatangan aku ke sini sangat tepat.

"Hai Sila," ucapku menyapa.

"Kak Hanna, ngapain Kakak di sini?"

"Mau ketemu sama kak Riri, kamu sendiri?"

"Keperluan kita sama." Sila tersenyum manis ke arahku.

"Tapi sepertinya kakak kamu enggak ada di dalam deh, mungkin sudah ke kebun sama bang Arman."

Aku sengaja mengatakan hal demikian, sengaja cuma ingin melihat bagaimana reaksi Sila.

"Gimana ceritanya kak Riri ke perkebunan, barusan kita chattingan, katanya kak Riri ada di rumah, dia nggak kemana-mana."

Sila pun segera memanggil kakaknya, sudah ku duga, kak Riri memang ada di dalam. Saat ini dia pasti sedang bersembunyi, sepertinya dia tidak menyangka kalau aku akan datang dan menagih hutang hari ini.

Ceklek

Pintu terbuka tanpa perlu kami ketok lagi, di hadapan aku sudah berdiri kak Riri dan Aya, anaknya. Melihat dari pakaian mereka, sepertinya ibu dan anak ini hendak keluar jalan-jalan lagi.

"Eh, ada Tante Hanna. Aya, salim dulu sama Tante Hanna," ucap kak Riri.

"Enggak mau." Aya menggeleng cepat, anak ini pasti masih kesal sama aku karena sikap ketus yang ku perlihatkan tempo hari.

"Kak, aku mau ambil uang yang tiga bulan lalu kamu pinjam." Aku tidak ingin bertele-tele, lagian aku ingin cepat-cepat pulang dari sini.

"Duh, kok kamu mau ambil uangnya enggak ngomong dulu sih, Han?" keluh kakak iparku.

"Kenapa harus ngomong dulu, Kak? Kalian kan punya uang simpanan, cepat mana uang aku! Aku mau pulang."

Sila ternyata juga mau meminta uangnya yang pernah dipinjam kak Riri. "Jangan lupa, uangku juga. Tadi kamu sudah janji," ujar Sila.

Kak Yuni hanya berdiam diri melihat percakapan kami, dia tidak mau ikut campur.

"Duh, kalian berdua gimana sih? Han, uang kamu aku kasih tiga ratus dulu ya, dua ratus lagi nyusul."

Nah, omongan seperti ini enggak bisa dipegang, aku sudah sering ditipu sama kak Riri. Bukan sekali dua kali dia menunda-nunda hutangnya, dan pada akhirnya hutang itu sama sekali tidak dibayar.

"Mana boleh kek gitu, Hanna butuhnya sekarang, Kak." Aku tidak mau diperdaya lagi oleh istri abang aku yang pelit ini.

"Kak, buruan! Aku sudah ditunggu sama kurir paketnya di rumah," desak Sila.

Kak Riri membuka dompetnya dan mengambil lima lembar uang seratus ribu, dan kemudian memberikannya pada Sila. Tanpa banyak bicara lagi Sila langsung pergi dari hadapan kami, kini hanya tinggal aku sama kak Riri.

"Cepat, Kak! Kaki aku sudah bengkak dari tadi berdiri di sini, mana kamu buka pintunya lama banget lagi," ucapku kesal.

"Tapi, Han... Aku kasih tiga ratus dulu ya."

Oh Tuhan, kenapa ini orang sulit banget buat bayar hutang. Bayar hutang bisa sesulit ini, tapi buat beli emas mudah banget.

"Kak, aku heran deh sama kamu. Kamu ini pelit banget loh sama aku dan ibu, tapi lihat kami! Kami tidak seperti itu sama kamu. Aku cuma minta hutang aku, tapi kok malah kamu tahan-tahan? Kenapa hutang Sila langsung kamu bayar? Lalu kenapa hutang aku malah selalu kamu tunda untuk membayarnya?" aku sudah mulai tidak sabaran lagi. Ku lihat kak Yuyun bergegas menghampiriku, aku tahu kak Yuyun tidak mau aku berubah jadi singa di sini.

Kedua netra kak Riri membola mendengar omongan pedas yang keluar dari mulutku.

Apa yang aku katakan semua itu adalah fakta, aku pernah meminjam uang sama kak Riri, itu pun tidak banyak, cuma seratus ribu. Begitu aku tiba di rumah, dia langsung datang dan menagih hutang itu, padahal belum juga punggung ini ku istirahatkan.

1
* bunda alin *
dan indah pada waktu nya 🥰
P 417 0
semoga kita semua selalu di berikan kesehatan ,kebhagiaan dan keberkahan/Pray//Pray/
P 417 0
hmmm.bner2 di tamatin/Sleep//Sleep/
P 417 0
perasaan yg mbulet/Drowsy/
* bunda alin *
tap tap tap ..
P 417 0
tamat/Sleep/
* bunda alin *
tegang bgt ,, 😱
P 417 0
/Drowsy//Drowsy/tuh kan akibatnya klo terlalu baik
P 417 0
/Proud//Proud//Proud/hmmm bner2 polos
P 417 0: ntah/Silent/
🥑⃟Riana~: apanya yg polos/Sweat/
total 2 replies
P 417 0
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/rekomendasi yg bgus
P 417 0
ajaran yg baik bkl jdi baik hasilnya/Smile/
* bunda alin *
malang nya Hanna,,, selalu di hinggapi hal yg tdk terduga
ayo donk .. kapan Hanna bisa bahagia ... 💜
P 417 0
hmmmm .berarti ada dalng lain juga/Speechless/
🥑⃟Riana~: Anda/Shame/
P 417 0: sapa🙄
total 4 replies
P 417 0
oooo.ternyata bgas /Sleep//Sleep/
🥑⃟Riana~: hooh 🤧
total 1 replies
P 417 0
sapa sih sebnernya/Drowsy//Drowsy/
P 417 0
ooh tk kira abis gitu aja/Facepalm//Facepalm/
P 417 0
sepertinya obrolan di atas sedikit kurang mnurt aku/Silent/
🥑⃟Riana~: Harus ditambah lagi? kamu aja yg nambah kk/Sweat/
total 1 replies
* bunda alin *
tq sdh up ,, next thor
P 417 0
kita udah berapa tahun ya🤣🤣🤣🤣
P 417 0
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/klo ngliat di reel mngkin lbh seru kali ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!