Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama lebih dari 27 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#33
#33
Suara cekikikan dari ruang tamu membuat Diana bahagia, karena malam ini sang suami ada dirumah, padahal bukan akhir pekan seperti biasanya ketika ia pulang ke rumah.
“Papa diam dulu,” rengek Gwen pada sang papa.
“Kaki papa kesemutan,” jawab Fadly sedikit meringis, karena kakinya mulai mati rasa. Pria itu pun meluruskan kedua kakinya.
Gwen pun sedikit mengalah, setelah di rasa aman, gadis kecil itu kembali melanjutkan pijatannya. “Aduh …enak sekali pijatan anak Papa, pundak Papa gak pegal lagi sekarang,” puji Fadly.
Fadly memutar tubuhnya, ia memegang telapak tangan Gwen kemudian menciumnya, bahkan sengaja menggosokkannya di cambang, agar Gwen kegelian.
“Ahahahaha … geli, Pah.” Gwen terkikik geli sambil berusaha menarik tangannya.
“Biarin, Papa suka kalau kamu geli.” Fadly semakin menjadi, kini ia justru menggelitik perut Gwen.
“Udah Pa, beneran geli ini,” protes Gwen, sementara badannya berguling kesana-kemari.
Mendengar protes dari Gwen, Fadly pun menghentikan aksinya, “Sini, bobok sama Papa.” Fadly menarik Gwen mendekat ke arahnya. Didekap dan peluknya Gwen, kesibukan diluar rumah membuat Fadly jarang bisa mendekap Gwen seperti saat ini. Ditambah istrinya pun demikian, jadi makin kasihan Fadly di buatnya.
Beberapa menit kemudian, Diana datang dan bergabung dengan anak dan suaminya, wanita itu duduk di belakang punggung Fadly. “Sudah tidur?”
“Hmmm, langsung pulas.” Fadly mengusap kepala dan rambut Gwen.
“Kalau denganku dia tak pernah semanja itu,” gerutu Diana.
“Mungkin karena kalian sering bertemu saja, kalau denganku kan jarang bertemu.” Fadly memutar posisi tubuhnya. Ia memeluk pinggang Diana, kemudian menciumi perut wanita itu.
“Ayo, Kita punya bayi lagi,” pinta Fadly ditengah aktivitasnya.
Diana mencebik, kedua matanya pura-pura melotot, karena terkejut dengan ide suaminya. “Kamu pikir hamil dan melahirkan itu mudah?”
“Aku tahu itu tak mudah, tapi masa kita cuma punya anak 1 saja?” protes Fadly.
“Pekerjaanku cukup menyulitkan, kalau harus hamil dan melahirkan lagi.”
“Aku bisa menafkahimu, dan kita juga tak perlu tinggal berjauhan.” Dengan suara lembut, Fadly kembali mencoba meminta Diana berhenti dari pekerjaannya.
“Haruskah, kita membicarakan ini, aku tak mau bertengkar denganmu,” rengek Diana. Karena hampir bisa dipastikan bahwa mereka akan bertengkar, bila membicarakan soal pekerjaan dan menambah momongan.
“Baiklah, aku akan menunggu sampai kamu siap.” Fadly mencubit hidung Diana. Ia menggendong Diana untuk berpindah ke kamar mereka sendiri. Sehangat itulah sikap Fadly pada keluarganya.
•••
Tuan Adzkara, pengacara yang dipilih tuan Gusman segera bertindak cepat sesuai permintaan. Disisi lain, tuan Gusman juga memerintahkan orang-orang kepercayaannya untuk menyelidiki lebih lanjut tentang suami Marina.
Marina pin mulai menerima banyak pertanyaan dari tuan Adzkara, agar pria itu paham sepenuhnya tentang duduk permasalahan kliennya.
Farida pun sudah minta Marina untuk fokus dulu pada masalah pribadinya, urusan sambal dan lain-lain dia dan anak buah mereka yang menghandle untuk sementara waktu.
Disisi lain, nyonya Selina pun terus berusaha mencari-cari wanita yang paling pas versi dirinya, yang mana wanita itu kelak akan menjadi menantunya, mendampingi tuan Gusman.
Bukan sembarang kriteria ia pilih, hanya wanita-wanita tertentu saja yang masuk dalam daftar. Dan malam nanti setelah tuan Gusman pulang, ia akan menyerahkannya pada pria itu, agar dilihat dan diamati terlebih dahulu.
“Dia itu, mana sempat memikirkan calon istri, wong sehari-hari, hanya kerja, kerja, dan kerja. Tak ada hal lainnya.”
