JANGAN MADU AKU GUS

JANGAN MADU AKU GUS

1. Aku Tidak Mencintaimu

"Aku mungkin bisa memenuhi kewajibanku sebagai seorang suami. Tapi untuk hatiku, aku tidak bisa memberikannya,"

Senyum Hafsa yang semenit lalu masih tersemat lebar seketika memudar, demi mendengar perkataan ketus laki-laki yang baru semalam menjadi suaminya itu.

"Maksud njenengan bagaimana Gus?"

"Singkatnya, aku punya wanita lain yang ada dihatiku Sa," suara Gus Sahil terdengar tegas. "Aku tidak bisa lagi memberikan rasa cintaku padamu,"

"Tapi, saya istri njenengan Gus," Hafsa mati-matian menahan getar tangis pada suaranya. "Bagaimana kita bisa menjalani pernikahan ini kalau tidak ada cinta?"

"Dari awal, aku menikah sama kamu itu bukan karena cinta," Gus Sahil mengacak rambut gondrongnya gusar. "Kalau bukan karena Abah dan Umik yang menjodohkan kita, aku tidak akan menikah sama kamu,"

"Lalu, kenapa njenengan tidak menolak dari awal Gus?" Hafsa menggelengkan kepala, tidak habis pikir. "Kenapa baru sekarang? Kenapa harus di malam pertama kita?"

"Kalau bisa, pasti sudah kutolak!" intonasi Gus Sahil meninggi. "Abah dan Umik tidak bertanya padaku sama sekali, tiba-tiba aku sudah diajak pergi ke rumahmu, tiba-tiba disuruh melamar! Bagaimana bisa aku menolak?!"

Napas Gus Sahil terdengar naik turun, meredam emosi.

"Pokoknya, jangan pernah mengharapkan perasaan apapun padaku. Aku mungkin bisa melakukan kewajibanku sebagai seorang suami, tapi hanya sebatas itu. Selebihnya, aku tidak bisa bertanggungjawab,"

Habis berkata begitu, bahkan tanpa repot-repot memandang wajah Hafsa yang sudah dirias begitu cantik, Gus Sahil keluar dari kamar, meninggalkan suara pintu berdebam.

Usai kepergian suaminya, Hafsa lantas jatuh terduduk. Kakinya terasa lemas. Ya Alloh, apa yang barusan terjadi? Bagaimana hal menyakitkan ini bisa terjadi tepat di malam setelah pernikahan?

Hafsa mencoba mengingat-ingat, dari mana semua ini terasa salah?

Seingatnya, pertemuan pertamanya dengan Gus Sahil terasa indah. Saat acara pengajian di pondok pesantrennya, Gus Sahil datang bersama keluarga besar. Saling mengenalkan. Ini Hafsa, ini Sahil. Gus Sahil tersenyum, dan saat itu Hafsa merasa terhipnotis dengan senyum indahnya.

Ah, apa saat itu Gus Sahil sebenarnya hanya pura-pura tersenyum? Berusaha menjaga kesopanan di depan seluruh keluarga?

Lalu, sebulan yang lalu, saat Gus Sahil datang melamarnya. Bukankah saat itu senyum Gus Sahil terlihat sumringah? Malu-malu saat ditanya apakah mau menikahi Hafsa? Ah, apa itu juga hanya perasaannya sendiri? Mungkinkah sebenarnya saat itu Gus Sahil tersenyum pahit karena harus dijodohkan dengannya?

Lalu, apa gunanya senyum malu-malu Hafsa saat itu? Apa gunanya ia menghitung hari, menghitung detik demi detik hari pernikahannya? Apa gunanya ia memilih gaun terbaik, seharian mengelilingi kota, pindah dari butik satu ke butik lain, membuat semua orang repot? apa gunanya ia bangun pukul empat dini hari tadi, terkantuk-kantuk menahan diri demi merias wajah agar cantik seharian?

Ah, Gus Sahil juga pasti tidak tahu kalau Hafsa sudah merencanakan seluruh perjalanan bulan madu mereka, berusaha menjadikannya bulan madu terbaik seumur hidup.

Tapi, sekarang apa gunanya itu semua? Lihatlah, mobil-mobil masih berjajar terparkir di luar sana. Tamu undangan yang sebagian besar para pimpinan pondok pesantren datang ke pesantrennya, memberikan kado terbaik, doa terbaik. Tenda-tenda besar masih terpasang, tanda acara belum usai. Para santri dengan giat membersihkan bekas lokasi pesta pernikahan, merasa suka cita karena putri sang pimpinan pondok akhirnya diambil mantu. Tidak peduli jika waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam.

