NovelToon NovelToon
Ibu Susu Bayi Kembar Tuan Barra

Ibu Susu Bayi Kembar Tuan Barra

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Anak Kembar / Menikah Karena Anak
Popularitas:50.4k
Nilai: 5
Nama Author: Buna Seta

Aryani Faizah yang sedang hamil tua mengalami kecelakaan tertabrak mobil hingga bayi yang ia kandung tidak bisa diselamatkan.
Sang suami yang bernama Ahsan bukan menghibur justru menceraikan Aryani Faizah karena dianggap tidak bisa menjaga bayinya. Aryani ditinggalkan begitu saja padahal tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.

Datang pria kaya yang bernama Barra bersedia menanggung biaya rumah sakit, bahkan memberi gaji setiap bulan, asalkan Aryani bersedia menjadi ibu susu bagi kedua bayinya yang kembar.

Apakah Aryani akan menerima tawaran tuan Bara? Jika mau, bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

"Permisi Nyonya" Faiz tidak meladeni Chana, ia lebih baik pergi meninggalkan wanita yang sedang marah-marah tidak jelas, padahal Faiz tidak tahu apa-apa tapi dijadikan sasaran.

"Dilla, sebaiknya kamu sarapan dulu"

"Iya Kak" Dilla pun keluar kamar.

Faiz mendekati box, si kembar rupanya tidak tidur, tapi tidak menangis. Begitu Faiz mendekat, si kembar enggerakkan kaki dan tangan dengan lincah sepertinya tahu siapa yang datang. "Ketempat tidur Ibu, yuk" Faiz memindahkan si kembar satu persatu ke tempat tidurnya karena ingin mengajak bermain agar lebih luas.

"Besok minggu kita jalan-jalan ke yayasan" Faiz mengajak bicara Rohman, Rohim. Keduanya mengerucutkan bibir seperti ingin bicara. Faiz gemas lalu mencium dua pipi yang sudah montok itu.

Sementara itu Barra duduk di ruang kerja termenung, ingin rasanya mengusir benalu Chana dari rumahnya, tapi dia masih ingat pesan almarhum papa.

Flashback On.

Barra menangis tergugu ketika menyaksikan pernikahan papa dengan Chana. Terlebih, kuburan mama Nadiah pun belum kering, tapi papa tega. Bukan pernikahan mewah sebenarnya, hanya memanggil penghulu, mengundang kerabat dekat, dan orang-orang kepercayaan papa di kantor. Tetapi bukan itu masalahnya, setidaknya papa sabar menunggu hingga 40 hari saja setelah kepergian mama.

Barra tidak mau mata basah nya dilihat banyak orang, lalu melenggang pergi ke kamar. Dia ambil album keluarga sejak masih bayi merah hingga wisuda SMK. Foto Wisuda itulah terakhir dia bersama mama, dan papa diambil gambarnya. Sungguh keluarga yang harmonis, setiap lembar album menampilkan senyum mama yang merekah, tawa papa lebar, tidak terkecuali dia sendiri yang selalu menampilkan ekpresi wajah berseri-seri. Barra tidak menyangka akan berakhir menyakitkan.

Hari-hari Barra lewati di rumah itu dengan rasa kesal, tiap kali melihat papa dengan Chana seperti remaja saja.

Pertengkaran Barra dengan Chana kerap kali terjadi, rumah menjadi seperti neraka saja. Chana sok menjadi ratu di rumah yang dibangun papa dan mama dengan keringatnya ketika baru merintis. Barra tidak terima itu.

"Barra, kamu harus hormat kepada Chana seperti Mama kamu sendiri. Kenapa sikap kamu selalu begitu?" Papa menasehati ketika Barra melawan karena Chana ngatur hidupnya.

"Mama aku hanya satu, Pa. Sampai kapanpun Papa jangan berharap aku tunduk dengan aturan istri Papa yang tidak punya ahlak itu!" Barra sudah kelewat emosi.

Plak!

Tamparan keras pun terjadi, Barra memegangi pipinya yang terasa panas. Dia menatap papa tidak percaya, sejak kecil papa belum pernah mencubit, menyentil, apa lagi menampar. Tetapi semenjak menikah dengan Chana, sikapnya berubah. Papa lebih memihak Chana daripada dia yang anaknya sendiri. Dengan perasaan kecewa Barra ke kamar mengemasi barang-barangnya lalu menarik koper keluar.

"Mau kemana kamu Barra?" Papa yang sedang memeluk Chana di sofa segera melepas tangannya ketika melihat Barra menarik koper.

"Aku mau pergi Pa, selamat bersenang-senang bersama istri kesayangan Papa agar tidak ada yang mengganggu." Barra tidak menoleh lagi, walaupun terdengar suara papa memanggilnya.

