Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Boneka 2
Bab 9. Boneka 2
POV Author
"Bu, apa benar Hendra yang membelikan boneka itu untuk anak dekil itu? Rasanya tidak mungkin!"
"Ibu juga tidak ingin percaya, tapi kamu tahu sendiri, Lastri itu juga tidak mungkin berbohong."
"Kalau benar Hendra yang membelikan boneka itu, apa mungkin Hendra sudah luluh hatinya oleh wanita itu? Wah, bahaya dong Bu!"
"Bahaya kenapa?"
"Bisa-bisa, Hendra tidak peduli lagi pada kita! Dan jatah bulanan Ibu bisa di kurangi atau malah tidak ada sama sekali!"
"Wah, kamu bener Tatik. Itu tidak boleh terjadi! Jangan sampai si Lastri itu menguasai semua gaji Hendra!"
"Ibu harus kasih tahu Hendra, kalau keluarga sedarah lebih utama dari pada seorang istri apalagi wanita udik seperti Lastri itu. Bisa di cari gantinya yang lebih dari dia."
"Iya, nanti Ibu kasih tahu si Hendra. Ibu juga tidak mau hidup susah."
"Kalau begitu aku pulang ya Bu? Sebentar lagi Mas Wawan pulang, begitu juga dengan Hendra."
"Ya sudah, kamu hati-hati bawa si kembar."
Tatik membawa kedua anaknya pulang ke rumahnya yang hanya bersebelahan gang saja. Tidak lama Tatik pulang, Nilam datang dengan wajah kusutnya.
Tanpa mengusapkan salam, Nilam langsung duduk di rumah tamu melepas heels nya. Tas nya pun ia lempar ke sembarang tempat.
Bu Ida menggeleng.
"Heh Nilam. Muka kamu kenapa kusut begitu?"
"Uang bulanan ku sudah habis Bu. Mana aku belum beli skin care lagi!" Gerutu Nilam.
Bu Ida ternganga mendengar ucapan putri bungsunya.
"Dua juta kamu habiskan hanya 2 hari?! Sudah gila kamu?!"
"Nilam buat bayar semester Bu, jadi mana cukup. Apalagi di potong buat nambah angsuran mobil Mas Hendra." Sungut Nilam yang langsung mendapat toyoran di kepala oleh Bu Ida. "Awww! Sakit Bu!"
"Jangan ngeluh! Untung Mas mu mau kredit mobil jadi bisa naikin derajat kita. Lagian bukannya bulan lalu kamu baru bayar semester?! Ini bayar semester apa lagi?! Kamu mau bohongi Ibu?!"
Mampus! Aku lupa sudah bilang bayar semester bulan lalu. Alasan apa ya kira-kira biar Ibu tidak curiga?! batin Nilam.
"Bulan lalu baru Nilam bayar separuh Bu. Jadi bulan ini lunasinya."
Semoga Ibu tidak curiga, batin Nilam.
"Kamu ini banyak alesan. Makanya cepat selesai kan kuliah mu! Ibu tidak tanggung jawab kalau sampai Mas mu menyetop uang kuliah mu karena kamu kelamaan kuliah!"
"Kok gitu Bu?!" Protes Nilam.
"Ya mau gimana lagi?! Mas mu tulang punggung di keluarga ini. Ibu tidak mau sampai dia marah, lalu jatah Ibu ikut di stop gara-gara kamu!" Tunjuk Bu Ida pada anaknya.
Wajah Nilam menegang. Salivanya mendadak sulit untuk ia telan.
"Terus aku kuliah besok gimana Bu? Uang ku sudah habis." Rengek Nilam.
Bu Ida mendelik dan mulutnya mengerucut. Ingin rasanya ia memukul anaknya itu saking kesalnya, tapi ia tahan. Bu Ida pun masuk ke dalam kamar lalu tidak lama keluar dengan membawa sejumlah uang.
"Nih, 500 ribu buat sebulan, harus cukup!"
Ck! Harusnya masuk 700 ribu tinggal 200 ribu gara-gara Nilam yang boros! batin Bu Ida ngedumel.
Nilam mengambil uang itu dan tertegun sesaat.
"Kurang Bu...."
"Harus cukup! Lastri saja di kasih 700 ribu cukup. Masa kamu cuma sendiri 500 tidak cukup?!"
"Masa Ibu samain aku sama babu itu?! Ibu lihat dong penampilan anak Ibu ini? Aku butuh perawatan Bu, biar nanti dapet menantu yang bisa bikin bangga Ibu juga."
Bu Ida memandang penampilan putri bungsunya dari atas sampai bawah. Memang penampilan Nilam sangat cantik di mata, dan itu membuat sang Ibu sedikit bangga padanya.
Bulu mata yang panjang dan lentik oleh bulu tanam meneduhkan bola mata yang berwarna kecokelatan oleh soflen. Badan ramping dengan pinggul lebar memberi kesan seksi di tubuhnya. Juga rambut bergelombang yang tergerai panjang dengan kulitnya yang putih menambah daya tarik luar biasa bagi kaum Adam.
"Ehem! Nanti coba minta sama Wawan 300 dan Hendra 200. Bilang saja kamu buat beli buku."