Tapi, itu semua percuma. Hafsa, yang seharusnya menjadi wanita paling bahagia, malam ini harus menahan duka, menangis sejadi-jadinya.

***

"Loh, Gus? Kok njenengan ada disini?"

Gus Sahil buru-buru menempelkan telunjuk pada bibirnya, mengisyaratkan diam. "Jangan keras-keras ngomongnya Brur,"

Mabrur, santri sekaligus sopir pribadi di pesantren Gus Sahil seketika merapatkan bibir, menuruti titah sang gus.

"Gus ngapain kesini malem-malem? Kok nggak di kamarnya Ning Hafsa?"

"Hush, aku malam ini nggak tidur di sana,"

"Lo emang kenapa Gus?"

"Sudah, ndak usah kepo! Mana kunci mobilnya?"

"Gus mau kemana malem-malem begini?"

"Nggak kemana-mana, cuma mau tidur di mobil,"

"Eh, jangan Gus!" Mabrur buru-buru menarik kembali kunci mobil yang sudah hampir ia ulurkan. "Dingin Gus, Gus tidur di ndalem saja,"

(ndalem \= rumah kyai)

"Nggak bisa Brur," Gus Sahil mulai kesal. "Sudah, cepat kasih kunci mobilnya sini," Gus Sahil merebut kunci mobil dengan cepat. Mabrur berusaha menariknya kembali. Gus Sahil tidak menyerah, ia menarik kembali kunci itu sekuat tenaga.

"Hil?" sayangnya, adegan tarik menarik kunci itu dengan cepat berhenti. Gus Sahil menoleh, beberapa rombongan kyai tampak berjalan ke arah ndalem, mungkin habis berkeliling melihat-lihat keadaan para santri.

"Eh, iya Bah," Gus Sahil buru-buru menyalami Abah Ali, mertuanya.

"Barokallah mantuku," Abah Ali terkekeh. "Loh, kenapa kok disini? Belum ngantuk toh?"

"Eh, itu tadi mau ambil barang di mobil Bah," Gus Sahil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencari-cari alasan.

"Ya sudah, cepat di ambil itu barangnya, jangan biarkan istrimu sendirian di kamar,"

"Njeh Bah,"

"Mungkin masih malu Yai, namanya juga pengantin baru,"

Celetukan tersebut lantas mengundang gelak tawa semua orang, disusul celetukan godaan lainnya. Gus Sahil hanya bisa tersenyum simpul, lalu tanpa sempat mengambil kembali kunci mobil yang sudah disimpan Mabrur, kembali ke ndalem dengan dituntun sang mertua

Di depan pintu kamar, Gus Sahil merasa kikuk. Ia terdiam cukup lama. Bagaimana dirinya bisa masuk ke dalam kamar lagi setelah mengucapkan kata-kata yang cukup kasar pada istrinya? Ia menyadari perkataannya mungkin sangat menyakiti hati. Tapi ia tidak ingin membuat janji yang tidak dapat ia tepati. Ia ingin Hafsa mengetahui dengan jelas bagaimana perasaannya yang sebenarnya.

Gus Sahil mengetuk pintu perlahan, tidak ada jawaban. Mungkin Hafsa sudah tidur. Ia memberanikan diri membuka pintu. Sepi. Hanya terdengar suara dengkur halus seorang wanita.

Gus Sahil mencoba melihat sekeliling ruangan dari cahaya lampu yang remang-remang. Baiklah, sepertinya karpet di lantai masih bisa menjadi tempat tidurnya. Tubuhnya sudah terlatih tidur dimana saja selama nyantri di pondok pesantren.

Gus Sahil dengan hati-hati meraih bantal di sebelah Hafsa yang tidak terpakai, melemparkannya ke lantai, lalu berbaring di sana. Bagaimanapun, ia tidak bisa menyentuh istrinya tanpa rasa cinta. Maka tidak mungkin bagi mereka berdua untuk tidur di atas kasur yang sama.

Sebelum memejamkan mata, Gus Sahil terlebih dulu membuka ponselnya. Membaca satu persatu ucapan selamat dari semua orang. Membalas mereka dengan ucapan terimakasih. Mengirim stiker lucu, menggoda teman-temannya yang masih jomblo. Jarinya kemudian berhenti lama pada sebuah chat. Balon pesannya cukup singkat, namun terasa menusuk ke hati yang terdalam.

"Barokallah Gus, semoga njenengan bahagia selamanya,"

Terpopuler

Comments

Eti Alifa

Eti Alifa

part pertama udah nyesek 😔

2024-10-05

0

Dewi Dama

Dewi Dama

pake bhs indonesua..thor...

2023-12-27

2

Bunga Syakila

Bunga Syakila

menyimak

2023-10-18

0

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!