Kania harus menerima kenyataan pahit ketika suaminya—Adrian, menceraikannya tepat setelah malam pertama mereka.
Tanpa sepengetahuan Adrian, Kania mengandung anaknya, calon pewaris keluarga Pratama.
Kania pun menghilang dari kehidupan Adrian. Tetapi lima tahun kemudian, mereka dipertemukan kembali. Kania datang dengan seorang bocah laki-laki yang mengejutkan Adrian karena begitu mirip dengannya.
Namun, situasi semakin rumit ketika Adrian ternyata sudah menikah lagi.
Bagaimana Kania menghadapi kenyataan ini? Apakah ia akan menjauh, atau menerima cinta Adrian yang berusaha mengambil hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 30
Laras memukul setir mobilnya dengan penuh amarah. Tangan lainnya mencengkeram erat, sementara wajahnya begitu frustasi yang luar biasa.
Dengan nafas terengah-engah, matanya menatap jalanan kosong yang diselimuti gelapnya malam.
“Sial! Sial! Kenapa bisa gagal? Kenapa?!” teriaknya, memukul setir lagi dengan keras.
Kegagalannya menghabisi Enzio membuatnya semakin kalap. Di balik luapan emosinya, sebuah ide gila muncul di kepalanya.
Laras tersenyum sinis, senyuman yang lebih mirip seringai wanita kehilangan akal sehat.
“Kalau bukan hari ini, besok akan jadi harinya. Mereka semua akan merasakan penderitaan yang lebih besar!” ucapnya dengan nada dingin, penuh kebencian.
Tawa Laras terdengar menggema di dalam mobil. Kakinya menginjak pedal gas dengan keras, dan mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, menyusuri jalanan malam yang sepi.
“Untuk sekarang, lebih baik aku sembunyi dulu,” gumamnya.
**
Setelah diperiksa oleh dokter, Enzio langsung dibawa ke rumah utama keluarga Adrian.
Kania tak pernah melepaskan pelukannya dari putranya, memastikan Enzio merasa aman di pelukannya.
Di rumah, Hermawan—kakek Enzio—sudah menunggu dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Di sampingnya ada Reno, adik Adrian, yang juga terlihat cemas.
Saat mobil Adrian berhenti di halaman, Reno segera keluar dan menghampiri mereka.
“Mbak Kania, Enzio! Bagaimana keadaan kalian? Enzio baik-baik saja, kan?” Reno bertanya dengan nada penuh perhatian.
“Aku baik, Ren. Terima kasih sudah mengkhawatirkan kami.” Kania menjawab sambil tersenyum.
Namun, sebelum Reno bisa mendekati lebih dekat, Adrian sudah lebih dulu berdiri di antara mereka. Tubuhnya tegap, wajahnya dingin, dan tatapan tajamnya tertuju langsung pada adiknya.
“Jangan dekat-dekat,” bisik Adrian memberi peringatan.
Reno menghentikan langkahnya, menatap Adrian dengan sorot tidak suka.
“Mas, aku hanya ingin memastikan keadaan mereka. Kamu nggak harus jadi posesif seperti ini,” balas Reno pelan, tidak ingin memancing keributan di depan Kania dan Enzio.
“Nggak liat merek baik-baik saja? Apa lagi yang ingin kamu pastikan?” Adrian mendekatkan wajahnya ke Reno. “Aku tahu apa yang ada di pikiranmu. Jangan coba-coba mendekati calon kakak ipar dan keponakanmu, Reno. Aku peringatkan!”
Reno mendengus kesal, lalu memutar bola matanya dengan malas. “Mbak Kania masih bebas kan, Mas. Dia berhak memilih. Ya, siapa tahu kan nanti dia milik aku.” sahut Reno, kali ini sengaja menekan suaranya agar Adrian semakin tersulut.
Mata Adrian menyipit tajam, nyaris meninju Reno, tapi suara Kania menghentikannya.
Kania hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik dan kakak itu. Baginya, sekarang adalah Enzio.
“Mas, sudahlah. Jangan bertengkar di depan Enzio, dia butuh istirahat sekarang.”
Adrian menarik napas panjang, mencoba meredakan emosinya. Ia memutar badannya dan berjalan menuju Enzio, lalu meraih tangan kecil putranya.
“Ayo, kita masuk. Kakekmu sudah menunggu,” katanya dengan suara lebih tenang.
Enzio mengangguk. “Jadi, Zio punya kakek?” tanyanya.
“Iya, kakek buyut,” jawab Adrian sambil mengelus kepala putranya.
Hermawan tersenyum lega melihat Enzio, tapi hatinya tetap diliputi kecemasan. Ia sudah tahu semuanya, karena Reno yang memberitahu tanpa ada yang ditutupi.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana cicitku bisa sampai mengalami hal seperti ini?” tanya Hermawan sambil mengelus kepala Enzio dengan penuh kasih.
Kania menunduk, tak sanggup menjelaskan semuanya. Adrian yang menjawab. “Ini semua ulah Laras. Dia sudah terlalu gila dan berbahaya. Aku tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja.”
Hermawan menghela napas berat. “Adrian, lakukan apa yang harus kamu lakukan. Tapi pastikan keluarga ini tetap aman. Aku tidak ingin melihat cicitku terancam lagi.”
Adrian mengangguk. “Aku janji, Kek.”
Reno yang masih berdiri di belakang mereka mendengarkan percakapan itu dengan perasaan lega. Akhirnya, Adrian dan Kania akan segera bersatu.
Sementara itu, Kania membawa Enzio ke kamar untuk beristirahat. Enzio terus memeluk Kania erat, seolah tidak ingin berpisah darinya.
“Ma, Zio takut,” ucap Enzio pelan.
Kania mengecup kening putranya dan membelai rambutnya. “Kamu aman sekarang, sayang. Mama ada disini, dan mama nggak akan membiarkan siapapun menyakitimu lagi.”
Adrian berdiri di depan pintu dengan rahang yang mengeras. Wajahnya penuh tekad. Ia tahu bahwa Laras tidak akan berhenti sampai keinginannya terpenuhi.
“Aku harus menghentikan dia. Apapun caranya,” gumam Adrian.