Bagaimana jika perawan tua dan seorang duda tampan dipertemukan dalam perjodohan?
Megan Berlian yang tajir melintir harus mengakhiri kebebasanya di usia 34 tahun dengan menikahi Morgan Erlangga, seorang dokter bedah tulang
yang sudah berusia 42 tahun dan memiliki dua anak remaja laki-laki.
Megan, gadis itu tidak membutuhkan sebuah pernikahan dikarenakan tidak ingin hamil dan melahirkan anak. Sama dengan itu, Morgan juga tidak mau menambah anak lagi.
Tidak hanya mereka, kedua anak Morgan yang tidak menyambut baik kehadiran ibu sambungnya juga melarang keras pasangan itu menghasilkan anak.
Megan yang serakah rupanya menginginkan kedua anak Morgan untuk menjadi penerusnya kelak. Tidak peduli jika keduanya tidak menganggapnya sama sekali.
Ikuti kisah mereka, semoga kalian suka ya...🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uluran Tangan
Apa? ... Aku? ... Menyukai ... ayahnya? Wajah kesal Megan menunjukkan ketidakpercayaan dengan apa yang baru saja ia dengar.
Sejak kapan aku pernah tertarik pada suami orang? Bocah ini!
"Anda masih disini?"
Untuk kesekian kalinya Megan harus melatih kekuatan jantungnya karena terkaget. Morgan tiba-tiba saja muncul di depannya.
"Ada masalah, nona Megan?"
Megan mendengus berat.
Bapak dan anak ini sama-sama berpotensi membuat jantung copot. Kesalnya dalam hati.
Tak ada jawaban, Morgan pun mendahuluinya.
.
.
Satu minggu berlalu, keadaan Megan sudah pulih benar, tapi tidak demikian dengan Erick. Remaja itu belum juga membuka mata sejak kejadian itu.
Megan POV.
Hari ini aku sedang bersiap untuk pergi berkencan. Hah, kalian pasti mengira aku sedang berkhayal. Sebenarnya aku memiliki seorang kekasih. Kami sepakat untuk berkencan diam-diam. Ya, bukankah suatu hubungan tidak perlu di ekspose? Cukup aku dan dia saja yang tahu. Nenek-ku, satu-satunya orang yang paling aku percaya, dia pun tidak tahu mengenai hubunganku ini. Itu sebab orang tua itu selalu memanggilku dengan sebutan 'perawan tua'. Tak masalah, nyatanya aku memang masih perawan meskipun usiaku sudah ... yah kalian taulah, aku tidak perlu mengulangnya. Hah, memikirkan tentang angka itu membuatku ingin bersembunyi.
Aku malu pada kalian para pembaca.
Diusia ini kalian pasti sudah memiliki pasangan resmi bahkan anak-anak yang banyak. Tapi aku?
Ah, sudahlah.
Aku sudah tiba di sebuah restoran elite yang terletak di pusat kota ini. GN Restaurant milik papanya Gina Veroni pemeran utama wanita dalam novel yang berjudul ANAKKU DAN CINTA PERTAMAKU. Aseek.
Tak jauh di depanku aku melihat seseorang yang cukup kukenali, seseorang yang satu tahun belakangan ini menjadi pengisi sebagian dari kisahku walaupun hanya dua kali bertemu setiap bulan.
Reyhan namanya. Dia berusia lima tahun diatasku. Kalian ingat apa kata para sepupuku? Katanya pria yang sepadan denganku sudah habis menjadi milik orang. Nyatanya, disini ada Reyhan yang sudah ditinggal mati oleh istrinya. Meskipun dia duda tak masalah bagiku.
Menikah? Aku bingung soal itu. Aku memang menyukai Reyhan, tapi entahlah, dia belum menawarkan hal itu padaku. Tapi aku pun tak masalah. Aku rasa, aku tidak begitu membutuhkan seorang suami. Yaa.. aku mungkin saja tidak akan menikah.
Oke kita lupakan tentang itu. Mari kita hampiri kekasihku.
"Hai, sayang, apa jalanan sangat macet? Aku menunggu sangat lama."
Dia menyambutku dengan sikap manisnya.
Seperti biasa siapa yang datang lebih dulu dia yang akan memesan biar tidak menghabiskan banyak waktu mengingat dia akan kembali ke Bandung setelah pertemuan kami. Jarak Jakarta - Bandung memang hanya ditempuh selama kurang lebih dua jam. Tapi aku tidak boleh menahannya jika sudah waktunya untuk berpisah sebab dia punya dua anak yang menunggunya di rumah.
Kami menikmati sajian sambil sesekali mengobrol.
"Aku akan menginap di Jakarta malam ini."
Apa? Jantungku terasa ingin melompat. Apa aku senang akan menghabiskan waktu dengannya? Mungkin saja. Wajarlah sesekali menghabiskan waktu bersama setelah penatnya bekerja.
.
.
Megan dan Reyhan memasuki hotel yang tidak jauh dari restaurant setelah menyelesaikan makan malam.
