NovelToon NovelToon
JANGAN MADU AKU GUS

JANGAN MADU AKU GUS

Status: tamat
Genre:Tamat / Poligami / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Pihak Ketiga
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: HANA ADACHI

🏆🏅 Juara Harapan Baru YAAW Season 10🥳

Kalau nggak suka, skip saja! Jangan kasih bintang satu! Please! 🙏🙏

Hafsa tidak menyangka bahwa pernikahannya dengan Gus Sahil akan menjadi bencana.

Pada malam pertama, saat semua pengantin seharusnya bahagia karena bisa berdua dengan orang tercinta, Hafsa malah mendapatkan kenyataan pahit bahwa hati Sahil tidak untuknya.

Hafsa berusaha menjadi istri yang paling baik, tapi Sahil justru berniat menghadirkan wanita lain dalam bahtera rumah tangga mereka.

Bagaimana nasib pernikahan tanpa cinta mereka? Akankah Hafsa akan menyerah, atau terus berjuang untuk mendapatkan cinta dari suaminya?

Ikuti terus cerita ini untuk tahu bagaimana perjuangan Hafsa mencairkan hati beku Gus Sahil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4. Namanya Roha

Adzan Maghrib berkumandang saat acara ngunduh mantu benar-benar selesai. Para tamu undangan sudah pulang ke kediaman masing-masing. Menyisakan beberapa anggota keluarga yang masih menginap karena rumahnya berada di luar pulau. Suasana di dalam pesantren tiba-tiba saja berubah sunyi, hanya tersisa beberapa orang santri membersihkan lokasi.

Hafsa segera membersihkan diri, mandi dan berganti pakaian tidur. Dia belum sempat membereskan barang bawaannya. Sudah terlalu capek. Biarlah besok ia minta bantuan kepada mbak santri untuk ikut beberes.

Tidak lupa, Hafsa turut menyiapkan handuk bersih dan pakaian ganti untuk Gus Sahil. Mau bagaimanapun, Gus Sahil adalah suaminya. Mau laki-laki itu bilang tidak mencintainya pun, dia tetap suaminya yang sah dalam agama.Maka sudah menjadi kewajibannya sebagai istri untuk menyiapkan keperluan suaminya. Setelah selesai, Hafsa segera mengenakan mukena, bersiap sholat berjamaah dengan para santri.

"Umi mau ikut sholat jamaah?" Hafsa bertanya saat mendapati Umi Zahra duduk di sofa ruang tamu, sudah menggunakan mukena.

"Iya, ini masih nunggu Mbak Roha buat nuntun Umi Nduk,"

"Saya tuntun saja Mi," Hafsa menawarkan.

"Aduh jangan, nanti kamu nggak kuat. Umi itu berat loh,"

"InsyaAllah bisa kok Mi," Hafsa perlahan memapah Umi Zahra untuk beranjak dari atas sofa. Celakanya, keseimbangan Hafsa rupanya masih belum siap menerima beban badan Umi Zahra. Jadilah badan mereka berdua sedikit terhuyung ke belakang.

"Saya saja Ning," untungnya sebuah tangan lembut segera terulur menahan badan mereka berdua agar tidak jatuh, lalu dengan cekatan menggantikan posisi Hafsa.

Hafsa tertegun. Wanita itu adalah santriwati yang sejak tadi selalu diperhatikan oleh Gus Sahil. Santriwati yang memang selalu mendampingi Umi Zahra kemana-mana.

"Kenalin, ini Roha Nduk," Umi Zahra memperkenalkan. "Nama lengkapnya Salma Rohayah. Dia sudah mengabdi disini sejak tiga tahun yang lalu. Dia yang urus segala keperluan Umi selama ini,"

"Salam kenal ning," Roha tersenyum memperkenalkan diri.

Hafsa hanya menganggukkan kepala tanpa sempat menjawab apapun. Pandangannya kemudian sibuk memperhatikan Roha yang menuntun Umi Zahra menuju aula sambil mengikuti dari belakang. Di pesantren ini, sholat jamaah memang bukan dilakukan di masjid, tapi di aula pesantren.

