Arsyi seorang wanita sederhana, menjalani pernikahan penuh hinaan dari suami dan keluarga suaminya. Puncak penderitaannya terjadi ketika anaknya meninggal dunia, dan ia disalahkan sepenuhnya. Kehilangan itu memicu keberaniannya untuk meninggalkan rumah, meski statusnya masih sebagai istri sah.
Hidup di tengah kesulitan membuatnya tak sengaja menjadi ibu susu bagi Aidan, bayi seorang miliarder dingin bernama Rendra. Hubungan mereka perlahan terjalin lewat kasih sayang untuk Aidan, namun status pernikahan masing-masing menjadi tembok besar di antara mereka. Saat rahasia pernikahan Rendra terungkap, semuanya berubah... membuka peluang untuk cinta yang sebelumnya mustahil.
Apakah akhirnya Arsyi bisa bercerai dan membalas perbuatan suami serta kejahatan keluarga suaminya, lalu hidup bahagia dengan lelaki baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter — 28.
Raisa menatap foto keluarga Mita cukup lama sebelum akhirnya ia meremasnya erat-erat, hingga kertas foto itu nyaris robek di tangannya.
Tangannya meraih ponsel, menekan sebuah nomor yang sudah lama ia simpan namun tak pernah berani ia hubungi. Nomor itu bukan sekadar nomor, itu adalah pintu menuju kegelapan yang ia pilih.
Nada sambung terdengar. Satu… dua… tiga kali.
Lalu suara berat seorang pria menjawab, “Akhirnya, aku pikir kau sudah mati di tangan keluarga itu.“
Raisa terdiam sesaat, lalu ia berbisik tajam. “Aku memang mati, tapi hanya sebagai Raisa yang dulu. Sekarang aku hidup kembali… sebagai mimpi buruk untuk mereka.”
Pria di seberang telepon tertawa pendek, getir dan sinis. “Kata-kata yang bagus. Jadi… apa yang kau inginkan dariku?”
Raisa menegakkan tubuhnya, tatapannya menyalak. “Aku ingin informasi. Semua tentang Mita, Axel dan keluarga mereka. Bisnis mereka, kelemahan mereka, bahkan orang-orang terdekat mereka. Tak ada yang boleh terlewat, melalui mereka... aku akan masuk lebih dalam. Kali ini… aku tidak akan hanya merebut nyawa mereka. Aku akan merampas segalanya."
Keheningan singkat, lalu suara di ujung telepon menjawab. “Kalau begitu, permainan baru saja dimulai. Bersiaplah... sekali kau masuk ke jalur ini, tak ada jalan kembali.”
Raisa tersenyum tipis, senyum yang penuh luka dan tekad. “Aku tak pernah berniat kembali, aku hanya berniat mengubur mereka dengan tanganku sendiri.”
Ia menutup telepon. “Dimulai darimu Mita, kau akan menjadi bidakku menghancurkan mertuamu."
Malam semakin pekat, namun hatinya kini lebih pekat dari langit di atasnya.
Esoknya dia menerima sebuah map, ia membuka map yang berisi daftar nama pegawai kunci di perusahaan milik keluarga Mita. Satu nama berulang kali ia tatap, Nadya... sekretaris pribadi Axel sekaligus selingkuhan pria itu.
“Nadya… sepertinya kau akan jadi pintu masukku,” bisiknya dingin.
Raisa menduga, Nadya menyimpan banyak rahasia Axel. Semua transaksi bisnis, agenda pertemuan, bahkan urusan pribadinya melewati tangan sekretaris itu.
Keesokan harinya, Raisa memulai dengan identitas baru. Wajahnya sudah berbeda pasca operasi, rambutnya ia ubah serta pakaiannya sederhana namun profesional. Ia memperkenalkan diri pada Nadya dengan nama samaran... Selina.
Pertemuan pertama mereka terjadi di sebuah café dekat kantor. Nadya semula enggan, namun Raisa cukup licik memainkan kata-kata.
“Aku tahu hubungan mu dengan Axel,” ucap Raisa dengan suara rendah, membuat Nadya langsung menoleh.
