Seseorang itu akan terasa berhaga, manakala dia sudah tak lagi ada.
Jika itu terjadi, hanya sesal yang kau punya.
Karena roda kehidupan akan terus berputar kedepan.
Masa lalu bagai mimpi yang tak bisa terulang.
Menggilas seluruh kenangan, menjadi rindu yang tak berkesudahan.
Jika ketulusan dan keluasan perasaanku tak cukup untuk mengubah perasaanmu, maka biarlah ku mengalah demi mewujudkan kebahagiaanmu bersamanya, kebahagiaan yang telah lama kau impikan. -Stella Marisa William-
Sungguh terlambat bagiku, menyadari betapa berharganya kehadiran mu, mengisi setiap kekosongan perasaanku, mengubah setiap sedihku menjadi tawa bahagia, maaf kan aku yang bodoh, maafkan aku yang telah menyia nyiakan perasaan tulusmu -Alexander Geraldy-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Alex segera berlari pulang meninggalkan rapat yang masih separuh jalan, beberapa saat lalu Dimas mengabarkan bahwa Stella sedang menunggu nya di rumah orang tuanya, ya ... walaupun Alex sedikit kecewa karena Stella tak menelapon langsung ke ponselnya, namun tetap saja Alex bahagia, akhirnya ia bisa bertemu kembali dengan mantan istri dan anak anaknya.
Sepanjang jalan ia tersenyum, wajahnya cerah berseri seri, membayangkan akan memeluk kembali kedua putranya, dan mommy nya tentu, tapi apakah Stella bersedia di peluk, sementara bicara dengannya saja Stella sudah tak sudi, "ah bren953k sepertimu memang tak termaafkan" Alex memaki durinya sendiri.
Alex kembali termenung, akankah Stella bersedia rujuk kembali dengannya? Alex rasa ia hanya bermimpi jika itu benar terjadi, kini Alex hanya bisa menyesali apa yang dulu ia perbuat, penyesalan yang berujung sia sia, dulu ia tak bisa memutuskan, akan berlabuh pada siapakah hatinya, justru setelah Stella meninggalkannya, hatinya sendiri serasa tercabik cabik, ada bagian dari dirinya yang hilang bersama dengan kepergian Stella.
Setibanya di rumah, Alex berlari menuju ruang tengah, Stella dan Melani tengah bermain bersama Kevin, yah hanya Kevin, lalu dimana Andre? belum sempat Alex bertanya, Kevin sudah berjalan kearahnya, Alex berjongkok dan merentangkan kedua lengannya, memeluk erat anaknya, hampir sebulan ia tak berjumpa dengan anak anaknya, rasa rindunya serasa lahar panas yang kini meluap tanpa bisa di bendung, tanpa banyak drama dan bujukan, Kevin tampak dengan nyaman menempel di pelukan Alex, tak ingin orang lain menggendongnya.
"Apa kabar kak?" sapa Stella, menghampiri Alex yang tengah berpelukan dengan Kevin,
Alex hanya diam terpaku, Stella terlihat semakin kurus sejak terakhir kali Alex melihatnya, "Apa kamu sakit?" tanya Alex.
Stella hanya menggeleng, "tidak." wajah pucat Stella nampak semakin jelas ketika Alex melihatnya dari dekat.
Oh Alex sungguh ingin memeluk Stella, walaupun Stella memakai setelan mahal dan make up, namun tak mampu menyembunyikan luka batinnya, Alex tahu, dia lah penyebab utamanya.
"Bisakah kita bicara berdua?" pinta Stella.
"Baiklah, ayo kita ke gazebo."
Tanpa melepaskan Kevin, Alex membawa Stella ke gazebo yang berada di samping rumah orang tuanya.
Setibanya di gazebo mereka tetap diam.
"Kamu bilang punya solusi selain persidangan?" tanya Alex.
Stella menarik nafas pelan, "Aku sudah menepati janjiku, dan membawa solusi yang ku maksudkan."
Alex menautkan kedua alisnya, "Maksudmu, membawa Kevin untuk bertemu denganku sesaat, kemudian kamu membawanya pulang kembali? itukah maksudmu? lalu bagaimana dengan Andre? dia juga memiliki hak yang sama dengan Kevin, aku tidak pernah membedakan kasih sayangku pada anak anakku, kamu bahkan tidak membawanya, aku juga ingin memeluknya, dan aku ... " Alex menghentikan kalimatnya, "aku bahkan belum meminta maaf padanya." suara Alex bergetar manakala mengucapkan kalimat terakhirnya, tak hanya itu saja, Alex bahkan meneteskan air mata.
Stella menatap tajam pada wajah mantan suaminya tersebut. "Mulai sekarang, Kevin dibawah hak perwalian kakak, dan Andre dibawah hak perwalianku."
