sebuah notifikasi pesan masuk dari reno "sayang, kamu tolong bayarin dulu apartment aku bulan ini ya!"
lalu pesan lainnya muncul "sekalian transfer juga buat aku, nanti aku mau main sama teman teman, aku lagi gak ada duit"
jangan dibawa serius plies 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dhyni0_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 30
Malam itu, Keira baru saja sampai di apartemennya. Ia menghela napas panjang, berharap malam ini bisa menjadi waktu untuknya menenangkan pikiran. Tetapi, begitu hendak menutup pintu, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintunya dari luar.
"Reno!" serunya, terkejut melihat pacarnya berdiri di sana dalam keadaan mabuk. Mata Reno merah, wajahnya menampakkan kemarahan yang menakutkan, membuat Keira merasa terintimidasi. Ia tahu ini bukan pertama kalinya Reno bertingkah seperti ini, namun tetap saja, ia merasa tidak siap.
Reno berjalan sempoyongan masuk ke dalam apartemen, menutup pintu dengan keras hingga membuat Keira terkejut. Ia mencoba mundur perlahan, berusaha menjaga jarak. "Ren... T-tenangin diri kamu," kata Keira dengan suara gemetar, mencoba menenangkan Reno.
Namun, bukannya berhenti, Reno justru terus berjalan mendekat dengan tatapan penuh amarah. Sampai akhirnya, Keira terjebak di antara dinding dan tubuh Reno yang semakin mendekat. Ia bisa merasakan hawa panas napas Reno yang berat, bau alkohol menyengat memenuhi ruangan.
"Gue udah bilang! Jangan berani lo macam-macam sama gue!" teriak Reno tepat di depan wajah Keira, membuat tubuhnya gemetar ketakutan.
"M-ma-maksud kamu apa, Ren?" jawab Keira, suaranya bergetar. Ia mencoba memahami apa yang sebenarnya memicu kemarahan Reno kali ini.
"Gue gak suka lo deket-deket sama cowok lain! Dasar cewek sialan!" bentak Reno, suaranya penuh tuduhan.
Keira menggeleng, berusaha menjelaskan, "Aku gak deket sama siapa-siapa, Ren, sumpah."
Reno tertawa sinis, memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. "Lo deket sama cowok brengsek itu, kan?! Anjing!" teriaknya, membuat Keira semakin takut.
"Maksud kamu siapa, Ren? Aku gak ngerti," jawab Keira nada hampir berbisik, mencoba meredam situasi.
"Gak usah belaga gak tau, tolol!" bentak Reno sembari mencekram rahang Keira dengan kuat, membuat Keira kesakitan. "Lo pikir gue gak tau lo deket sama si Axel itu, hah?! Cowok gila itu! Gue udah bilang beberapa kali sama lo! Jangan deket-deket sama dia, anjing!"
Keira menahan tangis, mencoba berkata dengan tenang, "A-aku gak ada hubungan apa-apa sama Axel, Ren. Serius. kita cuma rekan kerja, gak lebih."
Namun, jawaban itu justru membuat Reno semakin marah. "Kalau sampai gue liat lo deket lagi sama dia, gue bunuh dia!" ancam Reno, melepaskan cengkeramannya dengan kasar hingga wajah Keira nyeri. Keira merasakan sakit di rahangnya, namun ia hanya bisa menggigit bibirnya untuk menahan perih.
Setelah melepaskan Keira, Reno berjalan ke arah tempat tidur dan melepaskan jaketnya dengan kasar, lalu membanting tubuhnya di atas kasur Keira.
Keira berdiri di dekat dinding, berusaha menenangkan diri dan menahan tangis yang sejak tadi ia pendam. Ia tahu situasi ini semakin tak terkendali. Hubungannya dengan Reno perlahan-lahan berubah menjadi perangkap yang membahayakan dirinya sendiri, namun entah mengapa, ia merasa tak sanggup untuk keluar.
Setelah beberapa saat, Reno mulai tertidur di atas kasur, kelelahan akibat mabuk. Keira melihatnya dengan perasaan campur aduk antara rasa takut, marah, dan bingung. Tubuhnya gemetar, tetapi ia berusaha mengendalikan diri dan mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan pikiran.
Keira duduk di lantai dengan punggung bersandar pada dinding, memeluk lututnya sambil menghela napas panjang. Ia merasa kelelahan, bukan hanya fisik tapi juga mental. Hubungannya dengan Reno, yang awalnya penuh cinta dan kebahagiaan, kini berubah menjadi bayang-bayang gelap yang mengancam hidupnya.
"Kenapa ini semua terjadi?" gumamnya pelan, merasa putus asa. Sebagian dari dirinya ingin menyerah dan mengakhiri semuanya, namun rasa takut dan ancaman Reno selalu menghantuinya.
Keira memandang Reno yang terbaring di kasur dengan mata yang berat karena mabuk. Ia merasa sedih melihat pria yang dulu ia cintai berubah menjadi sosok yang begitu kasar dan posesif. Dulu, Reno adalah orang yang selalu membuatnya merasa dicintai, tetapi sekarang, ia hanya menjadi sumber ketakutan dalam hidupnya.
Setelah beberapa saat berlalu dalam keheningan, Keira berdiri dan berjalan pelan menuju balkon apartemennya. Ia membuka pintu kaca dan melangkah keluar, menikmati hembusan angin malam yang dingin. Di luar sana, lampu-lampu kota bersinar dengan terang, seolah-olah mengingatkannya pada kehidupan yang penuh harapan di luar sana, kehidupan yang mungkin bisa ia raih jika berani melepaskan diri dari Reno.
"Haruskah aku pergi?" bisiknya, pertanyaan itu menggantung di udara malam. Namun, jawaban itu terasa jauh dari jangkauan, seolah-olah ada sesuatu yang mengikatnya dengan kuat pada Reno, meskipun ia tahu bahwa hal itu bisa membahayakan dirinya.
Keira menghela napas, menatap ke kejauhan sambil mencoba mencari kekuatan di dalam dirinya. Ia tahu, jika terus bertahan dalam hubungan ini, ia hanya akan semakin terluka. Tapi meninggalkan Reno bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi dengan ancaman yang selalu ia lontarkan setiap kali ia merasa tak terkendali.
Setelah beberapa lama berdiri di balkon, Keira kembali masuk ke dalam apartemen dengan hati yang sedikit lebih Ia menatap Reno yang masih tertidur di kasurnya. pria itu tampak lemah dan tak berdaya dalam tidur, begitu berbeda dengan sosoknya yang penuh amarah saat bangun tadi.
Keira mengambil selimut dan menutup tubuh Reno dengan perlahan. Meski ia merasa marah dan takut, ada dari hatinya yang masih peduli pada Reno. Namun, ia tahu, perasaan itu tidak bisa lagi menjadi alasan untuk terus bertahan dalam hubungan yang membahayakan.
"Reno...," gumamnya pelan, "aku gak tau harus gimana lagi sama kamu."
Bagian dari hatinya yang masih peduli pada Reno. Namun, ia tahu, perasaan itu tidak bisa lagi menjadi alasan untuk terus bertahan dalam hubungan yang membahayakan.
Malam itu, Keira tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya terus berkecamuk, bertanya-tanya apa yang harus ia lakukan untuk bisa keluar dari situasi ini tanpa ada yang terluka. Ia merasa terjebak di antara cinta dan rasa takut, di antara harapan untuk memperbaiki hubungan dan kenyataan yang terus-menerus menyakitinya.
hampir mirip dengan hidupku
Semangat terus Authot
Jangan lupa mampit ya 💜