Season 1
Nora nggak mau menikah dengan Alan, Ma. Sudah berapa kali Nora bilang, Nora nggak mencintai Alan."
Nora Lee dipaksa menikah dengan Alan, demi kelangsungan perusahaan papanya. Namun, ia memilih kabur, satu-satunya jalan yang bisa menghentikannya dari perjodohan itu.
Devano Aldeva, bocah kelas tiga SMA, anak konglomerat tempat dimana Nora menemukan perlindungan. Akankah kebucinan Devano mampu meluluhkan hati Nora?
"Tant, jangan dingin-dingin nanti aku masuk angin." Devano Aldeva.
"Dev, sekolah yang bener, gombal melulu." Nora Lee.
"Kalo aku udah lulus sekolah, Tante mau nikah sama aku?"
Season 2
Bagaimana jika Darren Aldeva, pria tanpa mengenal cinta mengikuti jejak sang ayah? Mencintai perempuan yang jauh lebih tua?
Terlebih wanita itu adalah janda yang ditinggal mati suaminya, apakah Darren akan jatuh cinta dengan sosok Olivia Resha? atau justru takdir mempertemukannya dengan cinta yang lain.
Happy reading🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karin hilang
Alan menghempaskan tubuh mungil Karin dengan kasar masuk ke dalam mobil, lalu memutar tubuh dan ikut masuk ke dalam dan melesatkan mobilnya. Diam, sepanjang jalan Alan diam tak bersuara, membuat Karin bergetar karena takut. "Kak, pelankan mobilnya, aku takut." cicit Karin, keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya.
"Hmm," Alan hanya berdehem, matanya masih fokus menatap jalanan dengan tangan memegang stir kemudi, tanpa menoleh ke arah Karin sedikitpun, gadis itu kesal namun rasa takut lebih mendominasi.
"Karin hendak mengambil benda pipihnya di dalam tas, dan ia berhasil. Saat dengan lincah tangannya menscroll berada menu ponsel, Alan tiba-tiba menepikan mobilnya dan berhenti. Menatap Karin tajam lalu berkata, "Aku nggak suka di abaikan."
"Maaf," lagi-lagi Karin mengucapkan kata maaf, ia sangat lemah jika berhadapan dengan Alan.
"Aku nggak suka liat kamu ketawa-ketawa sama orang lain." Seru Alan, lalu kembali melajukan mobilnya, dan hya Karin semakin terheran dengan sikap laki-laki di sampingnya saat ini. Alan bilang jika ia sangat menyukai Nora Lee, tapi kenapa sifat posesifnya justru terhadap dirinya, bukankah ia sendiri yang minta untuk merebut Devano dari Nora?
**
Alfin berulang kali melihat jam di pergelangan tangannya, lalu mengusap wajahnya kasar. Sepertinya Devano dan Abiyan tak menyadari jika Karin sudah hampir setengah jam tak kembali, alih-alih memberi tahu? Alfin justru ikut pamit ke toilet, dan seperti biasa respon temannya hanya mengiyakan. Tanpa melihat gurat khawatir di wajah Alfin.
Pemuda yang tak kalah tampan dari Devano itu akhirnya menyusul Karin ke toilet, barangkali memang toilet di Mall sedang antre, jadi Karin menghabiskan waktu lama. Meski jauh dalam hati Alfin, tidak mungkin.
Namun, ia benar-benar dilanda khawatir, terlebih Karin berangkat bersamanya, harusnya pulang pun bersama juga, pikir Alfin.
Alfin mengerutkan dahi, kala menatap toilet perempuan sepi, hanya ada beberapa orang.
Hendak pemuda jangkung itu masuk, namun terhenti.
"Maaf mas, laki-laki dilarang masuk ke area toilet perempuan." tegur seseorang, Alfin langsung mengusap wajahnya kasar.
"Baik mbak, kalau begitu saya tunggu teman saya di luar." Alfin memutuskan menunggu Karin di depan toilet, sudah hampir sepuluh menit namun tak ada tanda-tanda Karin akan keluar.
