Rafael Graziano Frederick, seorang dokter spesialis bedah, tak menyangka bahwa ia bisa kembali bertemu dengan seorang gadis yang dulu selalu menempel dan menginginkan perhatiannya.
Namun, pertemuannya kali ini sangatlah berbeda karena gadis manja itu telah berubah mandiri, bahkan tak membutuhkan perhatiannya lagi.
Mirelle Kyler, gadis manja yang sejak kecil selalu ingin berada di dekat Rafael, kini telah berubah menjadi gadis mandiri yang luar biasa. Ia tergabung dalam pasukan khusus dan menjadi seorang sniper.
Pertemuan keduanya dalam sebuah medan pertempuran guna misi perdamaian, membuat Rafael terus mencoba mendekati gadis yang bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya lagi. Akankah Mirelle kembali meminta perhatian dari Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMBUATMU BERTEKUK LUTUT
Mendengar ucapan Marco, membuat Rafael justru bingung dan penuh rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Ia langsung naik ke atas sepeda motornya dan melajukannya ke Kediaman Keluarga Kyler.
"Siang, Uncle!" sapa Rafael pada seorang penjaga keamanan di Kediaman Kyler.
Petugas tersebut yang sudah mengenal Rafael dengan baik, membukakan pintu pagar dan mempersilakan Rafael untuk masuk.
"Marco ada, Uncle?" tanya Rafael.
"Ada."
"Aunty Lea?" tanya Rafael lagi.
"Nyonya sedang pergi ke luar negeri bersama Tuan. Mereka baru berangkat tadi pagi," jawab petugas tersebut.
"Aku masuk dulu, Uncle."
Rafael yang telah memarkirkan kendaraannya, langsung melangkah masuk. Saat ia memasuki pintu utama Kediaman Kyler, suasana rumah tersebut terasa berbeda. Kosong dan sepi, itulah yang ia rasakan. Meski ia jarang datang karena malas bertemu dengan Mirelle, tapi ia langsung merasakan perbedaannya.
Marco yang mengetahui kedatangan Rafael pun keluar daru kamar tidurnya.
"Akhirnya kamu datang juga," ucap Marco.
"Kenapa rumahmu sepi sekali?" tanya Rafael.
"Tapi kamu suka kan jika suasana rumahku seperti ini," jawab Marco yang tanpa sengaja telah menyindir Rafael.
Ntah mengapa sejak Mirelle memutuskan untuk pergi, Marco menjadi lebih kesal dengan Rafael, kesal yang amat sangat.
"Ke mana semua?" tanya Rafael.
"Pergi," singkat, padat, dan jelas. Marco memang tak berniat menjelaskan apapun pada Rafael.
Rafael sebenarnya sangat penasaran dengan keberadaan Mirelle. Biasanya gadis itu akan langsung menghampiri dirinya ketika mengetahui kedatangannya. Namun kini, bayangannya saja tak terlihat.
"Untuk apa kamu mencarinya, Raf. Bukankah seperti ini bagus? Ia tak akan mengganggumu lagi." batin Rafael.
"Kita ke cafe biasa yuk, Mar. Sudah lama kita tak berkumpul. Aku akan menghubungi Yasa," ucap Rafael.
"Aku malas, Raf. Tak ada siapa pun di rumah, jadi aku tak ingin ke mana mana," ucap Marco.
"Kalau begitu aku akan mengajak Yasa saja ke sini, bagaimana?"
"Terserah padamu saja," jawab Marco.
Rafael langsung menghubungi Yasa dan memintanya datang ke Kediaman Marco. Siapa tahu dengan kedatangan Yasa, sahabatnya itu bisa mencari tahu keberadaan Mirelle yang jujur saja membuatnya penasaran.
*****
"Huaaaaa!!!!" Mirelle melepaskan teriakan ke arah pemandangan yang begitu hijau. Ya, sebelum ia benar benar masuk sekolah, ia akan menikmati liburannya dulu. Meskipun hanya dua sampai tiga hari, tapi ia merasa lebih tenang.
"Kamu bisaaa Elle!!!" teriak Mirelle sekali lagi, sebelum akhirnya terukir sebuah senyuman di wajahnya.
Mungkin sudah saatnya ia melepaskan semuarasa cintanya pada Rafael. Sejak kecil hingga besar, ia meletakkan harapannya pada sosok seorang pria bernama Rafael. Namun siapa sangka ternyata tak pernah berbalas dan bahkan mengetahui kebenaran yang begitu menyakitkan hatinya.
Mirelle tersenyum menatap pemandangan hijau di hadapannya. Ia menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya. Ia menyewa sebuah bungalow kecil yang berada persis di belakangnya.
"Siapa dia?" mata Mirelle menangkap sosok seseorang yang sedang mengendap endap di antara bungalow miliknya dan milik sebelahnya, dengan pakaian berwarna hitam.
