Malam itu, Ajela dijual oleh ibunya seharga satu miliar kepada seorang pria yang mencari gadis perawan. Tak ada yang menyangka, pria tersebut adalah aku! Aku yang membeli Ajela! Dia dipaksa menjalani sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, dan Mama masih tega menganggap Ajela sebagai wanita panggilan?
Ajela dianggap tak lebih dari beban di keluarganya sendiri. Hidupnya penuh penderitaan—dihina, diperlakukan tidak adil, bahkan sering dipukuli oleh ibu dan kakak tirinya.
Demi mendapatkan uang, Ajela akhirnya dijual kepada seorang pria yang mereka kira seorang tua bangka, jelek, dan gendut. Namun, kenyataan berkata lain. Pria yang membeli Ajela ternyata adalah pengusaha muda sukses, pemilik perusahaan besar tempat kakaknya, Riana, bekerja.
Bagaimana Riana akan bereaksi ketika menyadari bahwa pria yang ia incar ternyata adalah orang yang membeli Ajela? Dan bagaimana nasib Ajela saat malam kelam itu meninggalkan jejak kehidupan baru dalam dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Amarah Yang Bersemburan
Alvian mempercepat langkah kakinya ke arah Galih. Matanya yang tajam menyorot wanita berusia 40 tahunan yang sedang menjaga kios. Wanita itu tampak kebingungan dan gelisah. Sebab tiba-tiba saja kiosnya dikepung oleh beberapa pria. Dua di antaranya berpakaian rapi dengan setelan jas, sedangkan yang lainnya berseragam serba hitam.
"Ibu ini mengaku mengenal Ajela. Dia baru saja memberikan alamatnya dan ternyata tidak jauh dari sini," ucap Galih.
Alvian menatap wanita itu sedikit ragu. Demi meyakinkan diri, ia membuka ponsel miliknya dan memperlihatkan foto ke hadapan wanita itu. "Ibu yakin ini orangnya?"
"Benar, Tuan. Wanita di foto ini memang Ajela. Tadi dia datang membawa bayinya untuk membeli sesuatu. Tapi saat saya menghitung belanjaannya, dia malah langsung pergi begitu saja." Wanita itu menunjukkan perlengkapan bayi yang tadi hendak dibeli Ajela. Sudah terbungkus ke dalam kantongan plastik.
"Apa mungkin tadi dia melihat kita dan ketakutan?" Alvian melirik Galih. Hal inilah yang sangat ia takutkan jika pencarian terhadap Ajela melibatkan banyak pihak. Wanita itu pasti akan ketakutan dan nekat melarikan diri ke tempat yang lebih jauh.
"Mungkin saja," imbuh Galih.
"Kalau begitu ayo cepat cari dia! Jangan sampai melarikan diri lagi!"
Tanpa pikir panjang Alvian langsung melangkah. Galih menyempatkan diri memerintahkan anak buahnya untuk berpencar ke banyak tempat demi mengantisipasi kemungkinan terburuk. Sekarang ini mereka harus bergerak cepat dan tidak boleh lengah sedikit pun.
Tak sampai lima menit mereka sudah tiba di sebuah rumah minimalis seperti petunjuk yang diberikan wanita pemilik kios. Alvian memandangi rumah yang tampak sunyi itu. Tak ada tanda keberadaan seseorang di dalam sana, pagar besi yang menjadi pembatas pun terkunci. Bahkan lampu utama di rumah bagian depan padam semua. Sedangkan di sebelahnya hanya ada sebuah rumah kecil dengan pintu tertutup rapat.
"Sepertinya rumah ini sudah kosong," ujar Galih dengan pandangan berkeliling. "Apa jangan-jangan Ajela sudah pergi membawa anaknya?"
Terdiam sesaat, Alvian memikirkan tentang apa yang diucapkan Galih. Jika tadi Ajela melihat mereka, sudah pasti ia akan melarikan diri lagi dan tidak mungkin tetap tinggal di rumah ini. Alvian benar-benar merasa akan gila sekarang.
