LITTLE NANY
Menjadi babby sitter diusia 19 tahun adalah adalah tawaran terbaik bagi Tisha karena dia harus melunasi hutang keluarga yang jumlahnya besar.
Nizar Mukti Wibowo, duda beranak satu yang berusia 35 tahun ini harus merelakan anaknya dalam pengasuhan Tisha sebagai babby sitter.
Namun, takdir membawa Tisha tidak hanya sebatas menjadi pengasuh, melainkan juga mengambil peran sebagai ibu bagi anak yang haus akan kasih sayang seorang ibu tersebut.
Bagaimana Tisha akan menjalani kehidupannya? Dan bagaimana juga Tisha akan menghadapi Nizar yang otomatis memiliki gelar suami baginya?
Inilah kisah hidup Tisha...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ely LM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Ketiga
"Kamu asli orang sini?" tanya Andre.
"Nggak sini juga sih, Om. Agak jauh dikit!" jawabnya.
"Kenapa di sini?"
"Cari lowongan pekerjaan!" jawab Tisha yang sudah mengambil air mineral dingin.
"Mau cari kerja apa?" tanya Andre.
"Apa saja, soalnya cuma pakai ijazah SMA."
Sudah tidak ada rasa malu berkata kepada semua orang jika dia sedang mencari pekerjaan. Tisha sangat butuh pekerjaan saat ini. Asalkan pekerjaan itu baik, Tisha sangat bersedia.
Andre yang mendengar jawaban Tisha tampak berpikir. Lalu terbit senyum tipis di bibirnya.
Andre mengambil dompetnya di saku celana, lalu mengambil kartu nama dari dalamnya.
Ia menyerahkan kartu nama itu kepada Tisha. "Saya ada tawaran pekerjaan untuk kamu!"
Tisha terkesiap dan mematung melihat Andre memberikan kartu namanya.
"Silahkan diterima, Tisha!"
Dengan ragu Tisha menerimanya. Tisha tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Apakah Om Andre ini jalannya untuk mendapatkan pekerjaan? Eits, tapi pekerjaan apa dulu yang ingin ditawarkan kepadanya.
Tisha menerimanya sambil membaca kartu nama tersebut. Di sana tertera nama Andre Arully dan nomor telepon. Oh, berarti nama panjang Om Andre ini adalah Andre Arully.
"Pekerjaannya apa, Om?" tanya Tisha dengan ragu.
Andre langsung melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Saya terburu-buru jika harus menjelaskannya sekarang, Tisha. Kalau kamu berminat silahkan menghubungi nomor yang ada di kartu nama itu. Nanti kita jadwalkan untuk bertemu dan pasti saya jelaskan tentang pekerjaan tersebut."
Tisha hanya mematung.
"Maaf ya, Tisha. Saya memang terburu-buru saat ini."
Lalu Tisha tersenyum sambil mengangguk.
"Kamu mau beli apa lagi? Sekalian setelah ini saya yang bayar. Tolong jangan ditolak seperti semalam. Saya tidak menerima penolakan."
Tisha tercengang. Sepertinya Om Andre tahu jika Tisha pasti menolak jika dibayari seperti ini.
"Hanya ini saja, Om!" ucap Tisha sambil tersenyum kikuk dan menunjukkan sebotol air mineral dingin di tangannya.
Andre mengangguk, kebetulan dia memang terburu-buru. Andre juga hanya membeli air minum dan satu snack saja.
Lalu mereka berjalan bersama ke kasir. Tisha menunggu di belakang Andre yang sedang membayar.
Saat mereka keluar. Andre berpamitan kepada Tisha lalu masuk ke dalam mobil mewah berwarna hitam.
'Oh, ternyata yang parkir di sini tadi mobilnya Om Andre!' batin Tisha.
Tisha memilih duduk di kursi yang ada di depan mini market tersebut. Setelah mobil itu pergi, Tisha mengamati kartu nama yang diberikan oleh Andre.
"Pekerjaan apa ya yang dikasih sama om-om berduit seperti Om Andre barusan. Mana ambigu lagi nggak dikasih tahu mau ditawari pekerjaan apa. Kalau misal suruh jadi sugar baby nya gimana? Ih, enggak enggak!" gumam Tisha sambil menggeleng dan geli dengan pemikiran negatifnya barusan.
Tisha jadi bimbang mau melanjutkan tawaran pekerjaan yang belum jelas pekerjaan apa yang ingin diberikan oleh Andre itu atau tidak.
***
"Andre, kamu harus secepatnya dapat baby sitter untuk Cean. Aku nggak mau kalau mama yang mencarikan."
"Sabar, bos, sabar!" jawab Andre sambil duduk di sofa ruang kerja bosnya.
"Mommy memberi tenggat waktu seminggu. Jika dalam waktu itu aku nggak bisa mencarikan baby sitter untuk Cean, maka Mommy yang akan mencarikan. Kamu tahu sendiri kan kalau aku nggak percaya dengan pilihan orang lain?"
Andre menghela napasnya panjang. "Bahkan dengan mommy nya sekalipun tidak percaya!" batin Andre.
"Cean di mana, bos?" tanya Andre.
"Keluar dengan Dika. Sepertinya dia bosan jika terus di hotel!"