Barra memilih sewa apartemen untuk menenangkan diri, dengan begitu dia juga harus siap mandiri. Karena sudah tidak menerima jatah harian dari papa. Walaupun isi kartu masih banyak dia tidak mau boros.

"Sebaiknya aku gunakan isi atm ini untuk modal." pikir Barra. Barra bertekat menggunakan uang tersebut untuk modal jual beli mobil bekas, dan sepeda motor. Hanya usaha itu yang tidak mengganggu jam kuliah. Dan hasilnya memuaskan, walaupun tidak setiap hari laku, tapi keuntungannya lumayan besar.

Barra fokus kuliah sambil bisnis, belum memikirkan wanita walaupun banyak sekali sesama anak kuliahan yang terang-terangan menyatakan cintanya, Barra menolak dengan halus tanpa menyakiti mereka.

Waktu berganti tahun, hingga 4 tahun sudah Barra tidak pulang ke rumah. Bukan tidak rindu papa, tapi sangat rindu. Namun, Chana lah yang membuat Barra memutuskan silaturahmi dengan papa.

Bukan hanya bisnis kendaraan saja yang maju pesat, Barra juga menunjukkan prestasinya di bangku kuliah. Dia dapat menyelesaikan kuliah hingga wisuda, walaupun tidak dihadiri orang tuanya.

"Apa benar Anda ini Barra Malik Hawwas?" Tanya seorang pria, menatap wajah Barra seksama. Ketika Barra sudah keluar dari kampus dengan hati senang karena mendapat nilai cumlaude.

"Benar, bapak ini siapa?" Barra mengeryit karena tidak merasa mengenal pria paruh waktu itu.

"Saya anak buah Tuan Hawwas, beliu saat ini sedang sakit, Den." bapak itu menceritakan keadaan Hawwas papa Barra.

"Beliu dirawat di mana? Lalu sakit apa?" Cecar Barra khawatir. Boleh dia benci dengan Chana, tapi tidak dengan sang papa.

"Rumah sakit xxx, mari ikut saya, Den." si bapak mengajak naik mobil perusahaan, tetapi Barra menolak karena dia membawa motor sendiri.

Motor besar merk ternama itu pun mengikuti mobil anak buah papa hingga tiba di rumah sakit. Barra temangu di depan rumah sakit yang khusus untuk pasien jantung. Dia sudah bisa menebak jika papa menderita sakit yang tidak kalah mengerikan dari penyakit mama dulu.

"Mari, Den" si bapak menyadarkan lamunan Barra.

Barra menurunkan kepala yang tengah mendongak menatap tulisan rumah sakit, kemudian mengikuti si bapak ke lantai empat di mana papa sedang di rawat.

Tiba di salah satu kamar pasien, Barra meneteskan air mata, ketika memandangi tubuh yang dulu kekar itu kini nampak kurus dan tidur meringkuk di pasang selang infus. Sesal pun akhirnya hadir, seharusnya Barra tidak boleh menjadi anak durhaka. Menengok papa seharusnya dia lakukan.

"Barra, kamu akhirnya pulang" Chana yang duduk terkantuk-kantuk di kursi samping papa, seketika berdiri ketika melihat anak tirinya mendekati papa. Namun, Barra acuh saja sama sekali tidak melirik Chana.

"Barra... kamu pulang Nak..." lirih papa. Rupanya suara Chana mengusik tidurnya.

"Iya Pa, papa sakit apa? Cepat sembuh, Pa." Barra mencium tangan papa yang keriput itu lalu menciumnya.

"Papa tidak apa-apa. Biasa Nak, sudah tua begini sering sakit-sakitan. Barra... Papa minta kamu jangan pergi lagi, Papa sudah tua tidak bisa lagi mengurus perusahaan. Sekarang giliran kamu yang harus menggantikan Papa," titah sang papa.

Tidak ada jawaban dari Barra, rupanya ia masih harus berpikir.

Sore hari di taman rumah sakit, Barra merenung memikirkan papa. Dia bingung, haruskah menuruti perintah papa? Sedangkan usahanya pun saat ini sudah maju.

"Barra..." Chana datang lalu duduk di depan Barra, tapi Barra sama sekali tidak merespon.

"Papa kamu menderita penyakit jantung tidak lama kamu pergi Barra, tapi setahun ini penyakit Papa semakin berat dan itu karena apa? Papa setres memikirkan kamu" papar Chana.

Kali ini Barra kaget, sekilas menatap Chana.

"Tolong jangan buat Papa kamu kecewa, siapa lagi yang akan mengurus perusahaan jika bukan kamu?"

Barra tetap tidak menjawab, dia justru pergi pulang ke rumah menemui bibi. Menanyakan perlakuan Chana terhadap papa selama dia pergi.

"Nyonya Chana memang judes Den, tapi jika dengan Tuan, beliau mengurus dengan baik" jujur bibi.

