Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi.
Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. KCTT 30.
"Apa kita harus sampai seperti ini? Kalian membuatku terlihat seperti penguntit sungguhan,"
Gerutuan Nathan sukses menghadirkan suara tawa dari dua orang yang tengah bersamanya ditengah usaha mereka mengikuti Rory dari belakang menggunakan mobil Van yang dikemudikan langsung oleh Thomas.
Nathan yang sebelumnya ingin menggunakan waktu istirahat untuk membaca gagal lantaran saudara kembarnya memaksa dirinya untuk ikut mengikuti Rory disaat Kevin dan Martin pergi untuk urusan lain.
"Tidakkah kau penasaran kemana Rory pergi setiap kali dia menghilang selama satu jam?" tanya Ethan.
"Aku memang ingin tahu kemana dia pergi, tapi aku memilih menunggu sampai Rory yang menceritakan semuanya sendiri," jawab Nathan.
"Itu terlalu lama," keluh Ethan.
"Lagipula, Rory tidak membuat masalah. Bahkan, latihan koreo berjalan lancar, dia pergi di jam istirahat dan kembali tepat waktu, apa lagi yang kau inginkan?" sambut Nathan.
"Aku benar-benar lapar sekarang," ucap Ethan.
"Apakah kau hanya memikirkan tentang makanan?" sahut Nathan mulai kesal.
"Jangan marah, aku sudah membelikan buku Nyloes untukmu, dan aku hanya meminta kamu ikut sebagai balasannya" jawab Ethan santai.
"Hei,,, Akulah yang mendapatkan buku itu untuk kalian, jika aku tidak mengambil lebih dulu, kalian berdua tidak akan mendapatkannya," protes Thomas.
"Tapi, aku juga berada di sana setelah kamu mendapatkan bukunya, itu artinya kamu tidak sendirian bukan?" sahut Ethan membela diri.
"Hei lihat! Mereka berhenti di kedai burger. Ayo kesana! Aku lapar," sambungnya tanpa beban.
"Jika seperti ini pada akhirnya, kenapa kita mengikuti mereka diam-diam seperti penguntit? Kita bisa langsung bersama Rory sejak awal," protes Nathan kesal.
"Jika kita bersama Rory, dia tidak mungkin mengajak Nayla," jawab Ethan.
"Kenapa kau sebegitu senangnya bertemu wanita itu lagi?" tanya Nathan heran.
"Kamu akan mendapatkan jawaban setelah bertemu dengannya, satu hal yang pasti adalah, Nayla sangat sangat berbeda dengan wanita itu," ucap Ethan.
Nathan menatap Ethan dengan tatapan tak percaya. Merasa kisah yang kedua sahabatnya ceritakan tentang Nayla hanyalah omong kosong. Nayla yang selalu mereka sebut wanita berbeda dan tidak memandang rendah orang lain dari segi penampilan serta tidak menghakimi penampilan orang lain.
"Kamu bertemu dengannya sekali dan bisa berkata seyakin itu?" tanya Nathan.
"Dua kali," ralat Ethan
"Dipertemuan kedua, aku dan Thomas sempat mengobrol dengannya, dan dia menyenangkan," imbuhnya.
"Sejujurnya aku juga merasakan hal yang sama dengan yang Ethan katakan," Thomas menimpali.
"Bahkan kau juga?" sambut Nathan tak percaya.
"Aku yakin, Kevin tidak akan percaya secepat kalian," tambahnya.
"Tentu saja si arogan itu akan begitu, siapapun tidak akan bisa menerima ketika adik mereka disakiti dan khawatir hal yang sama akan terulang," sahut Ethan.
"Tapi, kamu akan mengubah cara pandangmu padanya setelah kamu mengobrol dengannya," Thomas menambahkan.
Nathan menaikkan bahunya, mengarahkan pandangannya kembali pada Rory yang memasuki kedai burger bersama seorang wanita. Hingga mereka mengatur jeda waktu untuk menyusul ke dalam.
"Apakah dia tidak menilai aneh karena kita menutupi wajah kita? Aku sedang malas berhadapan dengan mereka yang memberikan pandangan skeptis hanya karena kita memakai masker" ucap Nathan sembari memakai topi sekaligus masker untuk menutupi wajahnya.
