Akademi Debocyle adalah akademi yang paling luas, bahkan luasnya hampir menyamai kota metropolitan. Akademi asrama yang sangat mewah bagaikan surga.
Tahun ini, berita-berita pembunuhan bertebaran dimana-mana. Korban-korban berjatuhan dan ketakutan di masyarakat pun menyebar dan membuat chaos di setiap sudut.
Dan di tahun ini, akademi Debocyle tempatnya anak berbakat kekuatan super disatukan, untuk pertama kalinya terjadi pembunuhan sadis.
Peringatan : Novel ini mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan. Kebijakan pembaca diharapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garl4doR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Misi Dimulai
Sopir yang sebelumnya mengantar Vella dan Charissa kini bersiap pergi. Dengan sopan, ia berpamitan, mengatakan bahwa ia akan kembali menjemput mereka setelah dihubungi. Mesin mobil kembali meraung pelan sebelum kendaraan itu melaju menyusuri lorong gua yang sunyi, meninggalkan mereka dalam ketegangan yang mulai terasa.
Di sisi lain, Pak Bevan dan Bu Ruby tampak sibuk membahas denah Akademi Lama yang begitu luas. Dari raut wajah mereka, jelas terlihat bahwa diskusi itu bukan sekadar orientasi biasa—mereka sedang menyusun strategi, membagi wilayah untuk investigasi. Tampaknya, mereka akan berpisah untuk sementara waktu.
Alvaro tidak terlalu tertarik mencampuri urusan mereka. Pikirannya saat ini lebih terpusat pada sesuatu yang lain. Ia melihat Gale berbicara dengan anggota Fluttergeist, mungkin memberi semangat sebelum perpisahan.
Alvaro melangkah mendekat. "Kau sadar, kan? Pembagian tim ini agak aneh," ujarnya pelan, namun tegas. "Semua orang dengan pertahanan kuat ada di kelompokmu, sementara mereka yang punya serangan tinggi dikumpulkan di timku. Seharusnya kita tidak berpencar seperti ini."
Latania yang berdiri di dekatnya mengangguk setuju. "Aku juga berpikir begitu. Tapi jangan lupa, Pak Bevan dan Bu Ruby saling melengkapi kekurangan setiap kelompok. Pak Bevan punya daya serang tinggi, sementara Bu Ruby memiliki pertahanan yang luar biasa. Dengan mereka di masing-masing tim, keseimbangan tetap terjaga."
Percakapan mereka terhenti ketika Pak Bevan dan Bu Ruby mendekat. "Kalian sudah siap?" tanya Pak Bevan, suaranya dalam dan berwibawa.
Semua anggota Fluttergeist mengangguk serempak.
"Baiklah, naik ke mobil. Akademi Lama terlalu luas jika harus dijelajahi dengan berjalan kaki," instruksi Pak Bevan. Ia lalu menoleh ke arah Bu Ruby, mengulurkan tangannya untuk berjabat. "Sampai bertemu lagi."
Bu Ruby tersenyum, balas menjabat tangan besar itu dengan erat. "Jaga mereka baik-baik, ya."
Pak Bevan mengangguk mantap. "Pasti."
Momen itu membuat Gale spontan mengulurkan tangannya juga, seperti seorang atlet sebelum memasuki lapangan. "Ayo, kita harus bersemangat!"
Satu per satu, anggota Fluttergeist mengikuti. Alvaro, Hans, Charissa, Latania, Shally, dan Vella menyatukan tangan mereka di tengah. Sebuah simbol kebersamaan sebelum mereka berpisah untuk menjalani misi yang penuh risiko.
"Tim Fluttergeist!" seru Gale penuh semangat.
"Pasti menang!" mereka semua menjawab serempak, tangan terangkat tinggi sebelum akhirnya berpisah.
Di sisi lain, Hans dan Vella saling bertukar pesan singkat untuk tetap berhati-hati. Sebagai sepupu, wajar saja mereka menunjukkan kepedulian lebih.
Sementara itu, Charissa, Latania, dan Shally berbagi pelukan singkat. Mereka bertiga sudah berteman sejak sebelum masuk Akademi Debocyle, jadi momen perpisahan ini terasa lebih berat.
"Kalian hati-hati, ya. Aku akan menjaga ketua sebaik mungkin," ujar Charissa penuh keyakinan.