Semenjak saat itu, Barra terjun ke perusahaan papa, tapi juga tetap menjalankan bisnis kendaraan bekas. Kehilangan mama selama 4 tahun yang lalu terasa baru kemarin, Barra tidak mau papanya juga pergi cepat jika dia tidak menurut.

Barra mengurus perusahaan selama enam tahun, dan juga mengurus papa. Hawwas memang terlihat segar, tapi jika penyakit jantungnya kumat sungguh menyedihkan.

Barra sampai lupa dengan dirinya sendiri, seharusnya usianya yang ke 30 tahun ini sudah matang untuk menikah. Hingga akhirnya sang papa menjodohkan Barra dengan wanita pilihannya.

"Masalah jodoh, biar aku sendiri yang memilih Pa" Barra bukan tidak mau menikah, banyak wanita tapi tentu memilih yang cocok.

"Cobalah Barra, kamu tidak akan kecewa dengan gadis pilihan Papa" paksa Hawwas.

"Dalam hal ini, aku menolak Pak" tegas Barra.

"Barra, apa salahnya kamu menuruti kata-kata Papa" Chana nimbrung.

"Kamu tidak boleh ikut mengatur, karena kamu di sini tidak lebih dari wanita perampok suami Mama." Barra yang sudah beberapa tahun mencoba untuk tenang menghadapi Chana demi papa, tapi kali ini emosi.

Pertengkaran pun terjadi, hingga papa Barra jatuh memegangi dadanya.

"Papa..." Barra dengan cepat melarikan papa ke rumah sakit. Tiga hari papa koma, ketika sadar, Barra mohon maaf.

"Papa... cepat sembuh ya, aku berjanji akan menerima tawaran Papa."

Setelah papa sembuh, mau tak mau, Barra menikah dengan wanita cantik yang berprofesi sebagai artis.

"Semoga kalian bahagia" ucap Hawwas lega ketika menatap putranya tengah bersanding dengan gadis pilihannya.

Seminggu kemudian setelah pernikahan Barra, Hawwas mengumpulkan keluarga. "Barra... Papa merasa hidup Papa sudah tidak akan lama lagi. Jika Papa pergi nanti, Papa mohon, kalian jangan bertengkar" Hawwas juga melirik Chana.

"Barra... perusahaan, dan lahan kosong di simpruk sekarang menjadi milik kamu, tapi Papa mohon biarkan Chana tinggal di rumah ini. Karena setengahnya sudah Papa serahkan kepadanya. Kecuali Chana nanti menikah lagi, kamu harus menjual rumah ini lalu kalian bagi dua" tutur papa, juga memberikan kertas yang berisi deposito kepada Chana entah berapa isinya.

Kendati demikian, takdir sudah tiba, Hawwas pun akhirnya meninggal seminggu setelah membagi warisan.

Flashback Off.

...~Bersambung~...

1
Maizuki Bintang
bgs
Sunaryati
Kok lupa Faiz nenek saja nggak lupa, Lho
🙃 ketik nama 💝🎀🌈🌴
tenyta di lamar tohhh ...
ayooo trima faiz, jngan lama lama kalau mikir....


lanjut...
semangat...
🌷💚SITI.R💚🌷
udh faiz terima aja krn yakin hati jecil kamu jg ada rasa sm barra,selain kamu sayang s si kembar,masalah chane biarin aja toh barra ada di pihak kamu dan benar kt barra dia bln siapa² cuma sebatas ibu tiri
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
Dewi kunti
pura2 amnesia🤭🤭🤭🤭
zh4insu
Kan, akhirnya di ajak nikah, meski gak romantis,,, 😁😁
Rina
Jawab yess aja Faiz 🫢🫢🫢
Amy
ayo faizz jangan ragu2

terima ajaaa
LISA: Ya Faiz terima donk..
total 1 replies
Abil Dafiza
dilamar ky ny haha
Dinda Putri
mungkin kah barra mau ngakak nikah faiz😁😁
Dewi kunti
kontrak kerja pa kontrak hidup nich
Dwi ratna
asyik mau langsung dilamar inih
Dartihuti
Di ajak nikah Faiz
Rina
Apakah Bara mau melamar Faiz 🫢🫢🫢
🌷💚SITI.R💚🌷
asyiiiik mau di lamar terima ya faiz
meita
kontraknya d perpanjang seumur hidup
🙃 ketik nama 💝🎀🌈🌴
dag dig dug...
mau dkasih hadiah kah.?? atau perpnjang kontrak... 🤭
lanjut kak
🍁ᴍɪᴍɪ❣️💋🅉🅄🄽🄸🄰👻ᴸᴷ: Iya bener tuh biar nyadar diri dia🤣🤣
LISA: Hahaaa..mau dilamar nih 🤭😁
total 6 replies
zh4insu
Mau dilamar kah? Atau,,,?? Aku pinisirin...
Bu Kus
duh bikin nyesek kasihan mama bara pantas bara benci sama chana
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!