Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Ragu
"Maksud, Nyonya, tuan selingkuh?" tanya Roni pada Adisti.
Adisti menatap sebal ke arah anak buahnya. "Baru hari ini kamu menjadi seorang ayah, tapi kenapa kamu sudah mulai bertambah bod*h! Aku ke sini menemuimu juga ingin mencari tahu tentang hal itu, kenapa kamu sekarang malah bertanya? Kalau aku tahu jawabannya, mana mungkin aku mendatangimu!"
Roni menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum kaku ke arah majikannya. Entahlah mendengar jika orang yang selama ini sudah sangat baik padanya disakiti, dia merasa ikut terluka jadi, tidak bisa berpikir dengan jernih. Pria itu bersumpah akan membantu Adisti membalas sakit hati yang majikannya rasakan, jika memang benar Bryan telah menghianati wanita itu.
Sudah sangat lama Roni ikut bersama dengan Adisti dan wanita itu bukanlah seorang penghianat. Dia tidak habis pikir dengan orang-orang jaya itu, apakah mereka tidak bisa bersyukur memiliki istri yang selalu menemani dalam keadaan apa pun. Memang benar kata orang bijak 'Wanita diuji saat suaminya tidak memiliki apa-apa. Pria diuji saat hartanya banyak'.
"Baik, Bu. Nanti saya akan mencari tahunya, saya juga akan mengarahkan beberapa anak buah saya agar semuanya terbuka dengan cepat."
"Bagus, saya ingin mendengar kabar lebih cepat dan jelas. Jika kamu sudah mengetahuinya, segera hubungi aku. Aku masih ada pekerjaan jadi, harus pergi lebih dulu." Adisti berdiri dari duduknya. Roni pun otomatis mengikuti gerakan atasannya.
"Apa perlu saya antar, Nyonya?"
"Tidak perlu, istrimu pasti masih menunggumu di dalam. Kapan-kapan aku akan menjenguk anakmu, tadi aku belum sempat melihatnya."
"Terima kasih, Nyonya."
Adisti pun segera meninggalkan anak buahnya, berharap Roni bisa menemukan dengan semua cepat. Dia sangat tahu kinerja anak buahnya itu pasti tidak akan mengecewakan. Sudah bertahun-tahun mereka saling mengenal. Tidak jarang ada pengusaha juga yang memakai jasanya.
"Adisti! Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu ada di luar negeri?" tanya seseorang yang tidak sengaja bertemu dengan Adisti di depan rumah sakit.
Siapa lagi pelakunya kalau bukan Arsylla. Adisti jadi bingung harus menjawab apa. Rencana dia untuk bersembunyi lebih dulu pasti akan gagal dengan kehadiran temannya. Namun, membocorkan rencana juga bukan hal yang baik karena saat ini tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya lebih dulu. Meskipun dia tidak tahu Arsylla mengetahui tentang wanita hamil itu atau tidak. Adisti berharap temannya tidak tahu apa-apa jika tidak, maka semuanya akan habis di tangannya.
"Arsylla! Iya, baru saja lepas landas," jawab Adisti berbohong.
"Kamu baru sampai? Kenapa tidak memberitahuku dan kenapa kamu ada di rumah sakit?" tanya Arsylla yang mulai curiga.
"Tadi tiba-tiba kepalaku pusing jadi, aku mampir ke sini buat periksa. Sebenarnya tadi mau bikin kejutan juga buat Bang Brian kalau aku pulang cepat, tapi sekarang aku baru bisa pulang jadi, nggak bisa memberi kejutan di hari spesial kita," jawab Adisti dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin. Dia berharap temannya ini percaya agar tidak membuatnya dapat mencari alasan yang lain.
"Hari spesial apa?"
"Kemarin 'kan hari ulang tahun pernikahan kamu, kamu masak nggak inget, sih!"
"Astaghfirullah! Iya, aku lupa. Maafin aku, ya!"
"Tidak apa-apa, aku nggak marah kok!" sahut Adisti dengan tersenyum.
"Bagaimana kalau aku membantumu untuk memberikan kejutan pada Brian?"
"Yang benar! Kamu ingin membantuku?" tanya Adisti dengan wajah berbinar.