Mata Nilam seketika berbinar. Ide sang ibu tidak terpikirkan olehnya sebelumnya.
"Oke...." Jawab Nilam penuh senyum. Ia pun masuk ke dalam kamar sambil berdendang.
Bu Ida menghela napas. Dimarahi sayang, tidak di marahi bikin kesal.
Bu Ida pun beranjak kembali hendak masuk ke kamarnya. Namun baru saja sebelah kakinya masuk, kembali deru suara motor terdengar di depan rumahnya.
Hendra sudah pulang dari kantor dan wajahnya pun tampak sumringah. Sepertinya suasana hatinya sedang baik saat ini. Hendra lalu duduk di ruang tamu, lalu mengeluarkan handphonenya. Sesekali Hendra tampak tersenyum sambil membalas pesan yang terus masuk ke handphonenya.
"Hendra Ibu mau tanya sama kamu." Kata Bu Ida, lalu duduk di samping anaknya.
Hendra buru-buru menutup layar handphonenya.
"Ada apa Bu..."
"Apa benar kamu yang membelikan boneka buat Diah?"
Hendra menghela napas lalu duduk tersandar.
"Kalau iya kenapa Bu?"
Bu Ida mengubah posisi duduknya menghadap Hendra.
"Jadi itu benar? Apa kamu sekarang sudah mulai menyayangi istrimu itu?!"
"Ibu ini ngomong apa sih?! Aku membelikan Diah boneka untuk membujuk Lastri supaya dia tidak curiga soal mobil dan juga tidak membantah jika kalian suruh-suruh. Aku juga sudah mengembalikan jatahnya kembali ke 1 juta rupiah."
Bu Ida kembali duduk tersandar.
"Tadi Kakak mu, Tatik, kerumah mu. Dan ia melihat ada boneka di ruang tamu. Karena curiga istrimu itu melakukan pemborosan, jadi boneka itu dia ambil dan diberikan ke Marla. Lalu..."
Ragu-ragu Bu Ida berkata.
"Lalu apa Bu?" Tanya Hendra penasaran.
"Lalu... Diah mengenali boneka itu dan mengambilnya dari tangan Marla. Kamu tahu kan sifat Kakak mu? Dan Ibu pun tadinya tidak percaya jika kamu yang membelikan boneka itu. Dan pada akhirnya istri mu itu jadi ngambek dan tidak mengerjakan pekerjaan sampai selesai.
Hendra membuang napas berat sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
"Duh Bu...! Kenapa kalian tidak tanya aku dulu sih?!"
"Ya mana Ibu tahu kamu bakal mau belikan anak itu boneka. Lagian untuk apa coba? Tidak pantas dia bermain boneka mahal seperti itu!"
Hendra mengusap belakang kepalanya.
"Boneka itu cuma seharga 25 ribu Bu. Boneka Marla yang aku belikan lebih mahal dari itu. Sudah, mana boneka itu sekarang?! Biar aku berikan lagi pada Diah."
"Ck! Sebentar."
Bu Ida pun beranjak dari duduknya dan berjalan memasuki kamarnya untuk mengambil boneka milik Diah.
"Mas! Kenapa jatahku di kurangi sih Mas?! Padahal aku sudah pesan buku secara online. Gimana aku mau bayar itu Mas?"
Nilam datang-datang langsung duduk dan mengeluh kepada Hendra.
"Apalagi sih kamu?! Duit segitu kamu permasalahkan."
"Bagi Mas mungkin sedikit. Tapi bagiku banyak Mas. Mana aku belum kesalon lagi? Lihat nih, wajahku sudah kusam. Aku malu Mas, kalau warga sini ngomong di belakang ngatain, 'wah... si Nilam jelek banget sekarang. Padahal Abangnya kerja kantoran dengan gaji besar, tapi dia tidak terawat', Mas mau mendengar kata-kata itu?!" Jelas Nilam mencoba menirukan para ibu-ibu yang suka bergosip di daerah tempat mereka.
Hendra yang begitu sayang pada Nilam pun tidak tega jika melihat wajah adiknya menjadi kusam. Ia pun menarik uang beberapa lembar dari dalam dompetnya dan di berikan kepada nilam.
"Nih!"
Nilam menerimanya dengan suka hati sambil tersenyum senang. Ia tidak menyangka rayuannya ternyata berhasil terhadap Abangnya. Nilam tidak tahu saja, jika saja perasaan hati Hendra saat itu tidak dalam mode hepi, tentu saja permintaan Nilam tidak akan ia turuti.
"Makasih Mas..."
Nilam berlalu pergi setelah menerima uang. Bertepatan dengan Bu Ida yang keluar kamar sambil membawa boneka. Ekor mata Bu Ida pun sempat melirik senyum yang mengembang di wajah anak perempuannya.
"Nih, bonekanya."
Bu Ida menyerahkan boneka itu kepada Hendra. Hendra pun berdiri dan mengambil boneka itu lalu melangkah menuju sepeda motornya.
"Mau langsung pulang?" Tanya Bu Ida.
"Iya Bu, nanti malam mau keluar lagi, sudah janjian sama temen." Ujar Hendra sambil berlalu.
Bersambung...
tambah keluarga toxic,menjijikkan jadi lelaki..