Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN DENGAN ALI
Karena memikirkan Ali, Elizah menjadi tidak fokus bekerja. Ketika melayani rombongan orang-orang besar di ruangan VIP, Elizah tak sengaja menumpahkan kuah sup ke tangan salah satu dari mereka.
“Apa kamu nggak bisa hati-hati?” Bentak pria bertubuh gempal, matanya sipit. Membentak dengan suara lantang. Elizah menciut takut, sementara pria yang tak sengaja tersiram kuah panas. Berusaha menenangkan situasi.
“Anak ini tidak sengaja. Lagipula, aku tidak kenapa-kenapa.” Tutur katanya bersahaja, Elizah mengangkat wajah untuk melihat pria berumur 60 tahunan itu dengan jelas.
“Saya minta maaf, Pak.” Elizah yang masih belum sehat benar, berbicara dengan serak.
Rafan datang, melihat keributan yang ditimbulkan oleh Elizah.
“Pelayan t*l*l mu ini membuat tangan Pak Saloka terkena kuah panas. Bagaimana ini, Rafan?” Seru pria bermata sipit itu dan Elizah terhenyak dimaki kasar seperti itu.
“Hei, jangan begitu. Jangan memakinya, dia tidak sengaja.” Saloka tidak tega melihat Elizah sudah akan menangis.
“Saya minta maaf, Pak.” Suaranya melirih.
“Sudah, sudah, tidak apa-apa.”
Rafan kesal karena kehadiran Elizah sama sekali tidak membawa keberuntungan. Dia malah terlibat kesulitan. Sepertinya, dengan terpaksa dia harus memecat istri dari sahabatnya itu.
“Saya benar-benar minta maaf. Sebagai ucapan maaf kami, saya akan memotong 30% dari total yang harus dibayarkan.” Rafan rela merugi daripada kehilangan pelanggan.
“Tidak perlu. Akan saya bayar semuanya, kasihan gadis ini, jangan kamu salahkan dia. Saya juga yang salah karena ketika dia akan meletakkan makanan, saya tidak menyadarinya.” Saloka tidak tega tapi Rafan bersikeras untuk bertanggungjawab. Si Mata sipit malah setuju dan Elizah diminta Rafan datang ke ruangannya nanti.
Ketika rombongan orang-orang besar itu selesai, Saloka juga tidak mau menerima potongan harga yang ditawarkan Rafan. Tapi Rafan tetap saja tidak tenang, bermasalah dengan orang-orang terpengaruh itu tentu akan berefek pada usahanya.
Saloka sudah akan pergi, Elizah ternyata berlari untuk menyusulnya.
“Permisi, Pak.”
Saloka menoleh. Elizah mengangsurkan salep pereda luka bakar dan Saloka terkekeh-kekeh melihat kepedulian gadis cantik itu.
“Saya tidak apa-apa.”
Elizah menggeleng keras, “saya akan terus merasa bersalah. Tidak akan merasa tenang jika Bapak menolaknya. Hanya ini yang bisa saya lakukan.”
Karena Elizah bersungguh-sungguh, matanya berbinar. Saloka kemudian menerimanya.
“Terima kasih banyak, Pak. Tolong jangan menceritakan kejadian buruk tadi kepada siapapun, saya tidak mau bos saya mengalami kerugian atas apa yang saya lakukan.”
Saloka mengangguk paham, kemudian dia masuk ke dalam mobil dan Elizah menatapi kepergiannya. Sekilas, tatapan mata pria paruh baya itu membuatnya teringat pada tatapan mata suaminya.
Elizah mengusap wajahnya kasar. Sekarang, dia harus menghadapi kemurkaan Rafan atas kecerobohannya.
Elizah kembali dengan langkah tidak bersemangat. Elizah membeku ketika Ali muncul dan memandanginya. Tidak ada kesempatan baginya untuk kabur lagi sekarang, mau tidak mau, dia harus menghadapi pria itu.
“Kamu tidak bisa menghindar lagi, Elizah,” tegasnya sambil mendekat.
Elizah menatap jam tangannya, ini sudah waktunya untuk dia pulang.
Dari kejauhan, Sofi melihat Elizah pergi dengan Ali. Sofi menebak bahwa memang Elizah berhubungan dengan pria itu. Elizah sama sekali tidak terlihat terpaksa.
“Mungkin itu pacarnya. Mereka ribut jadi Elizah menghindar,” katanya dalam hati kemudian melanjutkan langkah.
🍃🍃🍃🍃
Elizah tidak mau menyentuh minuman yang dipesankan Ali untuknya. Meskipun tenggorokannya terasa perih kering. Ali terus memperhatikan Elizah. Masih sama, ia begitu menawan.
“Apa yang mau kamu bicarakan Mas? Cepat, aku harus kembali bekerja.” Elizah kesal, dia tidak merasakan sesuatu yang spesial ketika melihat Ali. Padahal, dulu, dia selalu menunggu kembalinya pria itu.
“Kenapa kamu menghindariku Elizah?” Berat suaranya terdengar, kesedihan jelas dirasakannya.
Tanpa ragu, Elizah membalas.
“Karena aku sudah menikah Mas.”
Ali kecewa mendengarnya. Mereka lengang sejenak.
“Kamu juga tahu setelah pekerjaanku selesai aku akan pulang datang melamar kamu, kamu jelas tahu itu,” kesalnya mengungkit lagi mimpi yang mereka rangkai bersama. Tapi Elizah, hanya diam dengan tatapan nyalang.