Tentu saja itu sengaja dia buat agar temannya percaya. Jika dirinya memang benar antusias. Wanita itu tidak ingin nanti Arsylla mengatakan kecurigaannya pada Bryan yang nanti malah akan menjadi masalah. Biarlah saat ini Adisti pulang dulu, dia juga bisa mencari tahu nanti lagi.
Adisti pun pulang bersama dengan Arsylla. Tentu saja pergi dengan menggunakan taksi online. Adisti tidak ingin temannya curiga jika dia datang ke rumah sakit dengan mobil sewaan. Yang ada nanti akan semakin menambah pertanyaan Arsylla padanya. Biarlah nanti anak buahnya yang datang mengambil mobil dan sekalian mengembalikannya ke tempat penyewaan. Meskipun masa sewanya masih ada.
Adisti mengatakan rencana kejutan untuk sang suami pada temannya, Arsylla pun menanggapinya dengan begitu ceria. Dalam hati wanita itu ragu, apakah benar temannya itu tahu tentang perselingkuhan suaminya atau tidak, mengingat betapa akrabnya mereka selama ini. Selama mereka berteman juga Adisti tidak merasakan ada sesuatu yang aneh dalam diri sahabatnya itu, mereka selalu baik-baik saja.
***
"Semua sudah selesai, aku pulang dulu ya! Sebentar lagi Bryan juga pulang," pamit Arsylla setelah selesai membantu temanya mempersiapkan pesta kejutan.
"Kenapa kamu nggak ikut saja bergabung sama kita?"
"Kamu 'kan mau ngerayain ulang tahun pernikahan kamu, mana mungkin aku bergabung dengan kalian. Yang ada nanti aku jadi obat nyamuk," sahut Arsylla dengan cemberut. Tidak sekali dua kali dia merasa seperti itu.
"Ih, kamu mah gitu. Lagian ini juga sudah lewat hari ulang tahun pernikahan kami."
"Ya, nggak apa-apa dong! Yang penting kalian bisa masih bisa merayakan bersama. Brian sudah mengucapkan selamat ulang tahun ke kamu, kan?" tanya Arsylla membuat wajah Adiba seketika murung.
Brian memang mengirimnya pesan beberapa kali. Namun, pria itu sama sekali tidak bertanya atau mengatakan selamat ulang tahun pernikahan mereka kali ini. Entah mungkin sangat sibuk atau memang tidak memikirkan tentang Adisti. Wanita itu semakin merasa dilema.
"Ada apa? Sepertinya kamu sedang ada masalah. Apa kamu bertengkar dengan Bryan?" tanya Arsylla.
Bukannya dia ingin ikut campur dengan urusan rumah tangga sang sahabat, hanya saja wanita itu tidak tega melihat wajah sedih Adisti seperti ini. Mereka sudah sangat dekat dari dulu, kadang datang ke rumah kedua orang tua Adisty. Bahkan memanggil mereka dengan sebutan Papa dan Mama. Itulah yang membuat Arsylla sebisa mungkin harus selalu membantu Adisti jika memang memerlukan bantuannya.
"Tidak apa-apa, kok! Jangan terlalu dipikirkan," sahut Adisti yang mencoba untuk terlihat biasa saja.
Seperti inilah dirinya, tidak pernah menyusahkan orang disekitarnya. Saat sedang berbincang terdengar seseorang membuka pintu dan melangkah menuju ruang keluarga, di mana Adisti dan Arsylla berada. Adisti yang melihat kedatangan sang suami pun segera memeluknya. Sebenarnya dua ragu, tetapi demi menunjukkan keharmonisan dan kepura-puraannya, terpaksa wanita itu melakukannya.
Dia tidak menyangka jika Bryan akan pulang cepat. Padahal wanita itu tadi mengira bahwa masih ada waktu setengah jam untuk dirinya dan Arsylla berbincang. Bahkan tadinya Adisti pikir sang suami ajan kembali ke rumah yang semalam disinggahi.
"Sayang! Kami ada di sini? Bukannya kamu ada di Paris? Kapan kamu pulang?" tanya Bryan dengan wajah berbinar. Hal itu tentu saja membuat Adisti senang, dia jadi ragu siapa sebenarnya wanita hamil itu? Apakah mungkin kerabat Bryan.