NovelToon NovelToon
Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Selingkuh / Penyesalan Suami / Tukar Pasangan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: She Amoy

Pernikahan Raina dan Riko menjadi kacau karena kehadiran mantan kekasih Raina. Terlebih lagi, Riko yang sangat pencemburu membuat Raina tidak nyaman dan goyah. Riko melakukan apapun karena tidak ingin kehilangan istrinya. Namun, rasa cemburu yang berlebihan itu perlahan-lahan membawa bencana. Dari kehidupan yang serba ada menjadi tidak punya apa-apa. Ketakutan Riko terhadap banyak hal membuat kehidupannya menjadi konyol. Begitu pun dengan istrinya Raina, Ia mulai mempertimbangkan kelanjutan pernikahan mereka. Masa depan yang diinginkan Raina menjadi berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Amoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisa Kenangan (2)

Krisna berlalu tanpa menunggu jawabanku. Aku yang masih dag dig dug karena terkejut sekaligus senang. Ah tidak. Entahlah, rasanya campur aduk. Yang jelas, nanti malam kami akan bertemu di pantai.

Waktu berjalan begitu lambat. Ingin segera pukul tujuh malam, tapi ternyata masih lama. Aku seperti menunggu nomor undian yang tak kunjung keluar. Dini pun belum kembali. Setidaknya, kalau Dini ada, akan ada yang menggantikan tugasku untuk sementara. Meskipun biasanya setelah lewat magrib, jarang sekali peserta yang meminta sesuatu.

Akhirnya waktu yang kutunggu tiba. Selesai mandi dan menyapa Ilahi, aku sibuk memilih pakaian yang akan kukenakan. Di saat itu pula Dini datang.

“Pake yang ada aja sih! Kaya mau ketemu pacar!” Dini menggerutu. Sepertintya kesal melihat bajuku yang berhamburan di atas tempat tidur.

“Ya udah deh yang ini.”

Aku bergegas mengganti pakaian dan berjalan dengan cepat menuju pantai. Ada apa dengan diri ini. Kenapa seperti sedang terburu-buru dikejar rentenir. Aku pun melambatkan langkahku. Telat sedikit tak mengapa, yang penting aku sudah datang dan melaksanakan perintah Krisna.

Angin semakin dingin. Suara-suara pengunjung pantai semakin menghilang. Mereka memilih duduk di dalam warung-warung kecil atau makan di restoran. Ada sebuah restoran seafood yang sangat terkenal di sekitar Ancol ini. Semua temanku bilang kalau rasanya enak. Tapi menurutku biasa saja. Kucari-cari sosok pria yang menungguku malam ini.

Klakson mobil berbunyi dari belakang. Sebuah kendaraan roda empat berwarna merah, dengan lampu yang menyala di dalamnya, terparkir menghadap pantai tepat di belakangku. Kupalingkan wajah sambil menyipitkan mata. Sebuah tangan melambai ke arahku. Rupanya, Krisna yang duduk di dalam mobil itu.

“Loh Pak, bawa mobil?” Tanyaku sambil kedinginan dan menyilangkan tangan ke dada.

“Sini masuk!” Jawabnya sambil tersenyum.

Aku sedikit ragu. Kulihat kanan kiri depan belakang, siapa tahu ada yang kenal atau mengenaliku. Rasanya tetap canggung untuk berdua dengan Krisna di mobil itu. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada tempat yang lebih aman daripada di dalam mobil.

Eh, kok kesannya seperti sedang selingkuh? Tanyaku dalam hati. Dua orang dewasa dengan status lajang sedang berdua, apa ada yang salah? Andai saja Krisna bukan kepala divisi keuangan, tentu aku sudah bebas berjalan-jalan ke semua tempat. Memangnya kenapa dengan jabatan itu? Ah sudahlah. Aku hanya penasaran dengan undangan dadakan ini.

Sudah sepuluh menit kami saling berdiam. Lagu yang berjudul Nothing Gonna Change My Love For You itu mengalun pelan dari tape mobil yang sengaja dinyalakan. Aku tidak berani memulai percakapan, entah karena takut arah pembicaraan Krisna atau justru takut dengan prediksi yang akan terjadi di luar nalarnya.