“Kenapa kamu tega berkhianat? Kamu menikah dengan pria lain.” Suaranya berubah serak.
“Mas, bohong kalau kamu nggak tahu apa-apa tentang apa sudah terjadi sama aku. Pernikahan itu bukan aku yang mau,” balasnya lugas dan Ali menyesap minumannya. Berusaha meredakan kekecewaan yang begitu dalam.
“Aku mau mendengar segalanya dari kamu langsung. Aku yakin kamu bukan perempuan seperti itu. Aku sama sekali tidak percaya dengan perkataan mereka semua,” katanya sambil menatap tulus. Elizah berubah menjadi sedih, karena jika Ali tahu bahwa semuanya berawal karena Husna. Apakah Ali akan bisa menerimanya?
Elizah sekuat tenaga menahan air matanya.
“Aku tidak mau membahas itu lagi, aku sudah berusaha keras untuk melupakan kejadian itu. Tolong jangan memaksa aku mas,” pintanya dengan suara melirih.
“Terus kenapa kamu mau menikah dengan dia?” Suara Ali meninggi, jelas sekali betapa sakit hatinya ditinggal menikah perempuan yang dia cinta.
Elizah menarik napas dalam-dalam, memberanikan diri menatap sendu pria itu.
“Karena Abi, Abi yang menikahkan kami. Kamu juga tahu sekeras apa Abi kalau sudah mengambil keputusan, tidak bisa dicegah siapa pun!”
Ali tetap tidak bisa menerima penjelasannya. Karena bagi Ali, Elizah bisa saja menolak.
“Siapa laki-laki itu Elizah, sebelumnya kamu kenal dia?”
Elizah menggeleng-gelengkan kepala.
“Sama sekali tidak.”
Ali melongo mendengarnya.
“Pernikahan macam apa itu Elizah? Lantas kenapa kamu bertahan setiap hari, berminggu-minggu dengan dia? Sudah berapa bulan kalian menikah sekarang, kenapa kamu masih bertahan?” kesal Ali dan roman muka Elizah seketika berubah. Kenapa dia baru sadar kalau dia hidup dengan pria asing itu sudah melewati banyak waktu, hari, bahkan Minggu?
Elizah merasakan kegelisahan yang mendalam. Tidak mau melanjutkan perdebatan itu. Dia berdiri tapi Ali menghadang jalannya.
“Bukannya kalian hanya menikah siri?” Ucapannya membuat Elizah menatap tegas, “Kenapa kamu masih bertahan dengannya? Aku sudah ada di sini sekarang, kita bisa melanjutkan rencana kita untuk menikah.” Merayu dengan penuh kelembutan tapi tetap saja Elizah melangkah pergi meninggalkannya.
Ali mendengus, ia merasa kalau Elizah sudah berubah. Apakah perasaan Elizah sudah lenyap dengan mudah? Tergantikan oleh sosok pria yang sama sekali tidak selevel dengannya.
🍃🍃🍃🍃
Elizah menangis di belakang, Rafan memarahinya habis-habisan. Belum lagi dia memikirkan perdebatannya dengan Ali. Elizah merasa serba salah dan bingung. Adit berusaha menanyainya, tapi Elizah tidak mau menjelaskan apa pun.
“Ayo kita pulang, Zah.” Adit mengajaknya pelan.
“Elizah dimarahi pak Rafan.” Karyawan lain saling berbisik, ada yang memaklumi kemurkaan Rafan, ada pula yang menyalahkan Elizah karena selalu teledor.
“Ish!” Mendesis kesal, menyalahkan dirinya sendiri. Adit tidak tega dan terus mengajaknya pulang.
Elizah akhirnya mau, berjalan dengan wajah sembab yang ditundukkan.
Sesampainya di luar, Natta yang sudah menunggu mendekatinya. Elizah mencoba menahan tangis, tapi setelah melihat Natta, bibirnya malah bergetar. Ia ingin kembali menangis, menumpahkan segala bebannya di hadapan pria itu.
“Pak Rafan memarahinya.” Adit memberitahu.
“Ayo, Eli kita pulang.” Dia memeluk dan menuntun Elizah. Adit hanya bisa diam melihat kepergian mereka.
Natta tidak langsung membawa Elizah pulang. Dia membawa Elizah mencari udara segar. Jika membawanya pulang dalam keadaan begitu, tentu ibu dan Zoya akan menginterogasinya..
Natta membukakan tutup botol minuman dingin, memberikannya dan Elizah menerima.
“Kamu dimarahi? Memangnya kesalahan apa yang kamu lakukan?” tanya Natta dan Elizah diam saja. Tak mau menjawab, tak mau menjelaskan apa-apa.
Karena diabaikan, Natta meraih tangan Elizah. Merekatkan jari-jari mereka. Bukannya mereka sudah mulai terbiasa dengan sentuhan kecil itu? Tapi, Elizah menolaknya. Penolakan yang Elizah lakukan membuat Natta terdiam kikuk..
Ada apa ini? Kenapa Elizah berperilaku seperti diawal mereka menikah? Natta tidak paham, sementara Elizah terus terngiang ungkapan Ali yang masih ingin menikahinya meskipun tahu bahwa dia sudah menikah. Apakah Ali setulus itu mencintainya?
Elizah tidak memahami perasaannya sendiri.
Natta mendongak melihat gadis itu berdiri dan melangkah.
“Aku mau pulang.”
Natta sedih melihat sikap dingin Elizah.
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya