NovelToon NovelToon
Ikatan Tuan Muda

Ikatan Tuan Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Fantasi Wanita
Popularitas:779
Nilai: 5
Nama Author: Nida

Fifiyan adalah anak dari ketua mafia kegelapan yang dikenal kuat dan kejam, banyak mafia yang tunduk dengan mafia kegelapan ini. Tetapi disaat umurnya yang masih belia pada perang mafia musim dingin, keluarga besarnya dibunuh oleh mafia musuh yang misterius dimana membuatnnyabmenjadi anak sebatangkara.
Disaat dia berlari dan mencoba kabur dari kejaran musuh, Fifiyan tidak sengaja bertemu dengan seorang pria kecil yang bersembunyi di dalam gua, karena mereka berdua berada di ambang kematian dan pasukan mafia musuh yang berada diluar gua membuat pria kecil itu mencium Fifiyan dan mengigit lehernya Fifiyan. Setelah kejadiaj itu, Fifiyan dan pria kecil itu berpisah dan bekas gigitannya berubah menjadi tanda merah di leher Fifiyan.
Apakah Fifiyan mampu membalaskan dendam atas kematian keluarganya? Apakah Fifiyan mendapatkan petunjuk tentang kehidupan Fifiyan nantinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gagal Bunuh Diri

Aku berdiri di tebing pantai ditemani bulan purnama yang sangat indah diatasku dengan suara dentuman ombak dibawahku. Suasana yang tenang dan damai sangat kurasakan saat ini.

Kriiinnnggg...

Terdengar telepon berbunyi, aku mengangkatnya dan ternyata Han yang meneleponku.

"Kau kemana? Keadaan sedang kacau."

"Kenapa?" Ucapku pelan.

"Seluruh mafia bersepakat melakukan survival di hutan hujan tropis, jadi aku akan menjemputmu dan..."

"Persiapkan semuanya dengan kak Wan, jangan sampai mati dahulu... ku tunggu di hutan hujan tropis..." ucapku pelan dan dentuman air laut terdengar kuat.

"Tunggu dulu, kenapa ada suara dentuman air dan... tuuuttt... tuuuttt..." aku menutup telepon itu dan melempar ponselku ke laut.

"Haaahh kenapa hidupku seperti ini? Kalau aku bisa hidup berarti itu kesempatanku untuk menjadi kuat... benarkan... ayah... ibu..." gumamku pelan.

"Fifiyan! Kau ngapain disini?" Ucap seorang pria di belakangku, aku melirik kebelakang dan melihat Finley berlari kearahku. Tanpa pikir panjang aku melompat ke arah laut yang membuat Finley berteriak kencang.

"FIFIYAN!!!!" Teriak Finley kencang dan semakin lama suara Finley menghilang dari telingaku, rasa sakit di dadaku karena menahan nafas mulai terasa. Saat aku hampir kehilangan kesadaranku, aku merasa ada seseorang meraih tanganku dan memelukku dipelukannya. Aku merasa seseorang ini membawaku berenang keatas permukaan air laut.

"Haaahhh..." desahku mencoba bernafas tapi karena ombak yang besar membuatku sesekali menelan air laut, tidak lama aku merasa pelukan dari orang yang menolongku semakin lemah, aku menoleh dan melihat wajah Finley yang lemah membuatku terkejut.

"Haaahh... astaga kenapa kamu sangat bodoh sekali!" Gerutuku kesal dan berusaha membawa Finley ke bibir pantai. Aku membaringkan tubuhnya dan berusaha menekan dadanya tepat dijantungnya.

"Astaga kau tidak mati kan Finley?" Ucapku khawatir, aku terus memompa dadanya tapi Finley tidak merespon sama sekali.

"Astaga... apa aku harus melakukan itu? Astaga..." desahku memberikan nafas bantuan.

Saat aku memberikan nafas bantuan aku teringat saat kecil di lembah kematian, aku pernah tidak sadarkan diri karena ditenggelamkan oleh anak dari keluarga Valen, tapi saat sadar aku teringat diberi nafas buatan oleh pria kecil bermata merah dengan senyum manisnya kearahku.

"Apa pria kecil itu... kamu?" Ucapku pelan dan terus memberikan nafas buatan.

Tidak lama tangan Finley bergerak pelan dan tiba-tiba Finley memuntahkan air laut yang terminumnya, dengan cepat aku menahan tubuhnya dan Finley terus terbatuk-batuk.

"Uuhhuukkk... uuhhuuukkk... k-kamu siapa?" Ucap Finley menatapku bingung.

"Apa kau lupa denganku? Apa kau bercanda?" Tanyaku kesal.

"Aku tidak ingat, aku... aahh sakit kepalaku..." ucap Finley pelan, saat bulan purnama kembali bersinar setelah melewati gumpalan awan, aku melihat kepala Finley berdarah yang membuatku terkejut.

"Aduuhh... bagaimana kau bisa berdarah?" Gerutuku kesal, aku melepas jubahku dan membaringkan kembali kepala Finley keatas jubahku.

"Ke rumah sakit tidak mungkin kan?" Ucapku menatap langit berubah warna menjadi merah. Saat aku menatap laut, aku melihat tas ransel milikku yang terapung diatas laut. Aku bergegas mengambilnya dengan bersusah payah sampai akhirnya tas ransel milikku bisa aku raih.