"Tidak akan!" Ethan menjawab.
"Percayalah padaku!" imbuhnya.
Nayla menarik lengan Rory begitu keduanya selesai memesan, menuju satu-satunya meja yang berada di sudut ruangan dan sedikit tertutup dari pandangan pengunjung lain, hingga membuat wajah siapapun yang duduk di sana tidak akan terekspos selama duduk di sisi menghadap dinding.
"Kenapa di sini?" tanya Rory setelah mendudukkan tubuhnya.
"Hanya berpikir kamu akan merasa lebih nyaman jika kita duduk di sini," jawab Nayla.
"Kamu tidak harus selalu memikirkanku, Nay," ucap Rory.
"Mana bisa begitu, bukankah kamu sendiri yang mengatakan tidak nyaman dengan keramaian? Lagi pula, kamu juga selalu melakukan hal yang sama untukku," sahut Nayla.
"Tapi bukan dengan mengabaikan apa yang menjadi keinginanmu," sambut Rory tidak setuju.
"Ini tidak sepenuhnya untukmu Roy, ini juga untuk rasa nyamanku sendiri," jawab Nayla.
"Tapi ada satu masalah," imbuhnya memasang wajah serius.
"Apa itu?" tanya Rory.
"Kamu mengajakku kesini disaat aku baru saja selesai dengan pekerjaanku dan tidak memiliki kesempatan untuk menganti pakaianku," jawab Nayla menunduk melihat pakaiannya sendiri.
"Itu bukan masalah, kau tahu? Lagi pula kamu tetap cantik," sahut Rory tersenyum di balik maskernya.
"Roy.,,," Nayla menyipitkan mata.
"Aku hanya jujur," balas Rory.
Samar-samar, Rory dan Nayla mendengar suara seseorang yang sangat mereka kenali, membuat keduanya saling pandang sejenak sebelum mengarahkan pandangan mereka ke arah yang sama di mana tiga orang pria sedang memesan makanan.
Rory membelalakan kedua matanya begitu melihat mereka, segera menyadari tiga orang itu adalah teman-temannya sendiri. Detik berikutnya, salah satu dari mereka mengarahkan pandangan pada Rory, membuat pria itu menepuk bahu temannya yang lain sembari menunjuk meja di mana Rory berada, lalu melangkah mendekat.
"Apa yang mereka lakukan di sini?" keluh Rory menepuk dahinya.
"Pft,,,," Nayla tertawa pelan sembari membekap mulut.
"Ini tidak lucu Nay," sungut Rory.
Nayla hanya mengangkat bahu, lalu tersenyum geli. Seolah tidak mempermasalahkan kedatangan tiga orang yang kini telah berdiri di sisi meja mereka.
"Ternyata kamu di sini?" ucap Thomas.
"Malam Nayla, kita bertemu lagi," imbuhnya beralih pada Nayla tanpa menurunkan masker.
"Senang bisa melihatmu lagi, Thomas," balas Nayla tersenyum ramah.
"Kamu mengenaliku?" Thomas bertanya lagi.
"Tentu saja, aku mengenali suaramu," jawab Nayla.
"Aku tersanjung,"
"Apakah kamu keberatan jika kami bergabung, Nay?" tanya Thomas.
"Ten_,,,"
"Tidak! Carilah meja kalian sendiri," potong Rory cepat.
"Kasar!" sindir Nathan.
"Karena kalian mengganggu," jawab Rory.
Nayla menatap Nathan sejenak, lalu beralih pada Rory.
"Tidak sama sekali, kalian boleh bergabung bersama kami," jawab Nayla.
"Nay,,,!" Rory mengeluh tidak setuju.
"Meja ini bisa memuat enam orang, jadi apa salahnya dengan mereka bergabung?" ucap Nayla.
"Dia saja tidak masalah," sambut Nathan.
Nathan tersenyum di balik masker yang ia kenakan, menatap Nayla yang tengah mengarahkan pandangan padanya.
Senyum di bibir wanita itu tak pudar kala meminta mereka untuk duduk sembari menggeser tubuhnya sendiri untuk memberikan cukup ruang bagi Thomas duduk di sampingnya. Sedangkan Nathan dan Ethan duduk di samping Rory, membuat pria itu memasang wajah masam ketika ia terpaksa menggeser tubuhnya.