Tubuh Alex seperti tertimpa beban ribuan ton, namun bukan raganya yang hancur lebur, melainkan hati dan perasaannya, ternyata Stella memang tak ingin memberinya kesempatan kedua.
"Maksudku adalah, kita memiliki dua anak, dan kita bisa membaginya dengan adil, tanpa perlu meributkannya di pengadilan,"
Alex semakin melotot tajam, "anak anak bukan barang yang bisa kita bagi sesuka hati, jika pun kita tidak bisa lagi bersama, maka aku menginginkan mereka berdua bersamaku," ujar Alex dingin.
"Lalu aku? apa kakak rela kalau mereka berdua bersamaku, sama saja kan? jika kakak tak merelakan mereka berdua bersamaku, maka aku pun sama, jadi ku pikir ini adalah solusi terbaik."
...✨✨✨...
Sesuai janjinya pada Stella Alex meminta pengacara untuk menarik kembali gugatan Hak asuh di persidangan.
Walaupun Alex menginginkan si kembar yang utuh, namun keputusan Stella ada benarnya, Alex rasa ini cukup adil karena kedepannya mungkin setiap beberapa minggu sekali mereka bisa mempertemukan si kembar, atau bertukar agar si kembar tetap merasa memiliki mommy dan papi mereka.
Alex sangat senang karena malam ini ia bisa memeluk Kevin yang kini terlelap tanpa mau menjauh sedikitpun darinya, bahkan ketika mandi pun, Kevin tak mau di mandikan nanny nya, bayi kecil itu hanya ingin papi nya yang melakukan semua hal untuknya, mandi, makan, bermain dan sekarang putra kecilnya itu tengah terlelap di pelukannya.
"Ternyata kamu merindukan papi nak, papi juga merindukan mu dan saudaramu, terutama mommy mu." bisik Alex ketika Kevin terlelap.
Alex mengusap lembut kepala kevin, berkali kali pula ia mencium kepala kevin, hingga akhirnya ia sendiri terlelap.
Keesokan paginya, Kevin masih tak ingin lepas dari pelukannya, hingga Akhirnya Alex membawa Kevin beserta nanny nya ke tempat kerja, namun keberadaan nanny di sana pun sama sekali tak membantu, hingga Alex harus menyelesaikan pekerjaan dengan Kevin yang terus meminta dipeluk olehnya.
Bahkan Ima yang sejak pagi mengikuti Alex ketempat kerja, hanya sibuk meminta maaf karena keberadaannya sama sekali tak membantu, karena Kevin lebih memilih berada dalam pelukan papinya dari pada bermain bersamanya, Ima sungguh merasa tak enak pada majikannya tesebut.
Kini Alex merasakan beratnya menjadi orang tua tunggal, barulah terasa, sekarang ia berjalan hanya dengan menggunakan satu kaki, jika sebelumnya mengasuh si kembar terasa menyenangkan dan membahagiakan, ternyata itu semua berkat Stella yang mendampingi hari harinya, dan kini semua itu hanya bayangan manis yang mungkin tak akan pernah lagi bisa ia rasakan, karena Stella telah memilih menjauh dari hidupnya.
Malam itu, hari ke tiga Kevin tinggal dengannya, sejak menyelesaikan makan malamnya, Kevin nampak gelisah, Alex sudah memeluk dan mengusap punggungnya seperti biasa, namun Kevin tak juga tertidur, justru kevin makin merengek, ketika matanya terpejam pun, masih terdengar suara tangisan walaupun lirih, dan kini badan Kevin terasa panas.
Tak ingin terjadi sesuatu pada Kevin, Alex pun memanggil dokter keluarganya.
"Sepertinya semuanya normal," ujar dokter Rian, selepas memeriksa kondisi Kevin. "apakah, dia terjatuh atau salah makan?" tanya dokter Rian.
"Tidak dok, beberapa hari ini Kevin hanya menempel padaku, jadi aku yakin sekali, dia tidak terjatuh atau salah makan."
Dokter Rian menganguk anggukkan kepalanya. "Baiklah, sementara ini saya beri turun panas saja, semoga membantu, walaupun saya sendiri tak yakin apa yang terjadi, karena gejala yang nampak hanyalah demam dan gelisah."
"Baik dok terimakasih sudah datang," ucap Alex ketika dokter Rian pamit.
Tak lama setelah kepergian dokter Rian, Melani dan Sony mendatangi kamar Alex, sepasang kakek dan nenek tersebut sangat menghawatirkan kondisi cucu mereka.
"Bagaimana? dokter bilang apa?" Tanya Sony penasaran.
"Entah lah pah, Alex pun bingung, dokter bilang, Kevin tak apa apa,"
Alex menarik nafas perlahan, entah kenapa perasaan nya pun tak enak, Alex pun ikut merasa gelisah, bukan gelisah karena kondisi anaknya, melainkan ada sesuatu yang ia sendiri tak bisa memahaminya.