*Harap bijak membaca. novel ini mengandung cerita dewasa*
Kisah cinta antara Alaska dan Kejora yang diawali dengan perjodohan
Alaska mahasiswa kedokteran tingkat akhir di Universitas terkenal di Bandung yang Gaul, ganteng dan terkenal, banyak gadis yang mengejarnya tetapi agak arogan dan dingin atau cuek dipaksa menikah dengan dengan seorang gadis 19 tahun yang tidak dia kenal sebelumnya bernama Kejora gadis dari Bali yang seorang anak pesantren yang lemah lembut, cantik dan mempunyai mata yang indah dan kulit yang putih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali satu kamar
Setelah mengusir Bara, Gadis benar - benar mengurung diri di dalam kamar, ia tidak tidur juga tidak beraktifitas.
Gadis hanya berguling - guling di kasur dengan pikiran tak karuan.
Jika ditanya apa dia mencintai Bara?.
Jawabannya tentu saja iya.
Sampai sekarang ia masih mencintai pemuda itu.
Namun, Gadis berusaha menutupi perasaannya itu agar perlahan ia bisa melupakan cintanya jika Bara benar - benar memutuskan hubungan mereka.
Tok!
Tok!
Tok!
"Dis, bangun!" teriak Rinda dari luar dengan suara kencang.
Karena ia yakin kalau putrinya sedang tidur.
"Gadis, bangun!" teriaknya lagi dengan suara lebih keras.
Gadis yang awalnya pura- pura tidak mendengar, terpaksa bangkit dan membuka pintu sebelum sang ibu benar - benar menghantam gendang telinga.
"Ck.... ada apa sih Mah!" Gadis sedikit merapikan rambutnya yang berantakan karena tadi berguling - guling gak jelas sehingga membuat rambut dan bajunya menjadi berantakan.
"Ayo kita makan! Kamu pasti belum mandi kan?" Rinda memperhatikan penampilan putrinya yang terlihat kacau.
Tidak biasanya Gadis terlihat seperti itu.
"Buat apa mandi? Orang tidurnya cuma sendiri." balas Gadis dengan bibir mengerucut.
"Mandi itu penting, biar kamu gak dekil" ocehan Rinda yang membuat telinga Gadis memanas.
"Mama menyuruh Gadis keluar mau ngomel atau mau apa?" Gadis mulai kesal.
Pikirannya sedang kacau membuat dirinya cepat emosi walaupun saat ini ia sedang bicara dengan ibunya sendiri.
"Ayo kita makan mumpung masih sore, Karena kalau makan terlalu malam itu tidak baik." Rinda menarik tangan putrinya dengan paksa.
Gadis baru menyadari kalau saat ini matahari sudah tenggelam, langit berubah menjadi hitam.
Padahal, ia merasa tak melakukan apapun, tapi waktu tetap saja bergulir begitu cepat.
Gadis mengikuti langkah ibunya dengan cepat.
Namun, tiba - tiba kedua matanya terbuka ketika melihat seorang pemuda sedang duduk diruang makan dengan santai.
"Lhoh kok dia ada disini?" Gadis menunjuk kearah Bara yang juga telah menatap kearahnya.
"Ya biarin, memang kenapa? Dia itu kan suami kamu" balas Rinda sambil menarik tangan Gadis hingga tiba di meja makan.
"Seharusnya dia pulang di rumah nyokap nya!" Jawab Gadis ketus
Namun, entah kenapa Bara tidak tersinggung dengan ucapan Gadis.
Ia malah menatap Gadis dengan wajah tersenyum tipis.
"Gak boleh gitu, ayo cepetan duduk disamping Bara!" titah Rinda.
"Ogah, aku mau duduk di sini aja" Gadis menarik kursi dan duduk di kursi yang v tepat di depan Bara.
"Lo, ngapain disini? Kan sudah gue suruh pulang" Gadis menatap sewot ke arah Bara.
Pemuda itu masih terdiam, entah kenapa Gadis terlihat aneh. Biasanya Gadis selalu terlihat ceria dan tak bisa diam, tapi kali ini malah berubah menjadi super sewot.
"Memang kenapa kalau aku ada disini? Mama kamu juga gak ngelarang" jawab Bara dengan santai.
"Tunggu apa lo bilang? aku, kamu? Sudah mulai sopan ya?" Gadis memutar kedua bola matanya.
Padahal hatinya terasa menghangat, ketika mendengar hal itu.
"Iya memang kenapa? Kan memang seharusnya begitu"
"Eh sudah - sudah lebih baik sekarang kita makan, Gadis ambilkan nasi dan lauk untuk suamimu!" titah Rinda yang tidak melihat ekspresi putrinya saat ini.
"Biar dia ambil sendiri aja Mah, hak usah dimanja banget, dia bukan anak kecil" balas Gadis.
Bara menatap heran ke arah Gadis.
Istrinya benar - benar terlihat berbeda.
Padahal kesalahannya hanya menganggukkan pertanyaan Dina ketika dirumah sakit, saat ibunya bertanya apa ia tidak mencintai Gadis?
Namun, entah kenapa ketika Bara mengingat itu ingin rasanya menepis pertanyaan sang ibu.
Bara merasa kesepian dan ada yang hilang ketika berjauhan dengan Gadis.
Oleh karena itu ia memutuskan untuk kembali ke rumah mertuanya.
Meski masih belum bisa mengartikan perasaannya sendiri.
Apakah ia mulai mencintai Gadis?
Atau hanya perasaan kehilangan karena beberapa waktu telah bersama.
"Nak Bara, Gadis kayanya lagi ketempelan setan. Biar Mama aja yang ambilkan!" tawar Rinda ramah.
"Tidak usah Mah, biar Bara ambil sendiri aja" tolak pemuda itu dan mengambil makanannya sendiri.
