NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

waktu untuk sendiri!!

Elvanzo berdiri terpaku, melihat mobil itu pergi dengan cepat. Perasaan hampa mulai mengisi dirinya, lebih dari sebelumnya. Dia tahu, ada sesuatu yang besar yang disembunyikan Aluna. Sesuatu yang lebih dalam daripada yang ia duga sebelumnya. Tetapi bagaimana caranya untuk memecahkan dinding itu jika gadis itu enggan memberi ruang untuk mereka berbicara?

Dengan langkah berat, Elvanzo kembali ke ruangannya. Sementara itu, pikiran-pikirannya berputar-putar, mengingat momen-momen di mana Aluna begitu dekat dengannya—dan bagaimana sekarang semuanya terasa seolah hilang begitu saja. Apa yang membuatnya berubah? Kenapa sikap dingin ini begitu menyakitkan?

Tapi di satu sisi, Elvanzo menyadari satu hal: dia harus sabar. Tidak semua yang terjadi dapat dipahami begitu saja. Seperti biasanya, Aluna menyembunyikan luka dalam diam, dan hanya waktu yang bisa mengungkap apa yang sebenarnya tersimpan di dalam hatinya.

Tapi dengan rasa penasaran yang semakin tumbuh, Elvanzo merasa bahwa apapun itu, dia takkan berhenti untuk mencari tahu apa yang terjadi—terutama karena perasaannya semakin dalam terhadap gadis itu.

...~||~...

Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang sibuk di klinik. Meskipun atmosfer antara Aluna dan Elvanzo tetap kaku dan jarak di antara mereka terasa begitu nyata, Aluna tetap menunjukkan profesionalismenya. Tidak ada satu pun rekan kerja, pasien, atau bahkan Yuri yang menyadari ketegangan yang mengalir di bawah permukaan hubungan mereka.

Aluna menjalani pekerjaannya dengan penuh dedikasi. Senyum ramahnya kepada pasien dan caranya menjelaskan prosedur secara tenang menunjukkan komitmen pada tugasnya. Namun, di balik itu, ada pandangan mata yang tampak kosong sesekali, sesuatu yang hanya bisa dilihat oleh orang yang benar-benar memperhatikannya dengan seksama.

Elvanzo, meskipun merasakan jarak yang mencolok, memilih untuk tetap tenang. Ia menjaga sikap profesional, tak ingin menunjukkan kegalauan pribadinya pada siapa pun. Tapi, setiap kali ia melihat Aluna berbicara dengan rekan-rekannya atau Yuri tanpa melibatkannya sedikit pun, ada rasa hampa yang tak bisa ia abaikan.

Hingga suatu sore, ketika klinik sedang tidak terlalu ramai, Yuri mendekati Elvanzo sambil membawa catatan rekam medis pasien yang perlu ditandatangani. Tatapannya sedikit mencermati wajah pria itu sebelum ia berbicara dengan nada lembut, tetapi terkesan penuh makna.

“Vanzo, aku tahu sesuatu sedang terjadi, bukan?” ujar Yuri sambil bersandar ke meja kerja Elvanzo.

Elvanzo hanya menatap Yuri sekilas sebelum tersenyum kecil dan menjawab, “Mungkin hanya perasaanmu saja.”

Yuri menegakkan tubuhnya, lipatan kertas di tangannya kini diletakkan di meja. Ia mendekatkan dirinya sedikit, lalu berkata, “Aluna juga berbeda. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi aku tahu ini tentang kalian berdua. Jika kau tak ingin bercerita, tidak masalah. Tapi aku harap kalian bisa menyelesaikannya tanpa saling menyakiti.”

Kalimat Yuri seakan menampar Elvanzo. Ia hanya bisa mengangguk singkat, tetapi di dalam hatinya, ada rasa bersalah yang ia sendiri tidak tahu bagaimana menyelesaikannya.

Sementara itu, di ruangan sebelah, Aluna sedang mengurus laporan akhir pasien hari itu. Yuri masuk setelah berbicara dengan Elvanzo, menyempatkan untuk duduk di kursi sampingnya.

“Kakak merasa kau butuh istirahat,” ujar Yuri lembut, melirik adiknya yang terlihat fokus pada layar komputer.

“Aku baik-baik saja,” jawab Aluna singkat, tanpa menoleh.

“Tapi sikapmu akhir-akhir ini… Rasanya kau sedang membangun dinding yang bahkan aku pun sulit melewatinya,” kata Yuri perlahan, membuat Aluna sejenak terdiam.

Aluna akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Yuri. Senyumnya tipis, tetapi terkesan memaksakan. “Tidak ada yang berubah. Hanya aku… berusaha menjaga semuanya tetap profesional, seperti biasa.”

