NovelToon NovelToon
FOREVER HATE YOU

FOREVER HATE YOU

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / One Night Stand
Popularitas:486.5k
Nilai: 4.7
Nama Author: Chyntia R

Jika ada yang paling dibenci oleh Brianna di dunia ini, itu adalah sosok lelaki bernama Arthur Matthews.

Arthur bukan hanya pria yang membully-nya di Universitas, tapi dia juga yang sudah menghancurkan hidup Brianna.

Lalu, apa jadinya jika mereka kembali dipertemukan dalam keadaan Brianna yang sudah berbeda? Apakah Arthur masih bisa bersikap semena-mena padanya? Atau justru ini adalah saat yang paling tepat untuk Brianna membalaskan dendamnya pada lelaki itu?

"Aku bukan lagi gadis yang dulu bisa kau injak-injak. Aku sudah menjadi wanita yang independen dan mampu melawanmu. Apapun yang terjadi, aku akan tetap membencimu, Arthur! Selamanya!" -Brianna Walton.

"Meski penampilanmu sudah berubah, tapi kau tetaplah Brianna yang dulu. Aku tidak sabar untuk kembali mengusik hidupmu karena kau adalah permainan yang selalu menyenangkan." -Arthur Matthews.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4. Chico

Suara deringan ponsel membuat Brianna buru-buru menerima panggilan tersebut, melupakan Arthur yang sudah memasuki ruangan Jane disana.

"Ada apa, Flo?" Brianna menyahut ponselnya.

"Uhm, kau sedang dimana, Bri?" tanya seseorang dari sebrang panggilan.

"Aku masih bekerja. Apa terjadi sesuatu?

"Bisakah kau pulang lebih cepat?"

Perasaan Brianna mendadak tidak enak. "Kenapa?" tanyanya menuntut jawaban Flo.

"Chico demam. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Sementara Zach juga masih berada dikantornya," jelas Flo.

"Ya Tuhan! Oke ... aku akan segera meminta izin pulang. Bisakah kau membawa Chico ke rumah sakit lebih dulu? Nanti kita bertemu disana saja," kata Brianna yang cukup panik.

"Ya, aku akan meminta bantuan Bibi Mira."

"Thank you, Flo."

Brianna segera mengurus izin pulangnya tanpa mengganggu pertemuan antara Jane dan Arthur. Untung saja pekerjaan hari ini sudah rampung sepenuhnya.

"Bri? Kau terburu-buru sekali?" Friska menyapa Brianna yang hampir meninggalkan lobby kantor.

"Ya, aku harus segera pulang." Brianna menyahut singkat.

"Apa ada yang tak beres?"

"Ada sedikit problem, aku harus segera pergi. Bye ..." Brianna berderap meninggalkan tempat bekerjanya tersebut.

Taksi mengantarkan Brianna sampai ke Rumah Sakit dimana Flo membawa Chico.

"Flo!!" Brianna sedikit berlari menuju Flo yang tampak gelisah.

"Syukurlah kau cepat tiba. Aku takut sekali, Bri," kata Flo dengan tampang khawatir.

"Apa kata dokter? Chico sakit apa?"

"Chico masih diperiksa didalam. Semoga saja tidak sakit yang serius karena Dokter curiga dia mengalami demam berdarah."

Brianna mengusap wajahnya sendiri. "Semoga saja itu tidak terjadi," ujarnya sambil meremass jari jemarinya sendiri. Brianna selalu melakukan hal itu jika dia panik.

"Ya, aku juga berharap Chico akan baik-baik saja."

Beberapa saat menunggu, akhirnya Dokter yang memeriksa keadaan Chico keluar, menyatakan tentang sakit yang dialami bocah berumur 3 tahun itu.

"Ada radang di telinganya, itu menyebabkan suhu tubuhnya meningkat. Selanjutnya Chico akan ditangani oleh Dokter spesialis THT agar pemulihannya lebih cepat."

"Terima kasih, Dokter."

Seperginya Dokter tersebut, Brianna dan Flo saling menatap dengan tatapan penuh kelegaan.

"Aku akan melihatnya didalam," kata Brianna merujuk pada ruangan Chico.

"Ya, ada baiknya kau segera menemuinya, dia menanyakanmu terus sejak kemarin."

Brianna mengangguk lesu, kemudian masuk ke dalam ruangan dimana Chico berada. Sedangkan Flo diminta Brianna untuk makan siang lebih dulu sebab wanita itu sudah melewatkan jam makan siangnya.

"Chico ..." lirih Brianna menuju hospital bed tempat Chico berbaring.

Bocah laki-laki kecil itu langsung menoleh pada Brianna dan dia tersenyum lebar.

"Momma ..."

Brianna duduk tepat dihadapan Chico dan mengelus pipi gembul bocah itu. Brianna tidak mengatakan apa-apa tapi sudut matanya mengeluarkan air.