"Aku akan periksa rumah ini dulu. Yang lain cepat berpencar dan cari Ajela di sekitar sini. Kalau pun dia sudah pergi, pasti belum jauh!" perintah Alvian.
"Baik, Tuan!"
Para anak buahnya berpencar mencari, meninggalkan Alvian dan Galih berdua di depan rumah itu.
Alvian memijat kening yang terasa berdenyut. Pikirannya kalut. Namun, entah mengapa sisi lain dari hatinya merasakan kehadiran Ajela dan anaknya ada di sekitar sini.
"Aku akan ke sana dulu untuk bertanya pada seseorang. Mungkin ada yang melihat Ajela," ujar Galih, lalu berjalan menuju sebuah warung kecil di tepi jalan.
Sedangkan Alvian melirik ke dalam rumah. Pagar besi tinggi menjulang dengan ujung runcing itu ia sebrangi tanpa kesulitan berarti.
**
**
Ajela terhempas keras membentur dinding dan menciptakan rasa ngilu di sekujur tubuhnya. Pakaiannya telah sobek di beberapa bagian. Kening dan sudut bibirnya mengeluarkan darah.
Tendangan yang tadi ia layangkan ke arah selangkangan Bayu membuat lelaki itu naik pitam. Tak terima dengan penolakan Ajela, Bayu kehilangan kendali sehingga melakukan tindakan yang lebih brutal. Ajela ditampar, dijambak, dan ditarik pakaiannya hingga sobek.
Ajela masih berdiri di sudut ruangan dengan tubuh gemetar.Ingin berteriak meminta tolong pun akan percuma. Rumah Bu Rina cukup berjarak dengan rumah lain. Sedangkan paviliun yang ia tempati cukup jauh ke belakang. Berteriak pun mustahil jika ada yang mendengar. Kini Ajela hanya berharap akan ada sebuah keajaiban yang menyelamatkannya dari cengkeraman pria kejam ini.
"Dasar perempuan tidak tahu diuntung! Sudah syukur aku mau memberimu uang! Dari pada kamu hidup terlunta-lunta di luar sana!"
"Tidak, tolong jangan, Mas! Tolong lepaskan saya!" Ajela kembali memohon. Sepenuh hatinya tidak akan pernah rela jika tubuhnya harus ternoda untuk ke dua kali. Cukuplah Alvian yang meninggalkan noda hitam dalam kehidupannya.
"Sayang sekali, Ajela. Kamu sudah membuatku marah dan kamu harus menerima hukuman." Dengan gerakan cepat, Bayu meraih lengan Ajela. Menghempas tubuh lemah itu hingga terjerembab ke lantai.
Kening Ajela terbentur hingga meninggalkan tanda kemerahan. Ia melihat putranya yang sejak tadi terus menangis. Suara bayi mungil itu mulai terdengar lemah. Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Ajela menyeret tubuhnya mendekat ke arah bayi kecil itu. Namun, lagi-lagi Bayu menghalangi.
"Ayo, Ajela, puaskan aku dan kamu akan mendapatkan uang!" Sepasang mata Ajela terpejam. Ia menjerit sekuat tenaga. Kedua tangannya memukul-mukul tubuh laki-laki itu.
Bayu baru akan membenamkan bibirnya di lekukan leher Ajela ketika merasakan tarikan kuat pada punggungnya. Tubuh besar lelaki itu pun terpental ke sudut ruangan. Dengan gerakan cepat, ia langsung bangkit. Bola matanya menyala memancarkan amarah ketika menatap seorang pria asing yang tiba-tiba menerobos masuk ke rumah dengan mendobrak pintu.
Sedangkan Ajela yang masih syok perlahan bangun. Tubuh lemahnya bersandar di dinding. Ia baru tersadar setelah mendengar suara tangisan bayi. Cepat-cepat wanita itu beranjak ke arah bayinya. Mendekap erat di dadanya sambil terisak-isak.