Sebelum mereka kembali membuka suara, pelayan datang mengantarkan pesanan mereka dan meletakkan semua pesanan di meja yang sama.
"Bagaimana harimu Nay?" tanya Thomas seraya membuka masker begitu pelayan pergi.
Hal yang sama dilakukan oleh teman-temannya termasuk Rory yang duduk berhadapan dengan Nayla.
"Andai aku boleh jujur. Melelahkan," jawab Nayla diiringi tawa.
Pandangan Nayla tertuju pada Ethan dan Nathan yang duduk berdampingan, wajah sama persis seperti yang pernah dikatakan Thomas padanya.
"Pekerjaan?" Thomas bertanya lagi.
"Benar, tapi ada saat dimana hal itu juga terasa menyenangkan," jawab Nayla.
"Jika kamu tidak keberatan aku bertanya, apa pekerjaanmu Nay?" tanya Ethan.
Pandangan Nayla beralih ke Ethan dan tersenyum.
"Sebenarnya aku bertanya-tanya kenapa kamu tidak banyak bicara seperti sebelumnya, apakah kamu sedang mengujiku, Ethan?" tanya Nayla.
'Uhukkk,,,!?!'
Nathan tersedak ketika ia baru saja meneguk minumannya, segera mengangkat wajah hingga pandangannya terkunci pada Nayla.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Nayla
"Tenang, dia lebih dari baik-baik saja," jawab Ethan menepuk punggung Nathan.
"Kamu bisa menebak semudah itu?" tanya Nathan tak percaya.
"Lebih mudah karena kalian berada di depanku sekarang," jawab Nayla.
"Apakah tersedak juga merupakan salah satu kemiripan kalian yang lain?" tanya Nayla tersenyum geli.
Rory dan Thomas tertawa membenarkan. Sementara Nayla hanya mengelengkan kepala, geli dengan tingkah mereka.
"Bagaimana kamu bisa membedakan kami semudah itu?" tanya Nathan penasaran.
"Jika aku mengatakan dengan melihat, kalian tidak akan puas dengan jawabannya bukan?" Nayla balas bertanya dengan alis terangkat.
"Tapi, memang hanya itu jawaban yang bisa aku berikan. Mata kalian memiliki warna yang berbeda," lanjutnya.
"Kamu memiliki pengamatan yang cukup tajam ya?" Nathan berkomentar.
"Aku setuju," sambung Thomas.
Nayla kembali tersenyum, beralih pandang pada berger di depannya dengan kerutan tipis di dahinya.
"Apakah kamu menginginkan sesuatu yang lain Nay?" tanya Rory melihat Nayla tidak menyentuh makanannya.
"Tidak," jawab Nayla, namun masih tetap enggan untuk menyentuh makanannya sendiri.
"Apakah ada yang salah dengan makanannya?" tanya Rory lagi.
"Karena wajahmu mengatakan begitu," tambahnya.
"Itu_,,,,"
"Katakan saja apa yang salah dengan makanannya," Thomas menimpali, menghentikan sejenak kegiatan makan yang tengah ia lakukan.
"Apakah akan aneh jika aku mengatakan karena mayonnaise?" Nayla berkata lirih.
"Tidak sama sekali, karena dia juga begitu." jawab Thomas menunjuk Rory dengan dagunya.
"Satu-satunya diantara kami yang tidak menyukai mayonnaise," tambahnya.
Nayla segera mengarahkan pandangan pada pria yang duduk di depannya, merasakan begitu banyaknya kesamaan yang mereka miliki.
"Kamu? Sungguh?" tanya Nayla.
"Sepertinya pesanan milikmu tertukar dengan salah satu diantara kami, selain Rory." Thomas berkata lagi sembari mengedarkan pandangan dan berhenti pada Ethan.
"Ethan,,," Thomas menegur dengan sorot tajam.
"Apa,,,??" Ethan bertanya sembari menyantap burger yang sudah berada di tangan.
"Tidakkah kau menyadari makanan yang kau pesan itu milik Nayla?" tanya Thomas.
"Apa yang membuatnya berbeda? Lagi pula menu yang kita pilih sama," jawab Ethan tanpa beban.
