FOREVER HATE YOU
Suara hentakan dari stiletto yang beradu dengan lantai terdengar memenuhi koridor. Dengan gayanya yang elegan, Brianna tersenyum ramah pada beberapa orang yang berpapasan dengannya disana. Sampai akhirnya, langkahnya tiba di depan pintu ruangan petinggi perusahaan.
Tangan Brianna terulur, mengetuk pintunya lebih dahulu.
Tok Tok Tok ...
"Silahkan masuk!"
Suara perintah dari dalam ruangan itu, membuat Brianna tidak ragu lagi untuk menekan handle lalu membuka pintunya.
"Excuse me, Mrs. Saya sudah menjadwalkan schedule anda, sesuai dengan yang anda minta," ucap Brianna sopan pada seorang wanita paruh baya di hadapannya. Dia adalah Jane, Direktur perusahaan.
"Thank you, Bri. Coba bacakan jadwalku siang ini," ucap Jane kemudian.
Brianna melihat pada daftar yang masih ia pegang, lalu membacakan jadwal Jane langsung didepan wanita itu.
"Siang ini, anda ada pertemuan dengan Mr. Teatons."
Jane manggut-manggut. "Ah, dia relasi dekat. Kita harus menemuinya karena putranya adalah teman dekat putraku," ucap Jane lagi.
Brianna mengangguk sembari menandai pada jadwal yang masih ia pegang. Ia menggarisbawahi pertemuan Jane dengan Mr. Teatons yang artinya adalah Jane akan menemui relasinya itu, nanti siang.
"Setelah pertemuan itu, apa lagi?"
Brianna kembali membacakan jadwal-jadwal yang harus Jane lakukan sepanjang hari ini. Termasuk beberapa kegiatan yang juga sudah ditunda beberapa kali.
Saat Brianna sudah selesai dengan tugasnya. Ia segera pamit dari ruangan sang Direktur.
"Uhm, Bri?" panggil Jane yang melihat Brianna hampir mencapai pintu keluar.
Perempuan itu menoleh. "Yes, Mrs?" tanggapnya.
"Aku ingin kau menemaniku nanti siang."
Dahi Brianna mengernyit dalam. Dia memang sekretaris Jane, tapi kapasitas pekerjaannya di perusahaan ini hanya sebatas mengatur jadwal ataupun pertemuan penting sang direktur. Brianna tidak pernah ikut untuk turun langsung menemani wanita itu meeting karena Jane memiliki asisten pribadi yang selalu mampu melakukan apapun.
"Maksud Anda, saya harus menemani anda meeting dengan klien?" tanya Brianna memastikan.
"Yah, kau bisa, kan?"
Brianna mengangguk, sebuah kehormatan baginya untuk menemani Jane meeting. Meski selama ia bekerja disini Jane belum pernah mengajaknya bertemu klien secara langsung, tapi dengan permintaan Jane hari ini Brianna akan berusaha semampunya. Lagipula, memang begitulah tugasnya seharusnya.
"Good. Kau ikut aku bertemu dengan Mr. Teatons nanti siang."
"Yes, Mrs. Thank you," ucap Brianna dengan senyum tulusnya.
Jane mengangguk lalu segera memberi isyarat jika Brianna sudah boleh meninggalkan ruangannya.
...***...
Brianna melihat wajahnya di cermin yang ada di toilet kantor, ia juga memperhatikan penampilannya hari ini.
"Sepertinya sudah baik," katanya menilai diri sendiri.
"Hai, Bri." Friska menyapa Brianna. Dia baru saja memasuki toilet yang sama.
"Hai."
Brianna mengulas senyum pada rekan yang bekerja di perusahaan yang sama dengannya itu.
"Kau akan pergi?" tanya Friska melihat dari gelagat Brianna yang sepertinya tengah bersiap-siap.
"Yah. Aku akan menemani Mrs. Jane."
"Wah, sebuah kemajuan. Setelah dua tahun bekerja disini akhirnya kau dipercaya untuk menemaninya." Friska tampak semringah, sepertinya ia ikut senang dengan berita yang Brianna sampaikan.
"Ya, semoga aku tidak lupa bagaimana caranya menggaet project karena sudah terlalu lama aku nyaman dengan pekerjaanku disini yang hanya membuat dan membacakan jadwal Mrs. Jane saja."
Friska terkekeh disusul suara tawa dari Brianna juga.
"Buktikan kemampuanmu, kau pasti bisa!" Friska mengepalkan tangan ke udara, sebagai isyarat bentuk penyemangat yang ia berikan pada Brianna.
"Yup. Semoga saja."
Brianna keluar dari toilet dan menunggu Jane yang sebentar lagi pasti akan turun dari ruangannya. Jane itu adalah wanita workaholic yang sangat disiplin. Dia menghargai waktu maka dari itu Brianna tak mau terlambat dan membuat Jane yang harus menunggunya.
"Bri, kau sudah siap?"
Brianna mengangguk pada Jane yang benar-benar hadir tepat waktu dihadapannya.
"Baiklah, ayo kita berangkat."
Brianna mengagumi keanggunan Jane saat berjalan. Dia memang pantas menjadi pemimpin meski usianya sudah tidak muda lagi.
Brianna tidak mengetahui seluk-beluk kehidupan Jane secara menyeluruh karena kehidupan pribadi para petinggi perusahaan seperti sengaja dirahasiakan. Yah, Brianna menganggap itu wajar karena semua orang membutuhkan privasi. Mereka hanya mempublikasikan keberhasilan dan apa yang sudah mereka capai terkait pekerjaan. Namun untuk urusan keluarga, hubungan, serta yang lainnya Jane cenderung tertutup.
Brianna pernah mendengar desas-desus jika Jane adalah seorang single parent. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun silam. Tapi, entahlah. Siapa yang tau mengenai hal itu. Lagipula Brianna merasa tidak perlu mendalami tentang kehidupan Direkturnya tersebut. Satu-satunya yang mengetahui realita tentang Jane mungkin hanyalah asisten pribadinya yang bernama Cleo.
Sepanjang perjalanan, Brianna tidak banyak bicara. Begitu pula Jane yang lebih fokus menatap pada tablet di tangannya. Sampai akhirnya, sopir yang mengantarkan mereka mengatakan jika mereka telah sampai ditujuan.
"Kita sudah sampai, Nyonya."
Jane menepuk pelan punggung tangan Brianna. "Ayo kita turun," ajaknya pada Brianna.
"Yes, Mrs."
Brianna dan Jane keluar dari mobil mewah yang ditumpangi setelah sang sopir membukakan pintunya untuk mereka berdua.
"Bri, jangan terlalu tegang ... karena seperti yang ku katakan tadi, Mr. Teatons itu relasi dekat yang sudah seperti kerabat bagi kami. Anggap saja ini pertemuanmu dengan teman lama," ujar Jane memperingatkan Brianna sekaligus menenangkannya.
"Baik, Mrs."
Keduanya pun melangkah masuk ke dalam sebuah Restoran keluarga yang cukup ternama. Hari ini Jane memang hanya berdua dengan Brianna karena Cleo sedang mengambil masa cutinya.
"Hallo, Mr. Teatons." Jane menyapa ramah pada seorang pria muda yang sudah duduk menunggunya. Pria itu menoleh lalu memberikan senyum terbaiknya.
"Aku pikir yang akan aku temui disini adalah Ayahmu, Fabio," kata Jane pada pria muda itu.
Mendengar ucapan Jane, pria yang dipanggil Fabio itu pun bangkit dari duduknya. "Hallo Mrs. Mattews, Ayahku sedang di Swedia jadi aku yang menggantikannya untuk pertemuan ini," ujarnya.
Keduanya pun tertawa tanpa canggung.
Sementara Brianna yang juga ada disana, jadi mengetahui jika Jane memiliki nama belakang yang tidak asing di ingatan dan di pendengarannya.
Mattews. Ah, nama itu mengingatkan Brianna pada seseorang yang sangat dibencinya.
Akan tetapi, Brianna tak mau ambil pusing. Bukankan ada banyak populasi manusia yang menggunakan nama yang sama?
Jane dan anak dari Mr. Teatons tampak akrab, meski mereka berbeda generasi. Mereka juga sudah melupakan sapaan formal yang tadi sempat membuat keduanya tertawa.
"Ah, iya ... Fabio, kenalkan ini Brianna. Dia adalah sekertaris Aunty."
"Hai, aku Fabio Teatons." Pria itu mengulurkan tangannya pada Brianna yang tersenyum canggung.
"Brianna."
"Kau beruntung menjadi sekretaris Aunty Jane, beliau akan sangat menginspirasi mu," kata Fabio kemudian.
Brianna hanya mengulas senyum canggung kembali, karena ia tak terbiasa untuk langsung bersikap ramah pada orang baru. Entahlah, ia hanya perlu menyesuaikan diri sesaat untuk hal ini.
"Ah, sorry aku terlambat," ucap seseorang yang baru datang dan langsung menempati kursi kosong yang berada tepat didepan Brianna. Tatapan mereka langsung bertemu dan membuat kedua bola mata mereka membulat sempurna seketika itu juga.
"Kau?" kata Pria itu yang nampak terkejut.
"Kau?" ucap Brianna juga.
"Kalian saling mengenal?" tanya Jane pada Brianna dan pria yang baru saja datang.
Brianna menelan salivanya dengan cepat, entah kenapa tenggorokannya terasa tercekat begitu bertemu dengan pria ini. Dia adalah Arthur Mattews, pria yang sering membully-nya saat di Universitas.
"Bri, kau mengenal Arthur?" tanya Jane lagi, yang kini mengarah pada Brianna saja.
"Yah. Dia---"
"Dia salah satu teman satu angkatanku saat di Universitas, Mom," sela Arthur memotong perkataan Brianna yang belum selesai.
Jane manggut-manggut. "Bagus sekali jika kalian saling mengenal," responnya sambil tersenyum sumringah.
Brianna mengepalkan tangannya erat-erat. Padahal tadi dia sudah mencoba untuk tidak mengaitkan nama belakang Jane dengan seseorang yang dikenalnya di masa lalu. Nyatanya mereka memang ada hubungannya dan panggilan Arthur pada Jane mengartikan jika mereka adalah ibu dan anak.
"Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu si breng sek ini lagi? Kenapa dunia begitu sempit? Dan aku justru bekerja sebagai sekretaris ibunya!" protes Brianna dalam hatinya sendiri.
Sementara disana, Arthur mengulas senyum smirk andalannya ke arah Brianna yang juga tengah menyorotnya dengan tatapan penuh kebencian.
...To be continue ......
Jangan lupa dukung karya ini biar bisa dilanjutkan terus, guys🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
sakura
....
2024-08-20
0
Anonymous
.
2024-07-14
0
emmiliana harwin
interesting
2024-07-12
0