"Siapa kamu?" Suara teriakan Bayu menggema.
Alvian tak menyahut. Kedua tangannya terkepal sempurna. Rahangnya mengetat dengan tatapan tajam menghujam. tanpa kata, Alvian merangsek maju. Menghantamkan kepalan tinjunya bertubi-tubi ke wajah dan perut.Tanpa ampun.
Bayu bahkan merasakan gigi dan rahangnya hampir rontok dihajar habis-habisan oleh pria itu. Alvian tak memberinya celah untuk sekedar membalas atau melindungi diri. Bak seekor singa yang hendak memangsa lawan.
"Hey, jangan sembarangan di rumah orang! Saya bisa laporkan kamu dengan pasal penganiayaan!"
Tak peduli, Alvian kembali menghantam Bayu dengan pukulan bertubi-tubi. Menyerang membabi buta ke bagian manapun yang terjangkau oleh kepalan tinjunya. Ia mencengkram kerah kemeja Bayu dan memaksanya berdiri.
"Berani sekali kamu menyentuh wanitaku dengan tangan kotormu!"
Bayu tersentak. Ia menatap lelaki itu sambil menebak apa hubungannya dengan Ajela.
Mengapa ia menyebut Ajela sebagai wanitanya? Siapa dia? Dari penampilannya saja, Bayu dapat menebak bahwa lelaki itu bukan orang sembarangan. Namun, Bayu tak sempat lagi untuk berpikir lebih jauh, karena saat ini dirinya sedang dianiaya dengan brutal.
"Tunggu sebentar, mari kita bicara baik-baik. Ini salah paham!" pekik Bayu mencoba mengulur waktu. "Wanita itu yang merayuku duluan. Dia bilang sedang membutuhkan uang dan menawarkan tubuhnya untuk semalam. Lihat, uang yang tadi kuberikan padanya masih berserakan di lantai."
Alvian berdecih menatap lembaran uang tersebut.Kemudian melirik Ajela yang terisak-isak memeluk bayinya. Fitnah Bayu itu, mana mungkin Alvian akan percaya? Jika memang Ajela menginginkan uang, ia bisa memintanya dari Alvian. Tapi nyatanya? Jangankan meminta uang, Ajela justru melarikan diri tanpa membawa uang satu sen pun.
Amarah Alvian pun semakin memuncak tatkala mendapati pakaian Ajela sobek di beberapa bagian, dengan sudut bibirnya yang berdarah. Belum lagi tangisan Baby Boy terus terdengar. Pemandangan ini benar-benar menyayat hatinya.
"Dan kamu pikir aku akan percaya?" Alvian mencengkeram kerah kemeja Bayu lebih kuat. " Aku tidak akan membiarkanmu keluar hidup-hidup dari rumah ini !" Kepalan tinju Alvian kembali menghantam tubuh Bayu. Tak ada ampun bagi siapapun yang telah berani menyakiti ibu dari anaknya itu.
"Ampuni saya, Tuan!" lirih Bayu. Serangan Alvian seolah sanggup melumpuhkan syaraf-syarafnya. Membuat napasnya tersengal hebat, seolah pasokan oksigen yang tersedia tak cukup untuk bernapas.
Dalam hitungan menit, Galih sudah datang setelah mendengar suara keributan dari dalam rumah. Apa yang tersaji di hadapannya membuat lelaki itu terkejut. Ajela terduduk sambil menangis memeluk bayinya dengan penampilan acak-acakan. Sedangkan Alvian sedang memukuli seorang pria.
Galih yang belum tahu duduk perkaranya itu langsung mendekati sang bos. Mencoba menjadi penengah dalam perkelahian itu.
"Sudah cukup, Al! Dia bisa mati kalau kamu hajar terus!"
Alvian menghempas tangan Galih yang coba menahannya.
"Minggir! Aku memang sedang ingin membunuh manusia brengsek ini!"
Bersambung ~