Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 Malam Kejadian
Ternyata teman-teman Candra lumayan lama di villa itu. Setelah makan malam, mereka bahkan bermain kartu sambil minum alkohol. Rania yang melihatnya jadi khawatir sendiri, sebelumnya Ia tidak pernah melihat minuman seperti itu di desa. Mungkin karena mereka orang kota, jadi terlihat sangat bebas.
"Kita harus balik sekarang, bisa-bisa keburu teler," ucap salah seorang.
Salah satu dari mereka yang masih sadar lalu menarik satu-persatu temannya ke mobil. Waktu sudah menunjukan tengah malam lebih, harus istirahat sekarang karena besok ada pekerjaan di ladang. Setelah membawa semua temannya, mereka pun pergi dari villa itu.
"Tuan Candra," panggil Rania.
"Hmm."
"Sebaiknya Tuan pindah ke kamar, tidak enak kalau tidurnya di sini."
"Enggh."
Sepertinya Candra juga sudah mabuk, tadi Rania sempat melihat pria itu banyak minum. Merasa tidak tega, Rania memilih akan membantu Candra pindah ke kamarnya. Tetapi Ia cukup gugup, khawatir dianggap tidak sopan.
"Tuan, saya bantu pindah ke kamar ya."
"Hm."
Rania menarik sebelah tangan Candra untuk berdiri, setelahnya merangkul kan tangannya itu di bahunya. Kedua mata pria itu terpejam, terus terdengar racaun tidak jelas yang keluar dari bibirnya. Setelah perjalanan yang terasa panjang itu, akhirnya sampai juga di kamar utama.
"Aduh!"
Sialnya Rania yang tadinya akan membaringkan Candra di ranjang malah ikut jatuh, malahan posisinya tepat berada di bawah pria itu. Rania berusaha menyingkirkan Candra di atasnya, tapi cukup sulit karena beratnya yang tidak sebanding.
"Hm Rania?" tanya Candra dengan kedua mata perlahan terbuka.
"Ma-maaf Tuan, tolong turun."
"Kamu berada di bawah saya terlihat semakin cantik saja, kamu lagi godain saya ya?" tanya Candra sambil tersenyum aneh, pria itu benar-benar mabuk.
"Bukan begitu Tuan, saya tadi cuma mau bantuin Tuan."
"Masa sih?"
"Tuan tolong turun, anda berat sekali." Nafas Rania sampai terasa berat merasa sesak.
Tetapi bukannya turun, Candra dengan lancang malah menyentuh wajahnya dan mengusapnya. Telunjuk pria itu lalu turun menyentuh bibir tipisnya, mengusapnya terus dibagian bawah. Melihat tatapan Candra yang semakin dalam, membuat perasaan Rania seketika itu tidak enak.
"Tuan jangan!" cegah Rania menahan tangan pria itu yang akan membuka kancing bagian atas bajunya.
"Kenapa kamu memerintah saya?"
"Maaf Tuan, tapi tolong jangan seperti ini."
"Seperti apa? Saya bahkan belum mulai." Candra lalu berbisik di telinganya, "Saya sudah menahan ini dari beberapa hari lalu saat pertama bertemu kamu, sekarang saya tidak akan lepaskan kamu lagi."
Saat Rania akan menjawab, bibirnya langsung dibungkam oleh Candra dengan ciuman dalam. Kedua tangan Rania yang memberontak pun segera pria itu tahan. Perlahan lelehan air mata mengalir di pipi Rania, perempuan itu merasa takut dengan selanjutnya apa yang akan terjadi.
"Tuan tolong jangan hiks!"
"Diamlah!" bentak Candra.
Pria itu sudah lupa diri, emosinya pun sudah tidak teratur. Melihat Rania yang masih memberontak, membuat Candra langsung mengikat kedua tangannya. Dengan jahatnya Candra malah tertawa seperti iblis melihat Rania yang sudah tidak berdaya di bawahnya, setelah itu pria itu pun melanjutkan kebejatannya dengan menyetubuhi Rania.
"Kau sangat nikmat Rania," bisik Candra setelah mendapatkan pelepasannya yang terasa luar biasa.
Candra lalu menjatuhkan tubuhnya di samping Rania, sambil memejamkan mata dengan senyuman lebar di bibirnya. Nafasnya terlihat berderu keras karena sudah melewati kegiatan panas tadi. Beberapa saat kemudian, pria itu pun terlelap tidur.