Sementara sang agen perjodohan hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan nyonya Selina.
“Yang ini, hapus dari daftar.” Nyonya Selina melempar satu foto dari tangannya.
Agen perjodohan nampak terkejut, padahal wanita itu cantik, dan memiliki spek paling menarik diantara yang lainnya. “Kenapa, Nyonya?”
Nyonya Selina meletakkan foto-foto diatas meja, ia membenahi rambut kemudian menyesap tehnya. “Bukankah aku sudah bilang padamu, calon menantuku tidak boleh lebih cantik, dan juga lebih pintar dariku.”
Kedua mata Nyonya Selina menatap wajah sang agen perjodohan, wajahnya tersenyum, namun auranya sungguh tak mengenakkan.
Rupanya sang ibu suri tak mau memiliki pesaing, karena itulah ia memilihkan calon istri yang biasa-biasa saja untuk anak tirinya.
“Baiklah, Nyonya, akan saya ingat baik-baik,” jawab sang agen perjodohan dengan gugup.
Malam harinya, tuan Gusman pulang lebih malam dari biasanya, dan ia sudah tak berminat menyantap makan malam, demi kesehatan.
Senyum nyonya Selina mengbang manakala melihat tuan Gusman memasuki rumah, namun kembali redup manakala melihat Agung mengiringi langkah pria itu.
“Selamat malam, Nyonya,” sapa Agung.
Namun wanita itu hanya melengos, ia kesal karena gagal menyapa dan memberi perhatian lebih pada tuan Gusman. “Aku buatkan juice, mau?”
“Letakkan di ruang kerjaku,” perintah tuan Gusman. Dengan patuh, Agung mengangguk, kemudian berjalan ke lantai atas tempat ruang kerja berada.
Ruangan tersebut tak bisa diakses sembarang orang, dan di rumah besar ini selain tuan Gusman, hanya Agung, dan sang kepala pelayan yang dipercaya tuan Gusman untuk mengakses ruangan. Selebihnya, tak ada yang bisa masuk kedalam ruangan tersebut, termasuk nyonya Selina.
“Tidak, terima kasih, Bu. Ini sudah terlalu malam, istirahatlah.” Hanya itu saja jawaban tuan Gusman.
“Baiklah, Aku mengerti.” Nyonya Selina menyerahkan sebuah amplop pada tuan Gusman.
“Apa ini, Bu?” tanya tuan Gusman.
“Dilihat dulu, barangkali ada yang cocok. Sudah terlalu lama Anna pergi, dan sudah saatnya kamu mencari pengganti.”
Tuan Gusman hanya diam, tak berminat menanggapi. “Nanti kulihat,” bohongnya, karena terlalu lelah untuk berdebat. Kemudian ia menaiki tangga menuju kamarnya.
“Istirahatlah, mimpi indah, ya.”
•••
Sepasang pria dan wanita tengah berjalan sempoyongan meninggalkan restoran. Rupanya sang pria sedang kewalahan memapah si wanita yang tengah dalam keadaan mabuk berat.
“Kamu menginap dimana?” tanya si pria.
Wanita itu tersenyum, namun matanya separuh terpejam. “Entah, aku tak punya rumah.” Jawaban wanita itu pun ngelantur.
Pria semakin kebingungan, padahal hari sudah sangat larut. Tanpa pikir panjang ia membawa wanita itu ke hotel terdekat dari restoran.
Setelah melakukan check in, pria itu menggendong si wanita yang sudah tak sadarkan diri.
Klik
Pengaman pintu sudah terbuka, pria itu dengan susah payah masuk ke kamar. Pelan-pelan ia membaringkan si wanita di tempat tidur, namun ketika hendak menjauh, lengan si wanita justru memeluk lehernya.
“Lepas, Aku sangat lelah,” tolak si pria.
“Kalau begitu, malam ini tidur saja denganku.” Sebuah undangan yang menggiurkan, dan pria normal tak mungkin menolak.
“Tidak.”
“Jahat, sekarang kamu jahat, kamu suka marah-marah, bahkan tak lagi mengerti aku,” rengek wanita itu.
“Siapa yang kamu maksud?” tanya si pria.
“Tentu saja kamu! Siapa lagi?” Pelukan si wanita kian erat, bahkan kini tubuh keduanya sudah menempel tanpa jarak sedikitpun.
Sonia belum tahu kamu kalau sekarang Marina menikah dengan orang kaya
. biar kapok diana.. duhhh knp q ikutan jahat😂😂😂
Buat Fadly kawin diam diam , biar nangis tu si Diana.