Menghela napas kasar, lalu mencari name kontak Karin, apakah ia punya? tentu saja ada, ia sempat menyimpan nomor Karin saat mengobrol tadi. Kenapa mendadak Alfin sebodoh itu, hingga ia lupa, bahwa bisa dengan mudah mengirim pesan atau telepon ke nomor Karin.
Alfin mencoba mengirim pesan menanyakan keberadaan Karin, lalu serta merta kembali ke meja.
"Dari mana lo?" tanya Devano dengan mata penuh selidik, dasar memang aneh. Padahal jelas tadi Alfin pamit ke toilet.
"Nyari Karin, Ilang dia." gumam Alfin, sembari menghela napas kasar.
"ILANGGG." kompak Devano, Abiyan dan Clara bersamaan. Alfin hanya mengedihkan bahu, "Aku dah kirim pesan tinggal nunggu balesan, dari tadi pamit ke toilet gak balik-balik dia, kali aja di culik om-om." seloroh Alfin, "Hilih, bilang aja lo khawatir sama tu cewek resek." sahut Devano, dan Alfin sama sekali tak protes dengan ucapan Devano, karena menurutnya memang benar jika ia sedang mengkhawatirkan Karin.
***
"Lho nak Alan, kok bisa Karin sama kamu, ayo masuk dulu." sapa Mamanya Karin dengan ramah. Lalu mempersilahkan Alan masuk ke dalam rumah, rumah yang sederhana milik Karin.
"Makasih tante," ucap Alan dengan sopan, lalu mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Rumah sederhana milik Karin masih sama seperti dulu, saat ia sering main kesini mengunjungi kakaknya Karin. Bahkan potret kakak Karin pun masih terpasang rapi di setiap dinding, bersela dengan potret Karin.
"Karin ganti baju dulu kak," pamitnya setelah meletakkan ponselnya diatas meja. Alan hanya mengangguk, sedangkan sang mama, ia tengah membuatkan minum untuk Alan di dapur.
"Maafin Karin ya nak, pasti dia minta jemput kamu." ucap mamanya Karin merasa bersalah, sembari meletakkan minum diatas meja.
" Diminum nak Alan." pintanya, lalu ikut duduk.
"Makasih tante, repot-repot. Tadi Alan nggak sengaja ketemu Karin di jalan, makanya Alan ajak pulang bareng. Karin kan adik sahabatku, jadi aku juga harus melindungi dia." Aku Alan, bersama dengan itu, Karin keluar dengan mengenakan dress bermotif bunga, dengan wajah lebih segar.
"Kenapa aku merasa, Karin lebih cantik dari Nora ya, apa otakku sedang bermasalah." Batin Alan, lalu saat sadar, ia merutuki kebodohannya sendiri.
"Aku mau hubungi Devano dulu, takut mereka nyari." ijin Karin, Alan pun mengangguk.
Segera Karin mengambil ponsel kemudian menjauh dari mama dan Alan.
Segera ia mendial nomor Devano, Karin bernapas lega karena Devano langsung mengangkat teleponnya.
📲 "Hallo, siapa ini?" ketus suara diseberang sana, Devano.
📲 Gue, gue Karin, Dev! Sorry gue pulang duluan, karena nggak enak badan.Tadinya mau nyamper dulu, tapi badan gue udah lemes." alibi Karin.
📲 "Oh, ok! gue bilang ke anak-anak, lagi pada nyariin elo." Devano langsung mematikan ponselnya.
Karin mendekus sebal, "Dasar Devano dingin," gerutunya sembari menatap layar ponsel, lalu matanya membulat sempurna melihat pesan watshapp dari Alfin, rentetan panjang yang membuatnya semakin merasa bersalah.
📲"Kar, lo dimana? lo nggak kenapa-napa kan, gue cari muter-muter kaga ada, khawatir lo kenapa-napa." pesan Alfin.
Karin meringis membaca pesan tersebut, dan ia merasa sangat bersalah.