“Apa maksudmu?” Nadya menyipitkan mata.
Raisa mengeluarkan satu foto mesra Axel bersama Nadya. Wanita selingkuhan Axel itu terdiam, wajahnya pucat.
“Bagaimana kalau foto ini sampai ke tangan istri Axel? Atau media?” Raisa mencondongkan tubuhnya, suaranya tajam tapi terkontrol.
Nadya menelan ludah, jelas ketakutan. “Kau... mau apa dariku?”
Raisa tersenyum tipis, senyum yang menusuk hati. “Sederhana saja! Aku ingin salinan semua jadwal, laporan keuangan, dan catatan rapat. Aku ingin tahu setiap pergerakan Axel, bahkan ketika ia sekadar keluar kantor... kau yang akan memberiku itu semua.”
Nadya menggeleng cepat. “Aku… aku bisa dipecat. Atau lebih buruk lagi__”
“Kalau kau menolak,” potong Raisa dingin, “Hidupmu akan jauh lebih buruk daripada sekadar dipecat, kau tahu apa yang bisa kulakukan dengan foto-foto ini.”
Sekretaris itu gemetar, butuh beberapa detik sebelum akhirnya ia mengangguk pelan. “Baiklah… aku akan membantumu.”
Raisa menyandarkan tubuh ke kursinya, ia mersa puas. “Pintar! Mulai besok, kau bekerja untukku.”
Malamnya, Raisa menerima email pertama dari Nadya. Salinan rapat direksi beserta catatan kecil Axel tentang rencana ekspansi bisnis.
Raisa menatap layar dengan tatapan tajam. “Bagus! Satu pintu sudah terbuka... tinggal menunggu celah lain, sampai seluruh benteng mereka runtuh dari dalam. Kau akan masuk dalam permainanku, Mita."
Beberapa hari kemudian, gedung megah perusahaan keluarga Mita dipenuhi suasana tegang. Rapat direksi yang biasanya berjalan mulus kini berubah menjadi ajang saling tuduh.
Axel duduk di kursi utama, rahangnya mengeras. Di hadapannya, tumpukan dokumen hasil audit mendadak tersebar di meja. Dokumen itu berisi rincian keuangan perusahaan, angka-angka yang seharusnya hanya diketahui oleh lingkaran paling dalam.
“Bagaimana mungkin data rahasia ini bisa keluar?” suara salah satu direksi bergetar penuh emosi. “Ada penyimpangan yang tidak pernah kita bahas di rapat. Bahkan, ada detail soal dana gelap yang kau kelola sendiri, Axel!”
Axel menoleh cepat, matanya menyala marah. “Siapa yang berani menyebar fitnah ini?!”
Namun direksi lain menimpali dengan suara dingin. “Fitnah atau tidak, data ini lengkap. Sangat detail, dan tidak mungkin dibuat sembarangan. Kau harus menjelaskan pada kami! Jika tidak, jangan salahkan kami kalau dewan pemegang saham mulai meragukan posisimu.”
Axel mengepalkan tangan di bawah meja, kukunya hampir menembus kulit. Siapa yang berani mengkhianatinya? Siapa yang bisa mendapatkan akses ke data pribadi itu?
Mita sebagai salah satu dewan direksi dan ikut rapat, juga merasa tertekan.
Sementara itu, Axel berusaha mempertahankan wibawa. “Dengar aku! Ada seseorang yang ingin menjatuhkan kita dari dalam. Aku akan menemukan tikus itu, dan saat kutemukan… aku pastikan dia akan mati dengan cara paling menyedihkan.”
Namun, kata-kata itu justru membuat para direksi semakin curiga. Beberapa bahkan sudah diam-diam menghubungi pengacara mereka, bersiap mundur sebelum kapal benar-benar tenggelam.
Rapat itu berakhir dengan keputusan, audit menyeluruh harus dilakukan dan Axel harus memberikan laporan resmi dalam dua minggu.
Axel keluar dari ruang rapat dengan wajah gelap. Napasnya berat, matanya liar seperti hewan terjebak. Ia tahu, ada tangan gelap yang sedang mengatur semua ini.