“Boleh minta nomor ponsel kamu?” Laki-laki itu memulai percakapan dengan pertanyaan yang tidak diduga.

Jadi karena itu Krisna mengajakku bertemu? Hanya untuk minta nomor ponsel? Huft, sudah capek-capek milih baju, dandan, jalan terburu-buru, ditambah deg-degan yang menguasai perasaanku. Kalau cuma nomor ponsel, tinggal minta aja sama Ago, atau cek ke bagian HRD, gerutuku dalam hati.

“Sini Pak, aku save di nomor Bapak!” aku mengambil ponsel Krisna dari tangannya. Kurang sopan memang, dan agak aneh. Panggilan ‘bapak’ tapi ber ‘aku-aku’ ria.

Krisna membiarkan tanganku menyentuh ponselnya. Dengan cepat kusimpan nomorku dan kuberi nama ‘Dita Subdiv Tangerang’.

“Terus apa lagi?” tanyaku sambil mengecilkan volume lagu yang masih mengalun itu.

Krisna menarik napas panjang, seolah ada beban yang belum bisa ia keluarkan. Matanya menatapku sekali lagi. Seperti meyakinkan diri bahwa malam itu adalah malam yang tepat untuk menceritakan sesuatu yang mengganggunya selama ini.

“Mungkin terkesan terlalu cepat, tapi …” dia menghentikan bicaranya.

“Tapi …?” Ujarku.

“Tapi aku terlanjur suka sama kamu!”

Aku terdiam.

“Suka sebagai karyawan maksudnya?” Aku berusaha meluruskan pernyataan yang baru saja kudengar.

“Suka sebagai laki-laki dewasa terhadap perempuan. Aku tahu, mungkin kurang pantas mengatakan hal ini di usiaku yang sudah matang. Kalau kamu nggak keberatan, aku mau kita saling berbagi,” ujarnya terbata-bata.

“Berbagi apa Pak?” jawabku dengan cepat.

“Kalau hanya berbagi suka aku nggak mau,” sahutku lagi.

“Mungkin lebih tepat kalau kita berbagi pekerjaan!”

Krisna terdiam. Merasa jawabanku adalah bentuk penolakan secara halus. Kalau boleh jujur malam itu, sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama dengan Krisna. Ada debar-debar tak beraturan yang sulit kudefinisikan. Ada keinginan untuk berlari bersama menuju tempat yang paling sepi di dunia ini. Tetapi aku masih ragu, aku merasa ada yang ditutupi rapat-rapat dalam diri Krisna.

“Jawab jujur deh, beneran Bapak nggak punya istri?” tanyaku tiba-tiba. Memang hal ini yang sedikit menggangguku. Rasanya aneh, seorang pria mapan dan tampan ini belum memiliki pasangan.

“Sebenernya sih nggak ada. Maksudnya kalau istri belum punya. Tapi …” Krisna berhenti berbicara. Sekali lagi dia tampak ragu menceritakan tentang dirinya. Aku terdiam dan menunggu.

“Di keluargaku ada tradisi yang cukup kuno. Karena ayahku berasal dari Pakistan dan juga bukan keturunan masyarakat modern, kami cukup ketat soal perjodohan. Setiap anak laki-laki di keluarga kami, harus menikah dengan perempuan pilihan ayah. Memang tidak harus perempuan asal Pakistan, dari manapun boleh, selama ada silsilah keluarga yang memiliki keturunan sama.”

Begitu panjang Krisna menceritakan masalah itu. Aku berpikir untuk tidak menyudutkan keadaannya.

“Jadi, sekarang sudah ada calon yang dijodohkan?”

“Nggak ada. Aku kan cuma cerita tradisi di keluargaku. Dan tentu saja itu bisa dilawan. Zaman kan udah berubah, masa kita tidak mengikuti perkembangan jaman,” jawabnya.