Dengan perlahan, Mirelle bangkit dari duduknya. Ia melangkah tanpa suara ke bungalow miliknya. Mirelle mengintip dan ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh sosok berbaju hitam itu.
Matanya membulat ketika melihat bahwa sosok tersebut memegang senjata.
"Apa ia berniat membunuh seseorang?" gumam Mirelle.
Sering menemani kakaknya menonton film film bertema kepolisian, penjara, dan detektif, membuat jiwa Mirelle meronta ronta untuk mempraktekkannya.
Bugggg
Mirelle melompat dan langsung menghantam sosok berpakaian hitam tersebut, "Kena kamu!"
"Aduhhh!!" namun, bukan sosok itu yang kesakitan, melainkan Mirelle. Dengan mudahnya sosok tersebut menghindar, bahkan kini meletakkan senjatanya di depan wajah Mirelle.
"Mati aku!" batin Mirelle.
"Dasar pengganggu!" ucap sosok tersebut yang hanya memperlihatkan matanya saja.
"Kamu berniat membunuh hah?! Kamu gila!" teriak Mirelle, yang membuat orang tersebut langsung membungkam mulut Mirelle dengan tangannya, kemudian memukul Mirelle hingga tak sadarkan diri.
Ntah apa yang membuat Mirelle menjadi sok jagoan seperti saat ini. Biasanya ia akan menjadi gadis manja dan berlindung di balik kakaknya Marco, atau ia gunakan untuk mencari perhatian Rafael.
*****
"Tumben kamu memanggilku ke sini. Biasanya kamu paling malas kalau ngumpul di rumah Marco," ujar Yasa.
Biasanya mereka memang bertemu di Kediaman Rafael, atau di cafe. Yasa mulai menautkan kedua alisnya ketika merasa ada sesuatu yang berbeda.
"Di mana Mirelle?" tanya Yasa pada akhirnya. Dan ... Pertanyaan itulah yang sejak tadi Rafael harapkan keluar dari mulut sahabatnya itu.
"Pergi," jawab Marco yang sedang bermain dengan ponselnya. Sejak tadi ia mengirimkan pesan untuk adiknya itu, tapi tak ada satu pun yang dibaca.
"Sedang apa sih dia?" gumam Marco.
"Kamu bilang apa?" tanya Rafael.
"Tak ada," jawab Marco.
"Pergi ke mana, Mar? Aku kangen loh ini denger suaranya," ujar Yasa.
Namun, tak ada jawaban yang keluar dari bibir Marco, tak satu kata pun. Hal itu tentu saja semakin membuat Rafael semakin penasaran.
"Uncle dan Aunty pergi ke mana?" tanya Yasa lagi.
"Italia," jawab Marco singkat dan masih terus menatap layar ponselnya.
"Italia? Apa mungkin Mirelle ikut pergi karena sedang masa liburan?" batin Rafael.
Tak ada kegiatan yang ketiganya lakukan. Mereka hanya duduk rebahan sambil memainkan ponselnya masing masing.
"Aku balik dulu ya, mau kerja," ucap Yasa yang bekerja di sebuah cafe dan mendapatkan shift malam hari ini.
"Aku pulang juga kalau begitu," ucap Rafael.
Marco tak bergeming, ia hanya melambaikan tangannya dan beberapa kali berdecak kesal karena Mirelle masih saja tak membalas pesan singkatnya yang sudah berpuluh puluh bahkan ratusan itu.
Rafael yang pulang dengan mengendarai motornya, berhenti di sebuah minimarket. Ia masuk dan berencana membeli sebotol minuman dingin.
"Kak Rafael!" panggil seseorang yang tak lain adalah Marsha.
Rafael menghela nafasnya pelan karena merasa telah berhenti di minimarket yang salah.
"Aku merindukanmu, Kak. Bagaimana kalau kita jadi kekasih lagi? Satu minggu. Nanti aku yang akan membayar kakak," ucap Marsha.
Rafael menghempaskan tangan Marsha, "Aku tak perlu uangmu dan aku tak ingin memiliki hubungan apapun lagi denganmu."
"Kok kakak ngomongnya gitu? Aku sudah rela rela mengkhianati Mirelle, tapi ternyata kakak orang yang tak tahu berterima kasih," ucap Marsha.
"Tak tahu berterima kasih? Aku membayarmu dan kamu menerimanya. Kamu juga sepakat dengan perjanjian yang kita buat. Jangan mengharapkan lebih dari sesuatu yang tak akan pernah terjadi," Rafael langsung keluar dari minimarket itu setelah membayar minumannya.
Sementara itu, Marsha mengepalkan tangannya marah. Ia menatap kepergian Rafael dengan rasa kesal di dalam da da nya.
"Lihat saja nanti, aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku, Rafael Graziano Frederick!"
🧡 🧡 🧡
alurnya juha bagus banget....👍🏻👍🏻