"Jangan menangis, Momma ... aku baik-baik saja."

Rasanya ada yang perih dihati Brianna setiap melihat Chico, dia merasa bocah itu cepat sekali tumbuh bahkan gaya bicaranya melebihi bocah-bocah seumurannya. Chico dapat bersikap dewasa dan seolah memahami keadaan.

"Maafkan Momma, Sayang."

Hancur hati Brianna melihat bocah sekecil Chico harus tergeletak di ranjang Rumah Sakit.

"Kau sakit karena Momma yang kurang memperhatikanmu," lanjutnya sambil mengusap kasar airmatanya sendiri.

Tangan mungil Chico terulur, memegang pipi Brianna. "Aku masih punya Ibu Flo dan Ayah Zach, jadi tidak usah mengkhawatirkan aku, lagipula aku ini bocah kuat," katanya, seolah meyakinkan Brianna bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Brianna berlagak tertawa kecil, padahal hatinya sedih sekali melihat keadaan Chico seperti saat ini.

Bersamaan dengan itu, Flo kembali dengan bungkusan ditangannya.

"Hai, jagoan! Lihat apa yang Ibu bawa?" Flo menyerahkan apa yang dibawanya pada Chico dan bocah itu langsung antusias membukanya.

"Woa ... ini hebat!" Chico semringah sembari mengangkat tinggi sebuah mobil-mobilan yang dibelikan oleh Flo.

"Katakan terima kasih pada ibumu, Boy!" ujar Brianna pada Chico.

Lagi-lagi Chico tersenyum lebar. "Terima kasih, Bu," ujarnya pada Flo.

"Yah, kau harus cepat sembuh, ya." Flo mengelus rambut tebal Chico yang berbentuk seperti mangkuk.

"Aku pasti sembuh, yeay!" ujar Chico bersemangat.

Brianna dan Flo menyunggingkan senyum melihat tingkah Chico yang tidak menunjukkan rasa sakitnya. Bocah itu selalu tersenyum, membuat mereka bersyukur memiliki anak seperti Chico.

"Chico aktif sekali, kemarin dia berenang bersama Zach, mungkin ada air yang masuk ke telinganya sehingga menyebabkan peradangan," jelas Flo pada Brianna.

"Ya, Chico memang hiperaktif. Kalian pasti kewalahan menjaganya," sesal Brianna.

"Dia putra kami, Bri. Tidak ada kata lelah untuk menjaganya. Aku dan Zach justru sangat senang sejak Chico ada."

Brianna mengulas senyum tipis yang tampak getir.

Flo lantas menyentuh punggung tangan wanita itu. "Chico akan baik-baik saja. Jangan terlalu mengkhawatirkannya. Maaf, tadi aku meneleponmu karena aku terlalu panik dan bingung harus melakukan apa saat mengetahui suhu tubuhnya tinggi," katanya pada Brianna dengan raut yang merasa bersalah.

"Tak apa, Flo. Kau melakukan tindakan yang benar. Aku memang harus lebih meluangkan waktu untuk Chico."

"Tak bisakah kau berhenti bekerja saja?"

"Dan aku akan menjadi tanggungan Zach terus? Aku tidak mau, Flo."

Flo menganggukkan kepalanya. "Semua tergantung padamu, Bri, tapi Chico juga membutuhkanmu."

"Aku bekerja untuk masa depannya, agar dia tidak merasakan bagaimana rasanya menjadi seperti aku." Brianna menjatuhkan pandangannya ke arah Chico--bocah itu tampak masih sibuk dengan mobil-mobilan barunya disana.

"Biar Chico menjadi tanggung jawabku dan Zach, Bri."

Brianna menggeleng samar, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sesosok pria dengan pakaian formal. Dia adalah Zach yang baru pulang dari kantornya.

"Maaf aku terlambat kesini," kata pria itu pada dua orang wanita yang duduk di sofa, Brianna dan Flo.

"Tak apa. Kemarilah!" Flo menepuk sofa disampingnya sebagai isyarat agar Zach duduk disana.

Zach melirik Chico yang masih asyik bermain mobil-mobilan, tanpa ada niat mengganggu kesenangan bocah itu, dia pun duduk disamping Flo.

"Bagaimana keadaanya?" tanya Zach merujuk pada kondisi Chico.

"Radang telinga. Akan ditindaklanjuti oleh Dokter THT," jawab Flo.

Terdengar helaan nafas singkat dari Zach. "Ku pikir ini salahku saat mengajaknya berenang tempo hari," ujarnya.

"Jangan menyalahkan dirimu, kau sudah berusaha semampumu untuk menjaganya." Brianna yang menyahut.

"Bagaimanapun dia juga putraku, Bri." Zack meyakinkan Brianna.

"Thank you," kata Brianna.