Siapapun akan menyangka bahwa keduanya pastilah pasangan resmi.
"Hei! Wanita murahan!"
Karena suara mengejutkan itu Megan dan Rehan kompak menoleh dan bersamaan dengan itu tiba-tiba...
Bugh...
Megan terjatuh saat mendapat hantaman bar-bar dari seorang wanita.
"Wenty! Sudah! Lepaskan dia. Berhenti memukulnya."
Reyhan berusaha menghentikan aksi wanita itu.
Tak hanya memukul, wanita itu mencabik wajah Megan dengan kasar dan menjambak rambut panjangnya.
Ingin rasanya melawan tapi tangan ini belum sepenuhnya sembuh.
"Rasakan ini! Pelakor tak berguna! Berani-beraninya kau masuk ke hotel dengan suamiku?"
"Wenty, sudah. Hentikan!"
Rehan terpaksa menarik wanita itu dan menahannya dengan pelukan.
"Apa? Suami? Rey, dia ... istrimu?"
Megan berusaha bangun.
"Mas! Kamu tidak berani mengakuiku?"
Melihat Reyhan terdiam, wanita itu membentak Reyhan.
"Dia, istriku."
Kemalangan apa lagi ini? Rasanya Megan tak mampu berdiri di tempatnya. Selain karena tubuhnya yang terasa sakit, ditambah lagi tertampar oleh kenyataan tentang Reyhan yang ternyata suami dari seseorang. Melihat dari cara Reyhan memeluk wanita itu, benarlah bahwa mereka adalah pasangan. Duda ditinggal mati? Ternyata itu kebohongan belaka.
"Kau dengar, ******? Jangan berani-berani lagi mengganggu rumah tangga kami."
Wanita itu menyeret pergi suaminya setelah memberi kata-kata peringatan kepada Megan.
Brugh...
Megan jatuh terduduk ditempatnya. Airmatanya lolos begitu saja. Hatinya terasa sesak. Jantungnya menggebu tak karuan.
"Kenapa menangis disini?"
Megan menengadah menanggpi suara itu.
"Dok-dokter, Morgan?"
Morgan mengulurkan tangannya dengan sukarela. Lagi pula dokter mana yang tidak tergerak hatinya jika mantan pasien-nya terlihat sangat membutuhkan pertolongan?
"Saya bisa sendiri."
Megan merasa malu jika terlihat lemah di hadapan Morgan. Ia pun berdiri dan terus menunduk berusaha sembunyikan luka diwajahnya.
Dokter itu tersenyum kecut melihat reaksi penolakan Megan. "Jadi apa Nona Megan membutuhkan saya sebagai dokter?"
Wanita itu menggeleng kecil.
"Baik, kalau begitu saya pergi."
"Dok, saya berubah pikiran. Sepertinya saya membutuhkan pertolongan pertama."
Morgan menghentikan langkah. "Baiklah, ikuti dengan saya ke mobil."
"Di sini saja, Dok."
Morgan berbalik. "Disini?"
"Maksud saya, di dalam ... kamar." menunjukk pintu kamar yang menjadi tujuannya dengan Reyhan beberapa menit lalu. Namun belum sempat masuk, sudah keburu terkena amukan istri Reyhan, lelaki pembualan itu.
Perempuan ini sungguh teledor. Menawarkan laki-laki masuk ke kamar hotel. Apa dia tidak takut jadi bahan omongan?
"Lebih baik di mobilku saja. Rasanya kurang pantas berada di kamar berduaan."
"Saya tidak bisa keluar dari sini dengan kondisi wajah begini. Silakan masuk Dok dan jangan pikirkan apapun." tau-tau pintu sudah dibuka olehnya. Morgan akhirnya mengikuti mantan pasiennya itu.
"Kamar ini adalah salah satu rumah saya, Dok. Pemimpin dan para pegawai hotel ini mengenal saya dengan baik." Megan menjelaskan tanpa ditanya sementara Morgan mengeluarkan alat medis dari tas yang dari tadi ia tenteng.
satu detik,
dua detik,
satu menit, dua menit.
Untuk kesekian kalinya Morgan dan Megan mengulang situasi ini, dalam posisi berhadapan sedekat ini karena Morgan menjadi dokter penanggung jawab luka operasi dibagian rahang Megan sebelumnya.
"Lukamu yang baru sembuh kembali berdarah lagi."
Satu, dua, tiga, empat. Total ada empat luka baru yang perlu jahitan, tiga lebam dan sepuluh goresan."
Bukannya menyimak penjelasan dokter, Megan malah tertegun memandang wajah tampan di depannya seperti sedang menikmati indahnya pemandangan.
"Ada apa dengan matamu?"
"Ehmmm. Dok, Anda sangat baik." Megan mengalihkan pandangan.
"Semua dokter akan melakukan hal yang sama. Lain kali berhati-hatilah memilih teman kencan."
.
.
Sekian dulu guys...