Latania tersenyum hangat. "Jangan hanya memikirkan orang lain, jaga dirimu juga."
Shally mengangguk kecil. "Benar, Charissa. Jangan gegabah. Dengarkan instruksi Pak Bevan dan Gale."
Alih-alih mengiyakan dengan serius, Charissa justru tersenyum nakal. "Oke-oke, tapi jangan sampai kamu cemburu, ya?"
Seketika wajah Shally memerah. "A-a-aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," elaknya gugup sebelum buru-buru berbalik, masuk ke dalam mobil lebih dulu.
Semua yang masih berdiri di sana hanya bisa bertukar pandang, bingung dengan sikap Shally. Charissa cekikikan puas, sementara Latania hanya bisa menghela napas sambil menggeleng.
Gale menatap Alvaro, matanya penuh arti. "Jaga dirimu, kawan."
Alvaro mengangguk, mengepalkan tinjunya sebelum menyentuh kepalan Gale sebagai tanda saling percaya. "Kau juga."
***
Ban mobil mencengkeram permukaan berbatu, menciptakan decitan tajam saat kedua kendaraan melaju ke arah berlawanan, masing-masing menghilang ke dalam bayang-bayang pilar raksasa yang menopang Akademi Lama. Cahaya lampu depan terpantul samar di dinding-dinding batu yang kasar, memancarkan aura purba yang mengisyaratkan sejarah kelam yang terkubur di tempat ini.
Alvaro menyandarkan punggungnya pada kursi, matanya masih terpaku ke kaca spion, menyaksikan mobil lainnya menghilang dari pandangan. Ia menyeringai kecil—bukan karena kegembiraan, tetapi lebih sebagai tanda penghormatan. Seperti gladiator yang melangkah ke arena, mereka telah memilih jalan masing-masing, dan tidak ada jaminan bahwa mereka semua akan bertemu lagi dalam keadaan utuh.
Kini, hanya ada kesunyian.
Di dalam mobil, suara mesin menjadi satu-satunya yang terdengar, bergema samar di antara koridor-koridor sunyi Akademi Lama. Tidak ada lambaian perpisahan, tidak ada obrolan ringan—hanya keheningan yang menggantung seperti kabut tebal di udara.
Alvaro duduk di samping kursi pengemudi, tatapannya lurus ke depan, sementara di kursi belakang, Vella menatap jendela dengan ekspresi muram, seolah-olah kaca itu adalah perantara antara dirinya dan sesuatu yang tak kasat mata. Di sebelahnya, Latania duduk dengan tangan bersilang, posturnya kaku dan waspada. Shally, yang duduk di sisi seberang Vella, menolak untuk melihat keluar. Ia memilih untuk memejamkan mata, bukan karena lelah, tetapi sebagai bentuk pertahanan diri—seolah-olah dengan tidak melihat, ia bisa menghalau bayangan yang mungkin mengintai di kegelapan.
Bu Ruby, dengan satu tangan kokoh menggenggam kemudi, sesekali melirik ke kaca spion. Ia bisa merasakan kecemasan yang hinggap di antara mereka, seperti arus listrik yang tak terlihat tetapi dapat dirasakan. Dengan gerakan tenang, ia memutar tombol radio, membiarkan alunan musik mengisi kehampaan, membaur dengan dengung mesin yang terus bergerak maju.
Nada lembut mengalir, tetapi tidak sepenuhnya menenangkan. Ada sesuatu di udara—sesuatu yang tak bisa dijelaskan oleh logika biasa.
Akhirnya, Vella berbicara. Suaranya rendah, hampir berbisik, tetapi sarat dengan ketegangan yang tak tersampaikan.
"Aku bisa merasakan sesuatu di tempat ini, Bu. Energinya... berbeda."
Kalimat itu menggantung di udara, lebih menyerupai firasat buruk daripada sekadar laporan observasi.
Bu Ruby tidak menjawab seketika. Ia hanya mengencangkan genggamannya pada kemudi, sementara di kursi depan, Alvaro menghela napas pelan.
Mereka belum tiba di tujuan, tetapi atmosfer di sekeliling mereka sudah mulai berubah.
Sesuatu sedang menunggu.
misteri? keqnya masih org dalam kan. hmmm
mumgkin katanya aja kebetulan, aslinya memang sengaja /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
ok next