Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04 - Aku Bisa Sendiri
Perjalanan ke kampus terasa sedikit berbeda, entah memang lambat atau hanya perasaan Azoya saja. Mungkin hal itu terjadi karena rasa kesalnya pada Zayyan, ya wanita itu mencoba untuk sedikit lebih tenang.
"Lehermu tidak sakit melihat ke luar terus, Zoya?"
Baru sadar jika sejak tadi dia mencoba menghindari sang kakak dengan cara melihat pemandangan di luar. Zayyan memang tidak mengganggunya pagi ini, atau tepatnya belum saja.
Tanpa menjawab, Zoya merubah posisi duduknya dan kini menghadap ke depan. Wanita itu mencoba mencari kesibukan dengan ponselnya, kebetulan sekali notifikasi pesan singkat dari Mahen muncul dan hal itu membuat senyum Azoya mengembang.
Sementara di sisi lain, saat ini Zayyan meliriknya melalui ekor mata dan tanpa pikir panjang menarik ponsel Azoya hingga wanita itu menatapnya kesal. Beberapa menit tenang dan kini pria itu kembali meresahkan hingga Azoya ingin sekali memakinya.
"Lupa perintahku tadi malam?"
"Kak?"
Tanpa mengentikkan mobilnya, Zayyan mengetik sebuah pesan singkat untuk Mahen sebelum kemudian menyimpan benda pipih itu ke sakunya. Tanpa sedikitpun rasa bersalah dia terus melaju dan tidak peduli omelan Azoya yang kesal dengan tingkahnya.
"Kembalikan ponselku, Kak ... tolonglah," pinta Azoya baik-baik dan berpikir jika dengan kelembutan Zayyan akan luluh. Nyatanya sama sekali tidak bahkan pria itu kian menjadi.
"Kak, aku belum sempat membalas pesan Mahen."
Masih tetap sama dan tidak menganggap semua yang kini keluar dari mulut Azoya, pria itu tetap fokus dengan tujuannya tanpa berpikir sedikitpun sekesal apa jika hubungan diganggu sedemikian rupa.
"Kembalikan sekarang, Zayyan!!" teriak Azoya lantaran kerasabarannya tidak sebesar itu, dia kesal dan ingin sekali meluapkan kemarahannya pada sang kakak.
"Apa? Katakan sekali lagi."
Pria itu menepikan mobilnya demi memastikan dia tidak salah dengar, setelah beberapa saat dia memilih diam. Kini, Zayyan terusik kala Azoya dengan jelas memanggil namanya tanpa ada panggilan Kakak di sana.
"Kembalikan, berhenti mengusik hubunganku bisa? Ini sudah kali keempat, Kakak tidak punya pekerjaan lain atau apa?"
Azoya tidak habis pikir kenapa pria ini semakin menjadi. Sejak dia sekolah menengah pertama Zayyan mulai membatasi ruang geraknya, bahkan teman-teman yang boleh dekat dia juga yang tentukan. Jujur saja, hidup dalam kendali Zayyan dia merasa sedikit lelah.
"Punya, kamu tahu sendiri aku siapa? Tapi melindungimu memang tugasku sejak lama, Zoya."
Selalu saja, kalimatnya sama dan Zoya muak mendengarnya. Pria itu selalu bersembunyi dibalik kata melindungi, sayangnya langkah Zayyan justru membuat Azoya takut padanya.
"Melindungi dengan cara apa? Dikurung di kamar berjam-jam itu termasuk melindungi?" tanya Azoya kesal beberapa waktu lalu Zayyan pernah mengurungnya di kamar lantaran ketahuan pergi bersama mantan kekasihnya yang ke-tiga.
"Itu bagian dari cara mendidikmu, aku tahu Papa terlalu membebaskan kita dalam bergaul, mamamu juga sama bahkan tidak peduli kamu pulang atau tidak setiap harinya. Apa aku salah, Zoya?"
Sama sekali tidak salah, jika memang niatnya benar. Akan tetapi, yang salah di sini adalah cara Zayyan yang membuatnya seakan tidak punya dunia lain, semua harus atas izin Zayyan dan apapun dalam kekuasaan Zayyan. Bahkan uang jajan adalah tanggung jawab sang kakak walau Alexander sudah memberikan masing-masing kartu untuk dapat digunakan kedua putrinya yang belum memiliki penghasilan itu.
"Kenapa Agatha berbeda? Sama sekali kakak tidak peduli mau dia sebebas apa," celetuk Azoya merasa kakaknya berlebihan dan berlaku tidak adil padahal yang adik kandung adalah Agatha, bukan dia.
"Aku benci pembangkang, sejak kecil Agatha tidak bisa diatur ... aku lebih menyayangimu daripada dia, Zoya," ungkap Zayyan sesantai itu dan dia tidak berpikir akan sesakit apa Agatha jika sampai mengetahui fakta ini.
"Tapi itu dulu, sekarang aku juga tidak suka diatur. Aku sudah dewasa, tanpa Kakak aku bisa melakukan apapun sendiri." Azoya berucap sembari menatap lekat wajah Zayyan, berharap pria itu akan mengerti jika dia benar-benar tertekan dengan sikap kakak tirinya ini.
"Yakin?" tanya Zayyan dingin dengan tatapan tajam penuh kemarahan.
"Iya, yakin!!" jawab Azoya mantap dan benar-benar yakin dia mampu tanpa Zayyan.
"Baiklah jika begitu kemarikan dompet dan tasmu, lalu turun."
What? Mata Azoya membulat sempurna kala Zayyan memerintahkannya untuk turun. Jalanan di sini tampak sepi dan butuh beberapa ratus meter untuk menemukan permukiman lagi, yang benar saja.
"Turun, telingamu masih berfungsi kan?"
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken