JANGAN DI BOM LIKE PLISSS 😘🥰
Dhev si duda dingin dan tidak berperasaan akhirnya bisa jatuh cinta lagi dan kali ini Dhev mencintai gadis yang usianya jauh lebih muda.
Dhev, Nala dan Kenzo. Di dalam kisah mereka terdapat kesedihan masa lalu dan harapan untuk hidup bahagia.
Mampir? Jangan lupa tinggalkan jejak like, komen dan gift/votenya, ya. Terimakasih 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mala Cyphierily BHae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Semangat!
Amira memijit pelipisnya dan memilih tidak ingin membuang waktu atau tenaganya, Amira juga harus memikirkan kesehatannya, tidak boleh terlalu stres sehingga membuat dirinya sakit kepala.
Amira pergi ke kamar dan pikirannya kembali tertuju pada nasib Nala.
****
Nala yang malang, malam ini tidak dapat memejamkan mata. Berselimutkan kesedihan yang menemani.
Namun, dalam hati Nala merasa lega karena telah memaafkan, mengikhlaskan walau itu sangat berat.
Nala yang tidak dapat tidur itu merubah posisinya menjadi duduk, memejamkan matanya dan di sana terlihat ada bayangan ibu dan ayahnya yang tersenyum.
Tanpa terasa bibir mungil Nala pun ikut menyunggingkan senyum manisnya.
Tak ingin membuka mata agar bayangan itu tak hilang, tetapi Bayangan memudar dan Nala menangis dalam bahagia. Ya, Nala ingin bahagia setelah melihat senyum Rahma dan Bobi.
"Ayah, Ibu. Kalian pasti bahagia karena sudah bisa berkumpul," gumam Nala.
****
Nala berhasil melalui hari-hari beratnya dan sekarang satu minggu telah berlalu, Nala tidak ingin berlarut sampai melupakan kewajibannya dalam mencari nafkah atau menafkahi diri sendiri.
Pagi ini, Nala membeli gerobak untuknya berjualan dan tabungan Nala hanya cukup untuk membeli gerobak itu pun Nala membeli gerobak bekas. Sekarang, Nala bingung mencari modal kemana, sementara tidak ada yang bisa dijualnya.
Di tengah kebingungannya disaat itu juga Ririn datang.
"Assalamu'alaikum," ucap Ririn seraya berjalan perlahan mendekati Nala yang sedang mengelap gerobak di teras.
"Wah, udah siap jualan ini?" tanya Ririn, Nala menjawab salam dan pertanyaan itu.
"Tapi kok kaya nggak semangat, kenapa?" tanya Ririn yang berdiri di sebelah Nala.
"Airin, aku mau ngerepotin kamu... boleh nggak?" tanya Nala yang memanggil Nama Ririn dengan nama aslinya dan itu menandakan kalau Nala sedang sangat serius.
"Apapun buat kamu, asal jangan minta hati aku, karena hati aku udah buat dia!" jawab Ririn dengan tersenyum.
"Bucin nggak ada obat!" kata Nala seraya menggelengkan kepala dengan tangan terus bekerja, mengelap kaca gerobak.
"Mau mintol apa, buruan ngomong!"
Nala pun menghentikan aktivitasnya.
"Pinjemin modal, nanti kalau udah balik modal aku balikin, aku nggak janji kapan tapi kalau udah ada pasti aku bayar," kata Nala seraya menatap Ririn.
"Ohh itu, gampang. Mau pinjem berapa?" tanya Ririn seraya membuka tas lalu mengambil dompetnya.
"Enggak banyak, satu juta aja sama buat pegangan," lirih Nala seraya menundukkan kepala, baru kali ini ia meminjam uang dan merasa sangat malu.
"Oia, kontrakan kamu udah bayar?"
"Kata Pak Haji bulan ini digratiskan, bulan depan baru bayar."
"Alhamdulillah, punya tetangga baik juga rejeki, kalau kamu butuh apa-apa atau ada apa-apa jangan sungkan, cerita aja sama aku. Ya udah, sekarang aku berangkat dulu!" kata Ririn, gadis yang sudah berpenampilan rapi itu tidak lupa memberikan uang yang Nala pinjam.
"Iya, terimakasih." Nala menerima uang itu dan setelah Ririn berbalik badan tanpa terasa air matanya menetes begitu saja.
"Aku udah biasa hidup susah, kenapa baru sekarang menangis," ucap Nala seraya menghapus air matanya.
"Beda dulu beda sekarang, Nala! Dulu kamu enggak sendirian!" batinnya menimpali ucapannya sendiri.
"Sudah, tidak boleh menangis, aku harus kuat seperti ayah!"
Setelah itu, Nala segera masuk ke kontrakan dan mengambil tas untuk berbelanja ke pasar.
****
Amira yang sedang perjalanan pulang ke rumah itu duduk di bangku belakang dengan Dadang yang mengemudi, terlihat Amira menarik nafas dalam karena sampai sekarang belum juga dapat menemukan Nala.
Lalu, tiba-tiba Dadang mengerem mendadak membuat Amira mengingat malam itu.
Amira yang syok itu berteriak, mengira kalau Dadang melakukan hal yang sama.
"Ada apa, Dadang?" tanya Amira, terlihat wajah pucatnya.
"Tadi saya seperti melihat gadis itu, Nyonya," jawab Dadang seraya menatap kaca spion dalam.
"Di mana? Kenapa nggak kamu kejar?" tanya Amira dengan sangat antusias.
"Tadi keburu naik angkot, Nyonya," jawab Dadang.
"Kejar atuh! Kenapa masih diem!" seru Amira dan Dadang segera menancap gas mengejar angkot yang ia yakini di dalamnya ada Nala.
Dadang menghadang angkot tersebut membuat pengemudi dan penumpang angkot mendemonya.
Amira segera turun dan melongokkan kepala di angkot, berharap akan menemukan Nala.
Sayangnya yang ia cari tidak ada. Mungkin Nala sudah turun dari angkot, begitulah pikir Amira.
"Maaf... maafkan saya," kata Amira dan Dadang yang berada di belakang Amira mengatupkan telapak tangannya.
"Huuuuuu! Nggak jelas!" gerutu salah satu ibu-ibu yang masih merasa kesal dengan ulah Dadang.
Amira mengajak Dadang segera pergi dan Dadang membukakan pintu mobil untuk Amira.
"Kamu gimana, sih!" protes Amira dan Dadang meminta maaf.
"Ya sudah, sekarang kita pulang!"
"Baik, Nyonya."
****
Di kontrakan, Nala yang biasa memperhatikan Bobi dalam mengolah bahan masakan itu sudah mengerti apa yang harus dilakukan. Nala juga seolah ditemani dan sedang diajarkan oleh Bobi.
Tentunya, semua itu hanya bayangan Nala, gadis berambut kuncir kuda itu sesekali tersenyum kearah kompor seolah melihat Bobi sedang menggoreng kerupuk.
"Astaga," ucap Nala yang sedang membumbui ayam dan teman-temannya.
Tersadar kalau dirinya tidak boleh berlarut itu segera fokus pada masakannya.
Selesai dengan menyiapkan bahan-bahan jualan, Nala memilih untuk istirahat sebelum berjualan nanti sore.
****
Sementara itu, sebenarnya bukan Nala saja yang bersedih hati. Bahkan di dunia ini semua orang memiliki kesedihannya masing-masing.
Di sisi lain ada Kenzo yang meminta pada Dadang untuk pergi ke makam Ana setelah pulang dari sekolah.
Ya, Ana adalah ibu dari Kenzo yang meninggal dua tahun lalu.
"Bunda, kenapa Bunda pergi. Tidak ada yang mengajak Ken bermain lagi, Ken rindu ingin bersama Bunda. Ken ingin diantar Bunda ke sekolah, Ken ingin bermain lagi di taman bersama Bunda dan Ayah." Kenzo menangis dan hanya di makamlah Kenzo menangis dan meluapkan apa isi hatinya.
"Bunda, Ken minta maaf, Seharusnya Bunda bangun karena Ken sudah meminta maaf," kata Kenzo yang masih belum mengerti juga dengan apa yang terjadi walau setelah dua tahun kecelakaan itu terjadi.
"Tuan, ini semua sudah takdir. Tuan masih memiliki Omah yang sangat menyayangi, masih memiliki ayah, coba lihat, di luar sana, banyak anak-anak kecil yang tidak memiliki siapapun. Tuan hanya perlu bersyukur dengan apa yang Tuan miliki sekarang. Mang Dadang yakin kalau Bunda ingin Tuan bahagia," kata Dadang yang ikut berjongkok di samping pusara Ana.
Kenzo tidak menjawab, karena baginya tidak ada yang mengerti perasaannya.
Sekarang, Ken bangun dari jongkoknya dan berjalan meninggalkan Dadang yang sedang menarik nafas dalam.
Sepulang dari makam, Dadang dengan sengaja mengajak Ken berkeliling kota dan melihat pemandangan yang memilukan.
Di sepanjang jalan yang Dadang lalui terdapat banyak anak-anak jalanan yang berpenampilan lusuh, ingus yang mengering serta membawa karung.
Dadang mulai bercerita kalau diantara mereka ada yang sudah tidak memiliki orang tua dan hanya hidup sendiri.
"Tau dari mana?" tanya Kenzo seraya menatap tepian jalan dari dalam mobilnya.
Bersambung.