“Siapapun kau…” desisnya penuh amarah. “Kau baru saja membuka perang.”
Di luar gedung, Raisa duduk tenang di dalam mobil. Nadya di kursi sampingnya, wajahnya pucat penuh ketakutan.
“Sudah kulakukan sesuai perintahmu…” suara Nadya bergetar.
Raisa hanya menatap lurus ke depan, senyumnya tipis dan dingin. “Bagus! Aku sudah mencarikan mu pekerjaan baru, posisi sekertaris ini... akan aku gantikan. Lagipula, perusahaan ini akan hancur pada akhirnya.“
Nadya hanya bisa menurut, ia takut jika istri Axel mengetahui tentang hubungannya dengan Axel maka dia akan habis. Dia tak ingin ikut campur lagi, lebih baik kabur sebelum terjadi hal yang tidak dia inginkan.
Dari jendela mobil, Raisa bisa melihat jendela ruang rapat di lantai atas. Meski tak bisa mendengar, ia tahu pertempuran sengit sedang terjadi di dalam sana.
Mita, kau akan kehilangan segalanya sebelum aku mencabut nyawamu.
.
.
.
Satu bulan kemudian...
Sementara di perusahaan milik Rendra, posisi Daniel sudah jauh berbeda. Ia bukan lagi sekadar pengawal, melainkan telah dipercaya sebagai salah satu Kepala Manajer karena dia mempunyai kemampuan. Kinerja Daniel pun luar biasa, apalagi ada niat terselubung dari Rendra. Mengenai Raisa, dia tidak bisa menolong Daniel secara langsung. Namun dengan berbagai kebetulan yang ia ciptakan, dia akan mendukung keinginan Daniel untuk bisa bertemu lagi dengan wanita itu.
“Daniel,” suara Rendra terdengar dari interkom.
“Ya, Tuan.”
“Masuk ke ruangan saya.”
Tak lama kemudian, seorang pria dengan setelan jas rapi dan dasi formal melangkah masuk. Aura pengawal memang sudah hilang, kini Daniel benar-benar terlihat seperti seorang profesional pekerja di perusahaan.
“Tuan.” Ucapnya penuh hormat.
Rendra menyerahkan map berisi berkas. “Kau yang mewakili saya meeting dengan klien dari Jepang, tempatnya di restoran barat. Saya tidak bisa hadir karena harus menemani Arsyi ke rumah sakit. Dari pagi dia mual-mual, saya takut ada apa-apa…”
Daniel menerima map itu. “Baik, Tuan. Semoga Nyonya tidak apa-apa.”
“Mungkin Arsyi hanya kecapean... Aidan makin besar, dan anak itu tak bisa jauh dari Arsyi.” Rendra menghela napas.
Daniel tersenyum jahil, lalu menutup mulutnya seolah menahan kata-kata. “Ya, selain itu… ada satu bayi besar yang lebih merepotkan.”
Rendra menoleh tajam. “Maksudmu, bayi besar itu aku?”
“Saya tidak bilang begitu.” Daniel terkekeh, lalu segera mundur. “Baiklah, saya akan bersiap.”
Begitu Daniel keluar, Rendra mendengus pelan seraya terkekeh. “Huh… memang benar. Aku selalu merepotkan istriku dengan terus mengganggunya di malam hari. Tapi mau bagaimana lagi? Aku terlalu candu padanya...”
Siang itu, Daniel sampai di restoran barat sesuai alamat yang tertera. Ia masuk, lalu mencari meja yang sudah dipesan pihak klien. Namun tanpa ia sadari, di sudut ruangan ada sosok wanita dengan wajah berbeda yang menatap pria itu dengan terkejut.
Mata Raisa membelalak.
Daniel? Kenapa dia ada di sini?
.
.
.
All, kalo alurnya sedikit gak nyambung ggp ya. Aku berusaha menceritakan kisah Raisa sama Daniel yang memang butuh waktu untuk Raisa bisa membuka hidupnya kembali. Karena dari beberapa risetku... penyakit jiwa itu sulit disembuhkan 😩🙏😘
harusss lebih kuatttt
semangat
lanjuuut