“Terus buat apa cerita sama aku?” sebenarnya aku bingung dengan cerita Krisna. Kalau tradisi itu bisa dilawan, untuk apa ia bercerita. Lagi pula, kalaupun malam ini aku memutuskan untuk menerima perasaannya, toh aku tidak akan minta dinikahi. Jangankan berpikir untuk menikah, membayangkannya saja sudah trauma.

“Nggak apa-apa, maaf ya!” Krisna menatap dan meraih tanganku. Disentuhnya jari-jariku yang polos itu. Aku membiarkannya begitu saja. Ada rasa hangat dan damai ketika kami bersentuhan.

“Udah ah Pak, bahas yang lain aja!” Aku mengalihkan pembicaraan.

“Bisa nggak jangan panggil ‘Bapak’!” Ucapnya sambil tetap menggenggam tanganku.

“Jadi panggil apa? Mas? Kaya waktu pertama ketemu di kolam renang?” Aku nyerocos dengan nada kesal, seolah sudah tak ada lagi jarak antara atasan dan bawahan.

“Panggil ‘Cin’ aja gimana?” dia tersenyum-senyum sambil melepaskan genggamannya dan menurunkan kaca jendela.

“Cin? Apa itu ‘cin’?” Tanyaku heran.

“Cin itu dari kata ‘cinta’!” Dia terkekeh.

“Apa sih noraak!”

Kami tertawa, seperti dua pasang remaja yang sedang kasmaran. Kami lupa dengan usia. Apalagi Krisna. Memang sangat norak dan tidak pantas dengan kelakuannya malam ini. Memangnya masih ada yang memanggil pasangan dengan panggilan ‘cinta’? duh norak banget deh. Untuk hal yang satu itu, aku menyebutnya ‘sisi lain dalam diri Krisna’.

“Ya pokoknya kalau manggil ‘Pak’ cukup di kantor aja. Kalau lagi berdua panggilnya ‘cin’ aja ya atau ‘Mas’ deh!”

“Memangnya kedekatan kita perlu disembunyikan ya?” Aku masih ingin bertanya sekali lagi. Berhubung cukup lelah rasanya dua pekan ini untuk mengendap-endap seperti pencuri jika ingin sekadar mengobrol bersama Krisna.

“Suatu hari kamu akan mengerti Raina. Bahwa budaya dan politik di perusahaan ini tidak sesederhana yang kamu bayangkan. Semua orang saling berebut jabatan dan “jatah” masing-masing. Jilat menjilat, gosip, dan saling menjatuhkan satu sama lain. Kamu sudah gabung belum ya sama perusahaan ini, waktu Kepala Divisi Personalia kepergok makan malam sama sekretarisnya, besoknya dia langsung dipindahkan ke daerah.”

1
pembaca setia
bagus ih ceritanya. ayo lanjutkan Thor
Fathan
lanjut thor
Fathan
bagus banget ceritanya. relate sama kehidupan nyata dan gak lebay.
Fathan
pusing banget tuh anak
Fathan
bodoh
Fathan
tinggalin ajaaa
Fathan
rAina bodoh
Fathan
ngeselin rikooo
Fathan
menarik nih, seru
Fathan
rapi bahasanya
pembaca setia
ceritanya menarik. mengungkap sebuah kejujuran perasaan penulis. Bahasa rapi dan minim typo. rekomendid novelnya
Sunshine🤎
1 like+subscribe untuk karya mu Thor. semangat trus sering² interaksi dan tinggalkan jejak di karya author lain, dan jangan lupa promosiin karya agar popularitas meningkat/Good/
SheAmoy: makasih kakak
total 1 replies
anggita
like👍+☝iklan buat author.
SheAmoy: makasih kak
SheAmoy: makasih banyak kakak
total 2 replies
SheAmoy
thanks kak
Necesito dormir(눈‸눈)
Makin lama makin suka, top deh karya thor ini!
SheAmoy: makasih kaka
total 1 replies
Black Jack
Saya benar-benar tenggelam dalam imajinasi penulis.
pembaca setia: menarik banget nih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!