**
Devano menghampiri teman-temannya, mengabarkan bahwa Karin sudah pulang lebih dulu.
"Oeyy, udah pulang Karin, sakit dia! Mau nyamper dulu lemes." ujar Devano lebih kepada Alfin.
"Terus dijemput siapa dia?" tanya Clara, "Mungkin kakaknya bee." sahut Abiyan.
Alfin pun bernapas lega, lalu melihat jam di pergelangan tangannya, "Yaudah pulang yok, kita masih pake seragam. Kalau mau lanjut maen, lah mandi ganti baju dulu skuy."
"Iya jadi gagal maen kita gara-gara sejam lebih nyariin Karin." gerutu Abiyan, "Yaudah sii, tar malem lo pada nge game sepuasnya, sekarang kita pulang dulu." putus Devano, dan mereka pun setuju.
Pulang kerja, Nora mampir ke Mall. Bermaksud belanja beberapa keperluannya, juga mencari beberapa baju yang bisa ia pake untuk pergi ke kantor.
Nora segera masuk, namun matanya membulat sempurna saat dari jauh ia melihat seperti wajah Devano dan teman-temannya berada di mall, "Harus sembunyi nih," gumam Nora, lalu dengan segera ia masuk ke sebuah toko baju.
"Ngapain Devano ke mall, ahh bodoh pastilah main," gumam Nora merutuki kebodohannya sendiri.
Dan saat Devano sampai di dekatnya, tubuhnya semakin bergetar. Terlebih Devano dan teman-temannya berhenti tepat di depan toko baju tempat ia sembunyi.
"Gue, telpon tante kesayangan gue bentar." ucap Devano dan langsung diangguki ketiga temannya.
Nora langsung mengalihkan ponselnya menjadi mode diam, dalam hatinya ia kesal, sangat kesal.
"Apaan sih, Dev! Bilang gue tante di depan teman-temannya!" gerutu Nora, sembari mengintip. Sialnya Devano dan yang lain masih betah berdiri disitu, membuatnya yang sedang berjongkok di balik baju yang berjejer semakin kesal.
"Kenapa gak diangkat-angkat sih tant," gerutu Devano, suaranya samar terdengar di telinga Nora.
"Selingkuh kali, Dev!" celetuk Abiyan, dan langsung mendapat tatapan membunuh dari Devano.
"Bi, jangan bikin naik darah orang! Udah Dev, palingan lagi di jalan, ini kan jam pulang kantor." sungguh Clara memang luar biasa, dan perkataannya langsung membuat Devano sadar dan melihat jam di pergelangan tangannya.
"Bener, ya! yaudah kita pulang."
Nora bernapas lega, ketika melihat geng Devano sudah menghilang, ia memastikan Devano sudah pulang, lalu kembali masuk ke dalam mall.
Nora langsung menuju toko baju yang menjual blazer kantor. Setelah membeli beberapa yang cocok, kini Nora berkeliling. Tak sengaja melihat sebuah kalung indah di toko perhiasan dan berlian.
"Cantik." gumamnya pelan, dengan wajah penuh kagum. Nora sempat menyentuh kalung itu dari luar kaca, seperti punya rasa ingin memiliki, namun enggan ia membeli, terlebih itu limited edition.
Nora melanjutkan langkah, ia harus belanja keperluannya.
"Jadi dia suka kalung ini," gumam seseorang setelah Nora pergi.
"Mbak, saya ambil ini ya," pintanya kepada karyawan yang bekerja di toko itu, "Yang ini mas? emt..." Karyawan itu seperti ragu, namun saat ia menyodorkan black cardnya, karyawan itu pun mengulas senyum.
"Baik kak, akan saya proses pembayarannya, mau di bungkus sekalian?"
"Iya mbak, kasih juga kata-kata romantis, terserah itu apa yang penting romantis." pintanya, karyawan itu lagi-lagi mengangguk dan tersenyum.
.
Bersambung✍🏻
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komen, vote dan rate agar aku semangat up lagi 🍉