...***...

Sementara di perusahaan tempat Brianna bekerja, Arthur dan Jane baru saja keluar dari ruangan dan tidak melihat adanya Brianna di meja kerjanya.

"Kemana dia?" Arthur bertanya-tanya didalam hatinya. Namun tak menyuarakan keingintahuannya.

"Ayo, Arthur! Kita harus menemui Fabio lagi untuk membicarakan proyek yang baru," kata Jane. Dia sudah mendapat pemberitahuan mengenai Brianna yang izin pulang sehingga dia tidak mencari kemana perginya sekretaris-nya itu.

"Ah, ya ..." Arthur mengikuti langkah Jane dengan gayanya yang cuek, padahal ia penasaran kemana perginya Brianna.

"Kau naik mobilmu sendiri atau ikut dengan Mommy?" tanya Jane sesampainya mereka di slot parkir.

Arthur tak langsung menyahut, tampaknya dia sedang larut dengan pemikirannya sendiri.

"Arthur? Kau mendengar Mommy?"

Arthur tersentak. "Ah, y--ya, Mom."

"Kau naik mobil sendiri atau ikut mobil Mommy?"

"Aku membawa mobilku saja, Mom."

Jane mengangguk, lalu berderap menuju mobil yang sudah dibukakan pintunya oleh sang sopir.

"Uhm, Mom?" Panggilan Arthur membuat Jane menoleh padanya sebelum benar-benar menaiki transfortasi yang sudah menunggunya itu.

"Ya? Ada apa?"

"Apa pertemuan kali ini ... Mom tidak membutuhkan pendamping?"

"Kan sudah ada kau, Arthur," jawab Jane tenang.

"Maksudku ... sekretaris yang akan membantu Mom disana?"

"Ah, Cleo sedang cuti."

"Sekretaris yang kemarin?" tanya Arthur.

"Maksudmu ... Brianna?"

Arthur mengangguk-anggukkan kepalanya. Sebenarnya dia anti melakukan hal ini. Terang-terangan mencari seseorang. Apalagi itu Brianna. Dia hanya penasaran kemana perempuan itu. Apa Brianna hendak memakan gaji buta? Jika ya, maka perempuan seperti dia tidak layak menjadi sekretaris sang ibu. Arthur akan merencanakan sesuatu agar Brianna di depak dari kantor ibunya.

"Ya. Kenapa dia tidak menemani ibu meeting? Meski Fabio adalah temanku dan dia adalah relasi dekat kita, tapi pertemuan kerja tetaplah pertemuan kerja dan tidak boleh ada yang makar disini," kata Arthur dengan pemikirannya.

"Makar?" Jane sedikit terkekeh. "Brianna hanya izin untuk pulang lebih awal tadi, ada keluarganya yang sakit jadi dia harus segera pergi."

"Bukankah dia sering sekali pulang lebih awal?"

Arthur ingat, kemarin Brianna juga buru-buru pulang dengan alasan kurang enak badan, padahal Arthur jelas tau bahwa alasan Brianna pergi pasti karena bertemu lagi dengannya setelah 4 tahun tak bertemu.

"Tidak juga," jawab Jane. "Sudahlah, jangan memikirkan Brianna. Ada hal yang tidak bisa ditunda oleh orang lain. Begitu juga dengan yang Brianna lakukan. Itu urusan pribadinya, Arthur. Ayo! Kita harus segera berangkat!" ajaknya.

...To be continue ......

1
Syarifah Syarifah
Luar biasa
Henny Aprilaz
bagus ceritanya
Henny Aprilaz
keren thor🥰
Henny Aprilaz
nah lho...gaskeun arthur🤣
Henny Aprilaz
wkwkwkw...cing garong🤣🤣🤣🤣
Henny Aprilaz
Haha ketemu c arthur...jodo yaaaa
Henny Aprilaz
loading otak c Arthur...tak menyadari bahwa dia mencintai c Bri....😇😇😇
Henny Aprilaz
semangat Bri🥰
Henny Aprilaz
kampret lo Arthur 😡😡😡
Henny Aprilaz
apakah Brianna mendapat pelecehan dari Arthur...d masa lalu
Henny Aprilaz
kayaknya waktu masa kuliah juga Arthur sudah menyukai Brianna dengan cara membully Brianna...menurut qu yaaaaa🤭
ncapkin
Luar biasa
Sry Handayani
flo bener" perempuan tulus
Lilis Ernawati
ceritanya bagusss... tp yg like kok ga byk yaaa
Sri Udaningsih Widjaya
Bagus ceritanya thor
Sry Handayani
bisa tur bisa
Lilis Ernawati
baguuuss bgt ceritanyaaa...
Sry Handayani
Luar biasa
Naruto Kurama
maksdnya 🫣 tiba2 the end,😁
sakura
....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!