"Hiks kenapa jadi begini?" isak Rania.
Untuk meredam suara tangisannya, Rania sampai menggigit bibir bawahnya. Rania benar-benar terpukul dengan kejadian memilukan malam ini, Ia tidak pernah menyangka akan diperkosa oleh atasannya sendiri. Niat baiknya yang ingin membantu ternyata salah, Rania merasa menyesal sendiri.
"Aku tidak menyangka Tuan Candra sejahat ini, kenapa dia melakukan ini padaku?"
Dengan berusaha menahan rasa sakit di bagian bawahnya, Rania turun dari ranjang. Untung saja tadi Candra sudah melepas ikatan di tangannya. Rania memungut bajunya yang sudah koyak itu, memakainya asal lalu keluar dari kamar itu.
"Aku tidak mau di sini lagi, aku takut," lirih Rania.
Saat adzan subuh berkumandang, Rania memutuskan pergi dari villa itu. Tidak ada rasa takut sedikit pun baginya saat melewati jalan yang gelap menuju rumahnya yang jauh. Yang Rania pikirkan saat ini hanyalah kejadian memilukan itu, membuat air matanya pun tidak mau berhenti menetes.
"Nenek? Ini aku, buka pintunya."
Biasanya Neneknya sudah bangun di jam seperti ini, dan ternyata benar, tidak lama pintu pun terbuka dari dalam. Rania langsung berhambur memeluk Neneknya itu sambil menangis keras, mengeluarkan semua rasa sedih yang Ia rasakan.
"Rania ya ampun nak, kamu kenapa?" tanya Neneknya khawatir, "Ayo masuk dulu."
Setelah melihat cucunya itu mulai tenang, Ima pergi ke dapur untuk membawakan air. Ia kembali menghampiri Rania lalu menyuruhnya minum dulu, Ima terus mengusapi punggung Rania yang masih sesekali terisak.
"Rania, kamu kenapa? Nenek kaget kamu pulang subuh-subuh begini ke rumah, ada apa nak?"
Tetapi Rania hanya menggeleng, kedua matanya kembali berkaca-kaca enggan menceritakan kejadian sebenarnya. Rania lalu kembali memeluk Neneknya, berusaha mencari perlindungan dan rasa nyaman.
"Ya sudah kalau kamu belum mau cerita tidak apa, sekarang mending kamu istirahat ya?"
"Hm."
Melihat tubuh cucunya yang terlihat lemas dan berpenampilan sedikit berantakan, membuat Ima khawatir sendiri. Tetapi Rania pun terlihat tidak mau cerita, mungkin nanti saja akan Ima tanyakan lagi setelah tenang. Semoga saja tidak ada hal buruk yang sudah terjadi, walau Ia tidak yakin sendiri.
"Nek jangan pergi," pinta Rania menahan tangannya.
Ima pun kembali duduk di samping ranjang, "Ya sudah, Nenek temani kamu sampai tidur."
Untuk membuat Rania semakin terlelap, Ima terus mengusapi rambutnya itu. Bekas air mata di wajahnya pun sampai Ia usap dengan tangan keriputnya. Hatinya bertanya-tanya, sebenarnya apa yang sudah terjadi pada cucunya ini?
"Tanda merah ini.."
Walaupun usianya sudah sepuh, tapi Ima mengenal jelas beberapa tanda merah di leher dan dada bagian atas Rania. Detak jantungnya semakin cepat, apakah Rania pulang sambil menangis karena mendapat pelecehan? Siapa yang melakukannya?
"Ya Tuhan, kenapa dengan cucuku?" tanyanya pilu.
Jika pun benar, rasanya Ima ingin menangis. Malang sekali nasib cucunya ini, dari kecil sudah ditinggal orang tua, sekarang saat besar malah mengalami hal seperti ini. Tetapi Ima pun belum bisa memastikan benar tidaknya, hanya wanita paruh baya itu berharap dugaannya salah.
"Semoga Rania baik-baik saja, Ya Tuhan tolong lindungi cucuku ini."
Setelah memastikan Rania tertidur lelap, Ima beranjak keluar kamar. Ia akan menunaikan solat subuh yang tadi sempat tertunda, sambil mengeluarkan semua keluh kesahnya dan meminta doa kepada Sang Pencipta.