"Aduh,,! Apa?" Ethan mengaduh tepat setelah Nathan menyodokkan sikunya.
"Dia memiliki selera yang sama dengan Rory," ucap Nathan.
"Bukankah itu hal bagus?" sambut Ethan melanjutkan makannya.
"Arghhh,,,,,!" Nathan menggeram gemas, lalu melayangkan jitakan keras pada kepala saudaranya.
"Aauuhh,,,! Apa lagi?" sungut Ethan kesal sembari mengusap kepalanya.
"Hei,,, Cukup! Hentikan! Biarkan saja," Nayla menengahi, lalu tertawa pelan.
"Mau pesan yang baru?" tawar Thomas.
"Tidak perlu! Itu akan memerlukan waktu lagi," tolak Nayla.
"Aku cukup dengan minumannya saja," imbuhnya.
"Kalau begitu, ambil milikku!" ucap Rory menyodorkan makanan yang belum ia sentuh.
"Tidak Roy, itu untukmu saja," tolak Nayla tersenyum.
"Tapi_,,,,"
Rory menggantung kalimatnya, mencari cara untuk tidak membiarkan Nayla duduk tanpa makan apapun. Hingga ia terpikirkan satu ide membagi dua makanan miliknya.
"Begini saja." ucap Rory seraya memberikan sebagian makanannya pada Nayla.
"Berikan saja itu pada Ethan, dia akan menghabiskannya dengan senang hati," ucap Rory mengedipkan matanya.
Nayla tersenyum haru, merasakan kehangatan di hatinya atas sikap yang diberikan teman-teman barunya. Thomas yang begitu peka terhadapnya, Rory yang begitu perhatian padanya, dan si kembar yang selalu berhasil menghibur dengan tingkah konyol mereka.
"Terima kasih," ucap Nayla.
"Ini untukmu! Awas saja jika kau tidak menghabiskannya!" ancam Rory menyodorkan makanan Nayla pada Ethan.
"Ada apa dengan kalian?" tanya Ethan menatap teman-temannya.
"Makanan yang kau makan milik Nayla, dan,,, selera dia sama dengan selera Rory, apa kau masih tidak mengerti?" ucap Thomas tidak sabar.
"Oh,,tidak,,,," Ethan mendesis lirih sembari menepuk dahinya.
"Maafkan aku Nay. Aku tida bermaksud untuk_,,,,,"
"Bukan salahmu," potong Nayla cepat.
"Aku sudah memiliki makananku sendiri. Hanya saja, sekarang kamu harus menghabiskan dua porsi burger," imbunya menahan tawa.
"Lalu, bagaimana denganmu?" Ethan bertanya lagi dengan rasa bersalah di hatinya.
"Tenanglah, tidak apa-apa," sahut Nayla menenangkan.
"Kamu baik sekali," sambut Ethan tersenyum haru.
"Kalian bahkan lebih baik dariku," jawab Nayla.
Mereka kembali melanjutkan makan, sesekali mengobrol ringan hingga mereka mengenal satu sama lain. Beberapa saat setelahnya, mereka berempat segera mengenakan masker lagi sekaligus menurunkan topi di kepala untuk menyembunyikan wajah sempurna yang mereka miliki.
"Apa yang kau pikirkan?"tanya Rory ketika menyadari Nayla tersenyum tipis setelah menatap teman-temannya secara bergantian.
"Tolong jangan tertawa, tapi entah kenapa ketika kalian berbicara dan saling menjawab, aku merasa pernah mendengar suara kalian entah di mana," ungkap Nayla.
"Benarkah? Apakah itu saudara atau keluargamu?" sambut Thomas.
"Tidak, mungkin karena aku hanya berhalusinasi saja," jawab Nayla cepat.
Jawaban Nayla justru membuat mereka melihat sekilas perubahan raut wajah wanita itu, seolah wanita itu tengah menyembunyikan luka yang telah ditutup rapat.
"Ayo pergi," ajak Rory.
Nayla mengangguk, beranjak dari duduknya ketika sebuah suara tepuk tangan menghentikan mereka.
"Wah,,, Wah,,, Lihat siapa yang baru saja makan bersama dengan pasukan aneh nya,"
. . . . .
. . . . .
To be continued....
kalimatnya ini astagaa😖😖