Yuri memandang Aluna dalam keheningan, seakan mencoba mencari kepastian dari raut wajah adiknya. Ia tahu percuma menekan Aluna untuk bicara lebih banyak. Gadis itu selalu memiliki cara sendiri untuk menyimpan segala hal dalam dirinya.

Namun di balik semua kesibukan, kedua hati yang pernah mendekat kini berjalan di jalan masing-masing. Tapi sejauh apa pun mereka berusaha menjauh, ada sesuatu yang belum terselesaikan—dan itu terus menunggu waktu yang tepat untuk pecah.

Keesokan paginya, suasana di klinik terasa berbeda. Aluna datang lebih awal dari biasanya, wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit ditebak. Ia melangkah dengan tenang menuju ruang administrasi dan menemui Yuri yang sedang memeriksa laporan harian.

“Yuri,” panggil Aluna dengan nada lembut, membuat kakaknya mendongak dari layar komputer.

“Ya, ada apa?” tanya Yuri sambil menutup laptopnya. Ia langsung menyadari ada sesuatu yang berbeda dari nada suara Aluna.

“Aku ingin meminta izin libur selama seminggu. Aku sudah mengajukan surat cuti ini,” ujar Aluna sambil menyodorkan dokumen dari tasnya.

Yuri mengernyit, tak menyangka mendengar permintaan itu. “Libur seminggu? Apa ada sesuatu yang mendesak? Kau sakit?” tanyanya, nada khawatir jelas terdengar.

Aluna menggeleng pelan. “Aku baik-baik saja. Hanya merasa butuh waktu untuk pulang ke rumah Ibu, mengatur pikiranku, dan istirahat sejenak,” jawabnya dengan senyum tipis yang tampak dipaksakan.

Yuri menatap adiknya cukup lama, mencoba membaca apa yang sebenarnya terjadi di balik permintaan itu. Tapi, seperti biasa, Aluna tetap sulit diterka. Ia akhirnya menghela napas, lalu mengangguk.

“Kalau itu yang kau butuhkan, baiklah. Tapi kau tahu, aku selalu ada jika kau ingin bicara,” ujar Yuri lembut sambil menandatangani surat cuti tersebut.

“Terima kasih, Yuri,” balas Aluna dengan nada tulus.

Setelah itu, Aluna juga mengajukan izin yang sama di kampus. Elvanzo yang mendapat kabar dari bagian administrasi fakultas sempat tertegun mendengarnya. Ia tidak tahu apa yang mendorong Aluna untuk tiba-tiba mengambil libur panjang. Dalam hati, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu.

Sore harinya, ketika semua orang sudah mulai bersiap pulang, Elvanzo memutuskan untuk mendekati Aluna. Ia menemukannya sedang membereskan dokumen di ruang kerjanya.

“Aluna,” panggil Elvanzo dengan nada hati-hati.

Aluna menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. “Ada apa, Pak Elvanzo?” tanyanya dengan nada formal yang membuat Elvanzo semakin merasa jarak itu nyata.

“Aku dengar kau mengajukan izin libur. Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Elvanzo, mencoba terlihat santai meskipun ada kekhawatiran dalam suaranya.

Aluna berhenti sejenak, lalu menatap Elvanzo. Ekspresinya tenang, tetapi dingin. “Aku hanya merasa perlu waktu untuk pulang. Itu saja. Tidak perlu khawatir,” jawabnya singkat.

“aluna, kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kau tahu aku selalu siap mendengarkan,” ujar Elvanzo, nada suaranya lembut.

Namun, Aluna hanya tersenyum tipis. “Terima kasih, tapi aku baik-baik saja. Aku harus pergi sekarang,” katanya sambil menyelesaikan pekerjaannya dan segera beranjak pergi, meninggalkan Elvanzo yang masih berdiri di tempatnya dengan pikiran penuh tanda tanya.

Malam itu, Aluna mengemasi barang-barangnya dengan tenang di apartemennya. Di satu sisi, ia merasa lega akan segera pulang ke tempat di mana ia merasa sedikit aman—rumah ibunya. Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang membuat dadanya terasa berat.

“Seminggu… mungkin cukup untuk berpikir,” gumamnya sambil menatap tas yang sudah siap di sudut kamar.

Di tempat lain, Elvanzo duduk di ruang kerjanya, memandangi layar laptop yang kosong. Pikirannya terus melayang pada Aluna. Sesuatu tentang kepergian gadis itu terasa tidak biasa, tetapi ia tahu tidak ada gunanya memaksa jika Aluna sendiri tidak ingin bicara.

“Sampai kapan kau akan membangun tembok ini, Aluna?” gumamnya pelan sambil bersandar di kursinya, merasa semakin jauh dari gadis yang sebenarnya begitu ingin ia jangkau.

1
Lilovely
Mangat thor/Applaud/
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!