Andre adalah asisten pribadi Nizar. Mereka sudah bekerja bersama sejak delapan tahun yang lalu.
Sedangkan Dika adalah asisten kedua Nizar. Asisten yang bekerja dengan Nizar sejak tiga tahun yang lalu.
Nizar sedang ada kunjungan ke hotel miliknya yang ada di kota ini. Nizar adalah pengusaha sukses di bidang properti yang memiliki enam hotel mewah bertaraf bintang lima yang tersebar di lima kota. Selain itu, dia juga memiliki tujuh villa mewah yang terletak di kota yang ramai dikunjungi wisatawan asing maupun lokal.
Kekayaan Nizar sudah turun temurun dari keluarganya. Nizar memang berjuang untuk kesuksesannya, tapi ia tidak munafik jika kesuksesannya ini ada campur tangan dari keluarganya. Nizar memang sudah kaya sejak lahir. Eyangnya yang mulai merintis dari nol. Nizar memanfaatkan privilege itu dengan baik untuk meng-upgrade dirinya.
Cean yang belum punya baby sitter selalu ikut papinya ke manapun pergi. Asisten dan body guard Nizar lah yang menjaga kan Cean.
"Secepatnya kamu harus menemukan baby sitter untuk Cean!" ucap Nizar yang sedang duduk di meja kerja miliknya di hotel tersebut.
"Sudah ada dua ribu lebih calon pelamar pekerjaan ini, tapi tidak ada yang memenuhi syarat. Kalau tidak Pak Nizar yang menolak, pasti bos kecil Cean yang menolak!" keluh Andre dengan lelah.
Nizar melirik Andre dengan tajam. Sontak Andre langsung mengubah posisinya jadi lebih serius.
"Saya usahakan secepatnya untuk mendapatkan yang sesuai dengan keinginan pak bos dan bos kecil!" ujar Andre dengan serius.
***
Tisha yang baru sampai rumahnya terkejut saat melihat ada mobil yang terparkir di depan rumahnya. Jantungnya berdegup kencang saat ingat mobil itu milik siapa.
Pikirannya kacau saat masuk ke dalam rumah dan tahu tamu yang datang sesuai dengan tebakannya.
"Selamat sore, Pak Darto!" sapa Tisha pada lelaki tua yang duduk di kursi ruang tamu miliknya. Pak Darto datang bersama dengan asisten pribadinya yang bernama Ucup.
Ia memainkan sudut kumis putih panjangnya yang mengarah ke atas sambil tersenyum menggoda ke arah Tisha. Membuat Tisha merasa mual dan jijik melihat orang tua di depannya ini.
Cincin akik yang berwarna-warni itu memenuhi jari-jarinya. Rambut botak di bagian depan tertutupi dengan topi kodok berwarna hitam.
Badannya yang cukup berisi dan tidak terlalu tinggi itu sebenarnya sudah rapuh. Terbukti jika berjalan sudah membutuhkan tongkat kayu agar tidak terjatuh.
Dua gelas teh hangat sudah tersedia di depan Pak Darto dan asistennya.
Ibunya menatap Tisha yang sedang duduk di sampingnya dengan gelisah.
"Jadi, bagaimana penawarannya Bu Yuni?" tanya Ucup kenapa ibunya Tisha.
Asisten berperawakan tinggi kurus itu kira-kira berusia lima puluh tahun. Entah apa yang membuatnya setia menjadi asisten Pak Darto sejak tiga puluh tahun yang lalu.
Tisha menoleh kepada ibunya karena bingung penawaran apa yang dimaksud.
"Maaf Pak Ucup, tapi saya akan melunasi hutang itu. Saya tidak mau anak saya jadi istri ketiga!" jawab Bu Yuni dengan tegas.
Tisha tergelak. Dadanya bergemuruh. Kenapa dirinya ingin dijadikan istri ketiga.
Pak Darto mentertawakan jawaban Bu Yuni.
"Jangan sombong jadi manusia. Mau sampai kapan kamu melunasi hutangmu yang seratus juta itu? Belum lagi ditambah bunganya yang semakin tinggi," ucap Pak Darto dengan gaya khasnya yang sombong.
Pria tua berusia tujuh puluh tahun itu adalah rentenir tempat ayah Tisha berhutang semasa hidupnya.
"Maksudnya bagaimana ya, Pak?" tanya Tisha yang belum mengerti jelas tentang apa yang mereka bicarakan.
Pak Darto tertawa sambil mengangguk-angguk. "Hai, Titi yang manis!" panggilnya dengan lembut.
Tisha merasa jijik mendengar Pak Darto memanggilnya Titi. Panggilan itu adalah panggilan akrab keluarga kepadanya.
"Saya memberi keringanan untuk kalian. Saya bebaskan hutang keluarga kalian yang jika ditotal sudah mencapai seratus juta lebih kepada saya. Hutang saya anggap lunas dengan syarat Titi mau menjadi istri saya!" jelas Pak Darto.
Tisha terkejut, "Tapi saya lebih pantas jadi cucu Bapak!" perkataan itulah yang reflek Tisha ucapkan.
Pak Darto langsung terdiam, dia langsung teringat dengan cucunya yang memang seusia Tisha.