"Huuhhh untung di dalamnya aman..." desahku mengecek dalam tas itu, aku berjalan kembali ke tempat Finley dan terlihat Finley kedinginan. Aku mengambil handuk dan kemeja milikku serta memasangkannya ketubuh Finley.

"Finley tahan sebentar ya..." gumamku menjahit kepala Finley tanpa obat bius, Finley berteriak dengan kencang sampai pengobatanku berhasil, aku membalut kasa ke kepalanya dan terlihat wajah kesakitan Finley terlihat jelas di mataku.

"Maafkan aku suamiku..." gumamku menggendong Finley dan membawa tas ranselku depanku.

"Nampaknya aku harus membuat tempat istirahat deh..." desahku menurunkan Finley di bawah pohon aku aku berusaha membuat gubuk kecil untuk tempat tinggal kami, dengan peralatan dan bahan seadanya aku berhasil membuat gubuk kecil ditengah hutan.

"Nampaknya seperti ini saja aman kali ya..." desahku pelan dan memasang selimut yang aku bawa membentuk sebuah alas tempat tidur.

"Kita istirahat dulu ya..." desahku pelan kembali mengangkat Finley dan membaringkannya ke atas selimut. Finley tidak mau melepaskan genggaman tangannya, Finley terus merintih kesakitan sambil terus memejamkan matanya.

"Oh ya aku masih ada obat penghilang rasa nyeri..." gumamku mencari obat di dalam ranselku, setelah aku mendapatkan obat itu dan sedikit air mineral yang membuatku meminumkannya kepada Finley.

"Apa masih sakit?" Ucapku pelan dan Finley menganggukkan kepalanya.

"Apa benturannya kuat yang membuatmu tidak sadar dan lupa?" Gumamku mengusap rambutnya pelan tapi Finley terus terdiam.

"Haish seharusnya biarkan aku mati saja! Kenapa kau ikut-ikutan sih!" Gerutuku kesal tapi Finley hanya terdiam tidak menjawabku.

"Haish nampaknya aku harus membuat perapian..." gumamku mencoba melepaskan genggaman Finley tapi dia tidak melepaskannya.

"Haish sebentar Finley, tanganmu dingin jadi aku tidak ingin kamu sakit!" Gerutu kesal dan genggaman Finley semakin lama semakin lemah, aku melepaskan genggamannya dan keluar mencari kayu bakar dan mengambil air laut dengan bekas botol minumku.

Aku membuat perapian di dalam gubuk yang tanpa pintu dan jendela ini, aku membuat daun kering menjadi atap dari gubuk ini sehingga asap perapian keluar dari gubuk.

"Aku harus mencari sesuatu untuk dimakan..." gumamku berjalan pergi dari gubuk.

Di hutan aku menemukan sebuah peralatan camping seseorang, aku mencari pemiliknya tidak ada sehingga akupun membawanya pulang ke gubuk.

"Sepertinya persediaannya bisa cukup sampai survival ini berakhir deh tapi..." gumamku menatap Finley di depanku.

"Haish kan jadi kurang persediaan ini..." gumamku merebus air laut dengan peralatan camping yang aku temukan.

Saat aku terdiam merenung, aku merasa ada yang menatapku tajam. Aku keluar gubuk tapi tidak menemukan siapapun.

"Apa hanya halusinasiku?" Ucapku pelan dan kembali ke dalam gubuk. Aku menjemur pakaian Finley dan pakaianku sehingga aku terpaksa tidak memakai pakaian sama sekali.

Saat aku akan terlelap aku merasa ada yang menciumku lembut, aku membuka mataku dan melihat Finley yang menekan tubuhku sambil terus menciumku lembut.

"F-Finley! Apa yang kau... uugghhh...." rintihku pelan saat Finley menghentakkan tubuhnya.

"Kamu... sangat cantik ya..."

"Apa maksudmu?"

"Tidak ada, lain kali kalau mau menggoda langsung saja jangan harus tidak memakai pakaian di depanku."

"Pakaianku basah dan... uuugghhh..."

"Aku tidak peduli, walaupun aku tidak mengenalmu tapi tubuhmu benar-benar menggodaku..."

"Apa kau tidak ingat padaku?"

"Tidak, siapa namamu?" Ucap Finley dingin.

"Astaga! Aku Fifiyan Valentina! Aku istrimu!" Ucapku kesal.

"Istri? Aku masih kecil tidak mungkin punya istri."

"Astaga kau sudah dewasa Finley dan..."

"Aku masih kecil!" Gerutu Finley kesal.

"K-kalau kau masih kecil kenapa kau memperkosaku?" Protesku kesal.

"Karena kau menggoda."

"Tapi kau... uugghhh..." desahku pelan dan merasakan ada cairan hangat di dalam perutku.

"Aduuhh aku... aku tidak sengaja... aku..." ucap Finley panik.

"Kau menghamiliku? Kau harus tanggung jawab!" Protesku kesal.

"Aku... aku akan tanggung jawab, aku akan..." ucap Finley panik.

"Aku tidak percaya!"

"Aku akan tanggung jawab sungguh!" Ucap Finley menatapku panik.

"Kau saja masih kecil dan mmmpphhh..." Finley kembali menciumku lembut.

"Aku berjanji padamu, aku akan bertanggung jawab..." gumam Finley pelan dan kembali menciumku.

Aku tidak tahu apakah Finley benar-benar lupa karena benturan di kepalanya atau tidak tapi yang jelas setelah mengatakan akan bertanggungjawab, Finley terus mempermainkanku selama semalaman ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!