Sampai di aula, Roha segera menuntun Umi Zahra duduk di kursi yang sudah disediakan. Kursi itu sepertinya memang sudah dipersiapkan untuk Umi Zahra supaya mempermudah beliau dalam melaksanakan sholat. Hafsa menggelar sajadah di samping kiri beliau, dan Roha di sisi kanan.

Dari balik satir, Hafsa bisa mendengar suara Gus Sahil yang mengobrol dengan Abah Baharuddin. Abah meminta Gus Sahil untuk menjadi imam sholat, sementara Gus Sahil yang merasa sungkan mempersilahkan abahnya untuk maju.

(satir: kain pembatas untuk jamaah laki-laki dan perempuan)

Hafsa diam-diam melirik ke arah kanan. Melirik ke arah Roha. Kira-kira, bagaimana reaksi gadis itu kala mendengar suara Gus Sahil? Tapi rupanya itu hanya prasangkanya saja, gadis itu terlihat masih khusyuk memutar tasbih, berdzikir.

Astaghfirullah. Hafsa buru-buru beristighfar. kecurigaannya barusan membuat ia jadi berpikir yang tidak-tidak. Padahal itu semua hanya asumsinya belaka, kenapa pula dia sampai berbuat seperti itu? Hafsa segera berdiri. Iqomah sudah dikumandangkan. Gus Sahil yang akan menjadi imam sholat magrib kali ini.

...----------------...

Handuk dan pakaian bersih yang masih terlipat rapi di atas kasur jelas membuat kening Hafsa berkerut. Kenapa benda-benda itu masih ada disini? Apa Gus Sahil tidak memakainya?

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Gus Sahil masuk dengan mengenakan baju koko berwarna putih.

"Saya sudah siapkan handuk dan pakaian ganti untuk Gus," Hafsa mencoba membuka percakapan. "Tapi sepertinya tadi njenengan nggak lihat karena barangnya masih ada disini,"

"Oh, tadi aku sudah lihat," jawab Gus Sahil acuh tak acuh. "Cuma aku lebih suka baju putih untuk sholat. Kalau warnanya hitam, rasanya tidak pas,"

"Kalau begitu, Gus sekarang mau ganti baju untuk tidur? Saya akan siapkan—"

"Ndak usah," Gus Sahil cepat-cepat menggeleng. "Nanti aku tanya Roha,"

Deg. Jantung Hafsa terasa terhempas ke tanah. Kenapa pula nama perempuan itu disebut sekarang?

"Saya saja yang tanya Gus,"

"Nggak usah. Memang kamu tau aku mau pakai baju apa?"

"Memang Gus mau pakai baju yang mana? Nanti saya ambilkan,"

"Nggak usah. Kamu pasti capek. Istirahat saja,"

Seperti biasa, tanpa menunggu Hafsa menjawab, Gus Sahil cepat-cepat keluar dari kamar, menutup pintu rapat-rapat. Meninggalkan Hafsa yang lagi-lagi hanya tertegun, tidak tau mau berkata apa.

...----------------...

Gus Sahil melangkahkan kakinya menuju area belakang ndalem, tempat para santri abdi ndalem beraktivitas di sana.

Abdi ndalem adalah sebutan bagi para santri yang dengan sukarela membantu keluarga kyai untuk bersih-bersih. Ada yang bertugas mencuci, menyetrika, memasak, menyapu lantai, dan lain-lain. Biasanya para santri yang seperti itu akan diberikan keringanan biaya selama tinggal di pesantren tersebut.

Gus Sahil berjalan mendekati beberapa santri putri yang sedang sibuk mengiris bawang. Mencari-cari seseorang.

"Mbak Roha kemana mbak?" tanya Gus Sahil pada salah satu santri.

"Eh, tadi masih di asrama belakang Gus,"

"Tolong panggilkan. Bilang aku mau ambil baju yang sudah disetrika,"

Santri itu segera beranjak, mencari Mbak Roha seperti yang diperintahkan. Beberapa menit kemudian, santri itu kembali datang sendirian.

