🏆Juara Satu Fiksi Modern Jalur Kreatif
Bagaimana jadinya, jika seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun, harus di penjara hingga 12 tahun lamanya?
Padahal pemuda itu tidak pernah melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan kepada orang orang yang menuduhnya. Dia di Fitnah saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Atas kasus pembunuhan seorang pemuda yang tak lain adalah teman satu kelasnya.
Lalu apa yang selanjutnya pria bernama Jo itu lakukan? Setelah dinyatakan bebas dari hukuman yang dia jalani? Mampukah Jo menemukan para dalang yang sudah memfitnah nya dengan sangat keji?
Dan nilah perjuangan Jo.Yang Dinobatkan sebagai seorang mantan Narapidana yang melekat sampai akhir hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilham risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan Yang Jo Rasakan
Tepat pukul 6 petang, Jo dan adiknya Nadia baru tiba di rumah, dan tentu saja kepulangan mereka berdua langsung disambut dengan tatapan khawatir yang terpancar jelas dari wajah ibu Siti dan bapak Imran.
Bagaimana tidak, sejak tadi pasangan suami istri itu sudah merasa sangat panik, mereka mondar mandir kesana kemari karena kedua anaknya tidak kunjung pulang ke rumah.
"Nak...! Kalian berdua dari mana saja? Kenapa kalian bisa telat sampai rumah?" tanya pak Imran bersama bu Siti langsung berlari keluar rumah, mendekati kedua putra dan putrinya.
Jo memarkirkan sepedanya di depan rumah, lalu turun sambil memegang tangan adiknya Nadia. Raut wajah Jo begitu sangat menyedihkan. Dia hanya diam dan terlihat seperti orang linglung.
"Iya, sebenarnya ada apa? Lalu kenapa penampilan kalian berdua menjadi seperti ini? Ada apa dengan adik mu Jo. Kenapa wajah adikmu bengkak dan penuh luka."
Bu Siti dan pak Imran bertambah syok kala melihat wajah putrinya Nadia yang penuh lebam dan luka. Lalu dia juga mengenakan baju seragam sekolah milik seorang pria, dan baju itu adalah baju Marvel, yang terpaksa Jo kenakan kepada adiknya, karena baju adiknya sudah robek tidak karuan.
Lalu Jo pun menarik tangan bapak dan ibunya, wajahnya tidak menampilkan ekspresi apapun. Entah apa yang harus dia jelaskan atas kejadian yang menimpa dia dan adiknya beberapa jam yang lalu. Tapi dia harus mengatakan kepada kedua orang tuanya. Agar kedua orang tuanya dapat membantu dirinya.
"Bapak, ibu. Ayo kita masuk. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan." ajak Jo kepada kedua orang tuanya.
Setelah masuk ke dalam rumah, Jo menyuruh bapaknya untuk mengunci pintu yang terbuat dari tripek itu. Lalu pak Imran mengikuti perintah putranya. Dan setelah itu kembali duduk di atas kursi yang sudah jelek yang ada di ruang tamu.
Tak lama kemudian, Jo terlihat meneteskan air mata, dia berlutut tepat di hadapan ibunya.
"Ada apa? Kenapa kau seperti ini nak?" tanya ibu Siti menjadi panik.
Begitu juga dengan Nadia. Dia ikut menangis sangat menyedihkan. Melihat kehancuran yang kakaknya alami. Sedangkan kedua orang itu merasa keheranan, sebenarnya ada apa dengan putra dan putri mereka.
"Nak, ada apa? Coba katakan kepada bapak dan ibu? Kenapa kalian berdua sama sama menangis seperti ini?" tanya pak Imran memeluk tubuh Nadia ke dalam pelukannya.
Tak lama berselang, Jo pun mendongakkan wajahnya, sambil menatap wajah sang ibu. Setelah itu, Jo menceritakan semua kejadian yang menimpa mereka berdua.
Mendengar cerita dari Jo. Membuat pak Imran dan bu Siti menjadi sangat terkejut. Bagaimana mungkin ada sekelompok pemuda yang begitu jahat kepada kedua anak mereka.
"Ya Tuhan.....! Cobaan apa lagi yang engkau berikan kepada kami Tuhan!" teriak ibu Siti berlinang air mata.
Jo langsung luruh dari berlututnya, dia duduk di atas lantai dengan keadaan yang sudah tidak bertenaga. Sungguh di dalam hatinya tersimpan rasa takut yang amat sangat besar. Bagaimana jika benar, dia yang akan menjadi tersangka dari kematian teman sekelas nya itu.
Sedangkan saat ini, Jo yakin, bahwa mayat Dimas yang tergeletak di basecamp milik Marvel, masih akan tetap berada di sana sampai esok hari tiba. Jo benar-benar frustasi. Tubuhnya menjadi mengigil dan keringat dingin langsung membasahi seluruh tubuhnya.
"Hiks... Hiks...! Tolong Jo bu, pak, Jo takut!" seru Jo sambil memeluk kedua lututnya.
Melihat kesedihan dan kepanikan yang dialami oleh putra mereka, membuat pak Imran dan bu Siti semakin meneteskan air mata. Dengan cepat, ibu Siti memeluk tubuh Jo erat.
"Nak..! Jangan takut, kau tidak bersalah dalam hal ini. Bukan kau yang membunuh teman sekelas mu itu nak."
"Tapi, aku telah memegang pisau itu bu. Aku takut mereka memfitnah ku dan menjadikan ku sebagai tersangka."
"Kak..! Aku yakin kakak akan aman, kita bisa kembali menuntut mereka semua, karena mereka hampir memperkosa ku kak. Aku siap menjadi saksi untuk membela kakak." timpal Nadia langsung berlutut di samping tubuh Jo.
Lalu ke empat orang berbeda usia itu langsung menangis bersama sama. Entah cobaan apa yang diberikan kepada mereka. Sepertinya Tuhan belum puas dengan kemiskinan yang mereka jalani selama ini. Dan Tuhan kembali menguji dengan ujian yang begitu berat.
"Jangan takut nak. Bapak akan berusaha keras untuk menyelamatkan kamu. Kau tidak bersalah, dan orang tidak bersalah tidak boleh di hukum." ucap pak Imran berusaha meyakinkan Jo, agar bisa menjadi lebih tenang.
****
Sedangkan di rumah mewah, milik seorang pengusaha terkenal, terlihat seorang pemuda yang berpenampilan berantakan, baru saja masuk ke dalam rumah mewah itu.
Tuan Arlan, selaku ayah dari pemuda tersebut langsung memanggil putranya yang telah terlambat tiba di rumah.
"Marvel......! Ada apa denganmu? Kenapa kau tidak memakai baju seperti ini? Dan kenapa juga kau telat pulang Marvel?" tanya tuan Arlan menatap lekat kearah putranya.
Mendapat pertanyaan dari sang papa, Marvel langsung membalas tatapan papanya itu. Dia harus secepatnya menceritakan apa yang telah dia lakukan. Agar papanya dapat membantu dirinya.
"Lalu kenapa juga dengan wajahmu Marvel? Apakah kau habis berkelahi?" tanya Tuan Arlan kembali sambil menyentuh pipi Marvel.
Marvel memegang tangan papanya erat, lalu bersujud di bawah kaki papanya.
"Pa..! Tolong aku pa, tolong selamatkan aku. Aku telah membunuh Dimas pa."
"Apa.... ! Jangan bercanda kau Marvel!" bentak Tuan Arlan membulatkan kedua bola matanya.
Marvel langsung bangkit berdiri, lalu dia menceritakan kejadian yang sudah dia rekayasa dengan sedemikian rupa. Marvel mengatakan, bahwa Jo adalah dalang di balik pembuhan ini, dia yang menyebabkan dirinya harus menggunakan senjata tajam.
Mendengar penjelasan dari putranya, membuat Tuan Arlan menjadi gusar, dia berkali-kali meraup wajahnya kasar, karena merasa sangat panik.
"Kurang ajar..! Kenapa kau bisa seceroboh ini Marvel! Apakah kau tahu, kalau perbuatan mu ini dapat merusak nama baikku. Apa kata orang, kalau mereka tahu, bahwa anak dari pemilik sekolah Dharma Wangsa adalah seorang pembunuh! Aku tidak sudi menerima itu semua Marvel..!" bentak Tuan Arlan dengan suara yang menggelegar.
Lalu Marvel pun kembali memohon dan meminta maaf kepada papa nya. Dia juga tidak mau, di nyatakan sebagai pembunuh dan mendekam di dalam penjara.
"Pa..! Tapi barang bukti itu sempat aku berikan ke tangan Jo pa. Jadi dapat dipastikan, bahwa sidik jari milik Jo telah melekat di barang bukti tersebut."
Mendengar perkataan Marvel, membuat Tuan Arlan berpikir keras. Kalau begini dia bisa memaafkan keadaan yang ada.
"Ya sudah, serahkan semuanya kepada papa. Papa jamin kau aman, besok pagi kau akan melihat apa yang terjadi kepada Jo si murid paling teladan di sekolah kita." ucap Tuan Arlan meyakinkan putranya.
Marvel tersenyum senang, lalu dia menghambur memeluk tubuh papanya itu.
"Terimakasih pa. Kau adalah ayah terbaik di dunia ini." puji Marvel membuat Tuan Arlan ikut tersenyum.
Dengan menggunakan kekuasaan yang dia miliki, tentu saja Tuan Arlan dapat melakukan apapun yang dia inginkan. Jangankan hukum, kesalahan yang terjadi pun bisa dia balik menjadi sebuah kebenaran, tentunya dengan menggunakan uang yang dia miliki.