Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panik
"Ma-mama," ucap Devano dengan suara sangat kecil bagaikan orang berbisik ketika melihat Irene berdiri tegak menatapnya sambil mengarahkan pecahan kaca yang berserakan di lantai ke arah pergelangan tangan.
"30 tahun lalu aku berjuang mati-matian untuk bisa melahirkanmu ke dunia ini dan apa balasanmu, hahh? Kau malah menyakiti tubuhmu sendiri tanpa memperdulikan perasaanku. Dasar anak tidak tahu diuntung!"
"Jika itu maumu baiklah, teruskan egomu dan akan aku pastikan hanya kematianku yang mampu membuatmu sadar kalau penyesalan jauh lebih menyakitkan daripada mengikhlaskan apa yang sudah terjadi!"
Lirikan mata Irene bagaikan belati yang menghujam jantung Devano. Tidak berdarah, tetapi rasa sakitnya mampu menembus hati.
"Berikan beling itu pada Papa ya, Ma. Beri---"
"Berhenti di situ, Pa! Kalau sampai Papa mendekat Mama akan nekat lakukan ini. Buat apa Mama hidup kalau harus melihat Devano menyakiti dirinya sendiri buat apa? Aku melahirkan dia bukan untuk disakit, tapi apa yang dilakukan pada dirinya hahh, apa!"
Devano terdiam mematung. Hatinya benar-benar hancur melihat semua keadaan ini. Bukan seperti ini yang dia inginkan, bukan! Namun, kenapa masalah yang awalnya kecil bisa sampai membesar? Apa yang salah? Tidak, ini tidak boleh.
"Papa tahu, Ma. Papa tahu! Tap---"
"Ma-maaf ... Devano belum bisa menjadi anak yang Mama dan Papa banggakan. Devano hanya bisa menyakiti hati kalian semua, bahkan Cia - anak Devano sendiri harus merasakan kesepian yang pasti selama ini berusaha disembunyikan dari semua orang. Jadi, Devano mohon, Ma. Jangan buat Devano semakin hancur karena adanya perpisahan lagi. Sudah cukup 5 tahun ini Devano berusaha keras melupakan apa yang terjadi, tapi Devano tidak bisa, Ma. Devano nyerah hiks ...."
Kini keangkuhan Devano yang merasa paling hebat langsung melemah. Tubuhnya terasa lemas tak berdaya duduk di lantai sambil menundukkan pandangan. Dia sangat malu telah melakukan kesalahan fatal pada kedua orang tua.
Sementara Irene menyaksikan kondisi Devano hatinya serasa teriris. Dia tahu sehancur apa keadaan sang anak selama ini. Hanya saja caranya yang salah.
Sampai kapan pun Devano tidak akan pernah bisa lepas dari lingkaran hitam yang selalu mengikat pikiran, bila sisa hidupnya hanya dihabiskan untuk meratapi nasib yang seharusnya tidak lagi dijadikan patokan untuk bertahan.
Sebenarnya Devano tahu di mana letak pintu yang akan membawanya keluar dari lingkaran tersebut. Sayangnya mata yang harusnya melihat dia tutup supaya hanya Manda yang boleh menduduki kasta tertinggi di dalam hidupnya.
Orang tua mana yang tak hancur remuk setelah melihat anaknya frustasi? Tidak ada! Meski hati Irene terluka atas perkataan Devano, tetap naluri seorang ibu tidak pernah padam.
Beling yang dipegang pun dilepaskan. Tak ada kata yang terucap dari bibir Irene pada Devano, kecuali, memberikan pelukan seorang ibu.
Tangis mereka pecah sepecah-pecahnya. Devano kembali merasakan pelukan seperti pertama kali Irene membawanya ke dalam pelukan setelah berjuang melahirkannya.
Vigor yang terlihat keras, dingin, bahkan cuek pun ikut meneteskan air mata. Usapan tangan yang diberikan sang atas tepat di atas kepala kembali mengingatkan Devano sewaktu kecil.
Di mana pada saat itu Devano selalu membuat keluarganya bangga, apalagi Irene tersenyum manis menyaksikan prestasi demi prestasi yang diraihnya.
Berbeda sama sekarang. Devano hanya bisa memberikan luka dan kesedihan untuk orang tuanya akibat kedilemaan hidup yang melekat di masa lalu.
Kurang lebih 15 menit mereka menangis tanpa kata, perlahan Vigor membawa mereka untuk duduk di sofa panjang yang berada di dekat ranjang. Tak lupa memberikan obat P3K kepada sang istri untuk membantu membersihkan luka di tangan sang anak.
"Besok Papa membuatkan jadwal biar kamu bisa menemui psikiater. Lukamu sudah sangat parah, jika tidak terobati Cia yang akan menjadi korbannya," tegas Vigor tanpa basa-basi.
Devano hanya melirik sekilas wajah Vigor, lalu kembali melihat luka yang ada di tangannya tanpa merasakan perih atau pun kesakitan.
"Mama tahu perasaanmu sedang tidak baik, jadi, Mama mohon sekali ini saja dengarkan omongan Papa. Pergilah ke psikiater, 5 tahun bukan waktu yang sebentar. Jika tidak lukamu akan semakin parah, sudah cukup semua ini, Nak. Pikirkan tentang Cia. Dia pasti hancur sekali kalau lihat kamu seperti ini, apa lagi Misca. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi pendampingmu. Kasihan dia, Devano. Dia gadis yang baik, lucu, bahkan tidak punya salah apa-apa tapi kamu tega menyakiti. Apa kamu sadar tentang itu?"
Apa yang dikatakan Irene ada benarnya. Ngomong-ngomong tentang Misca, di mana dia saat ini? Devano baru ingat, jika ucapan beberapa saat lalu telah melukai hati wanita yang dicintainya.
"Misca? Di mana dia, Ma? Pa? Aku harus mencari Misca! Aku harus bicara sama di---"
Suara ketukan pintu berhasil mengejutkan mereka yang refleks menoleh. Suara dari sang penjaga rumah terdengar panik. Ada apa? Tak biasanya dia sampai harus masuk rumah bila tidak ada keadaan darurat.
Irene berdiri membukakan pintu bersamaan sang penjaga yang sudah terlihat panik dengan wajah memerah.
"Ada apa?" tanya Irene. Perasaannya mulai tak enak melihat gerak-gerik sang penjaga.
"Ma-maafkan saya, Nyonya, Tuan. Maaf bila saya sudah menganggu, ta-tapi Tuan, Nyonya ... No-non Misca, Nya. No-non Misca---"
"Mica kenapa, hahh? Misca kenapa! Katakan dengan jelas!"
Devano berlari memegang pundak sang penjaga sambil menggoyangkan badannya cukup kasar. Tatapan mata yang diberikan seakan-akan ingin menikamnya hidup-hidup.
"No-non Misca ...."
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...