"Loh Mbak Roha mana?" Gus Sahil bertanya dengan nada menuntut.

"Ngapunten Gus. Mbak Roha masih gantikan guru ngaji fiqih yang tidak masuk. Katanya bajunya sudah ada di lemari njenengan,"

(ngapunten: maaf)

Raut wajah Gus Sahil seketika terlihat masam. Tapi tentu saja ia tidak bisa menyalahkan siapapun.

"Ya sudah," ucapnya sembari kembali masuk ke rumah.

Saat pintu kamar terbuka, ia terkejut saat melihat istrinya tengah membuka pakaiannya, menampilkan sedikit kulit punggungnya yang putih dan mulus.

"Astaghfirullah!" Gus Sahil buru-buru menutup pintu. "Kamu ngapain sih buka-buka baju?!"

"Maaf Gus," Hafsa yang sama terkejutnya segera merapatkan kembali pakaiannya. "Saya cuma mau ganti baju tidur yang agak tipis karena cuacanya panas sekali,"

"Ya ganti bajunya di dalam kamar mandi lah!" omel Gus Sahil. "Kalau ada yang lihat bagaimana?!"

" Tapi kan, Gus itu suami saya.."

"Ck! Sudahlah! Kamu mau ganti baju apa nggak?! Aku mau masuk ambil bajuku di lemari!"

"Sudah Gus. Silahkan masuk saja,"

Gus Sahil membuka pintu kamar pelan-pelan. Satu tangannya menutup mata, mengintip takut-takut.

"Tidak usah ditutupi Gus, saya sudah pakai baju,"

Gus Sahil menurunkannya tangannya. Benar saja, Hafsa sudah memakai kembali pakaiannya, lengkap dengan hijab tersampir di kepala.

Gus Sahil buru-buru menuju ke arah lemari, segera menemukan pakaian yang ia cari.

"Lain kali, kalau di rumah tetap pakai kerudung saja. Di rumah ini nggak cuma ada kamu soalnya,"

"Njeh Gus,"

"Ya sudah, aku mau ganti baju. Sekarang gantian kamu yang keluar,"

Tanpa menjawab apa-apa, Hafsa segera keluar dari kamar. Kali ini balas menutup pintu dengan agak keras, meninggalkan suara berdebam.

"Astaghfirullah, kaget aku!" Gus Sahil mengusap-usap dadanya. "Kenapa kasar sekali nutup pintunya, seperti lagi marah saja,"

Gus Sahil menggeleng-gelengkan kepala, melanjutkan aktivitasnya berganti baju.

"Apa jangan-jangan, dia memang marah?"

1
Dewi Oktavia
sumpah baca y sedikit kesel jika punya suami macam tuh
Dewi Oktavia
sakit y di dada
Dewi Oktavia
ngeri loh,,,,jika suami tak bisa membahagiakan istri malah menyakiti hati dan cinta seorang istri ke suami y.
Dewi Oktavia
sadis x ,baru mulai baca
Murci Sukmana
Luar biasa
Arin
/Heart/
Anita Candra Dewi
klo ak lgsg tak ganti yg serupa😅
bibuk duo nan
😭😭😭😭
ALNAZTRA ILMU
sini aku tak tahan🥺🥺🥺
ALNAZTRA ILMU
knp tidak dari dulu buat program hamil.. tapi terburu2 carikan suaminya isteri baru sok kuat
ALNAZTRA ILMU
ini agak biadab ya.. sepatutnya, jangan suka ganggu
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣wahhh
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣
ALNAZTRA ILMU
berat ya ujian nya
ALNAZTRA ILMU
mundur saja
Izza Nabila
Luar biasa
PURPLEDEE ( ig: _deepurple )
hafsa kasian bnget😭
PURPLEDEE ( ig: _deepurple )
hai kak maaf bru mampir🤗
May Keisya
kamu nikah lagi karna nafsu dan mendzolimi istri...paham agama yg ky gmn Gus???
May Keisya
dia tambah setress gesrek egois😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!