"Kamu mau ini? Biar skalian aku ambilkan" tawar Bara kepada Gadis ketika mengambil semur ati ampela.
"Aku gak suka makan hati. Makan hati itu rasanya sakit, cukup sekali aja. gak mau terulang lagi, lebih baik aku menjauh daripada jatuh terlalu dalam" cerocos Gadis membuat Bara langsung mengerti kemana arah pembicaraan istrinya.
"Aku ngerti" balas Bara singkat.
Pria itu tak jadi mengambil ati ampela ketika mendengar ucapan Gadis barusan.
Sementara Rinda menatap heran ke arah putrinya. Ia semakin yakin ada masalah diantara anak dan menantunya.
Makan malam itu dilaksanakan dengan senyap, hanya terdengar bunyi dentingan sendok dan piring.
Tak ada celotehan dari bibir tipis Gadis yang biasanya banyak tingkah dan banyak bicara itu seketika jadi pendiam.
Bahkan Gadis langsung meninggalkan ruang makan setelah selesai.
"Gadis ajak Bara juga ke kamar, biar dia juga istirahat!" titah Rinda sebelum putrinya benar - benar menjauh.
"Biar dia pulang ke rumahnya aja, Mah" balas Gadis terdengar sadis.
"Astagfirullah, Gadis gak boleh gitu! Mau jadi istri durhaka kamu?! " gertak Rinda yang membuat kedua bahu Gadis terangkat karena kaget karna mendengar ucapan ibunya yang suara kencang.
"Dia juga suami durhaka!" Gadis melirik sinis kearah Bara.
"Gadis, Mama gak pernah ngajarin kamu kurang ajar kaya gitu ya, apalagi sama suamimu sendiri, kalau ada masalah bicarakan secara baik - baik. Kamu lihat nak Bara tetap berada di rumah ini meskipun sikap kamu seperti itu, itu artinya
Nak Bara mau memperbaiki semuanya. Jadi, kalau ada masalah bicarakan berdua. Kalau tidak menemukan solusinya kalian bisa mengajak Mama sebagai penengah, untuk mencari jalan keluar yang terbaik" ucap Rinda panjang lebar.
Gadis kembali menoleh kearah Bara benar apa yang dikatakan ibunya.
Jika pria itu benar - benar ingin pisah darinya, kenapa dia masih berada di sini?
Bahkan Bara masih berada di rumah biarpun Gadis beberapa kali mengusirnya.
"Ya udah ayo ikut" ajak Gadis dengan sewot.
Bara segera bangkit dan mendekat ke arah istrinya.
Gadis masih heran, kenapa tiba - tiba Bara jadi seperti manekin yang mudah diatur.
Sebenarnya apa yang diinginkan pemuda itu?
Gadis masuk dahulu ke dalam kamarnya dan diikuti oleh Bara di belakangnya.
Setelah sampai di dalam kamar, mereka sama - sama terdiam, entah apa yang harus dikatakan.
"Lo mau tidur disini?" akhirnya Gadis melemparkan pertanyaan setelah beberapa saat.
"Iya kalau diijinkan" jawab Bara terlihat pasrah.
"Ya udah, nanti kalau gue usir lo nanti Mama gue ceramah lagi. Karena saat ini lo masih berstatus suami gue. Jadi lo boleh tidur di kamar gue. Tapi bukan diatas ranjang" cerocos Gadis sambil berjalan diatas ranjang.
Namun, tiba - tiba Bara memegang lengan Gadis yang membuat seketika gadis menoleh dan membalikan badan.
"Sampai kapanpun lo akan tetap menjadi istri gue" membuat jantung Gadis seakan berhenti berdetak.
Gadis mematung sejenak, ia masih belum percaya dengan apa yang dikatakan Bara barusan.
"Ma-maksudnya? Gadis bertanya dengan nada terbata.
"Sebenarnya, yang mau cerai itu aku atau kamu?" tanya Bara dengan tatapan serius.
Gadis menelan ludahnya pekat, apalagi tatapan Bara terasa menusuk jantung nya.
"Bukannya lo sendiri yang bilang gak cinta sama gue?" Gadis mengatakan itu dengan nada bergetar, hatinya terasa sakit saat mengingat kejadian tersebut.
"Aku cuma menjawab pertanyaan mama. tapi tidak mengatakan kalau kita akan bercerai. Kenapa kamu malah selalu membicarakan perceraian? Apa sebenarnya memang kamu yang ingin bercerai? Oh jangan - jangan kamu mau bercerai sama aku biar bisa bebas berhubungan sama Denis? tuduh Bara dengan wajah kesal.
Seketika Gadis mengerutkan keningnya mendengarkan pertanyaan Bara.
"Kok malah nyambung ke Denis sih?"
"Iya karena tadi kan kamu boncengan sama dia. Pasti kalian udah PDKT di motor. Makanya sekarang kamu ngebet banget pengen cerai dari aku" cerocos Bara membuat Gadis semakin merasa heran.
Bisa - bisanya Bara berpikiran seperti itu.
Padahal dari awal yang membuatnya berubah ya sikap Bara sendiri.
"Ck.. ngaco! kan dari awal kamu sendiri yang mau berpisah sama aku" bantah Gadis.
"Aku gak bilang gitu ya, bahkan saat di rumah sakit pun aku gak pernah bilang sama sekali kalau kita akan bercerai. Cuma kamu pergi gitu saja tanpa mau mendengarkan penjelasanku'" Bara bicara dengan raut wajah serius.
"Semuanya sudah jelas, kamu bilang di depan mamamu kalau kamu gak mencintai aku. Dan itu sudah jelas kalau kamu mau pisah dariku" tutur Gadis dengan mata memanas.
Sebentar lagi tangisnya akan memecah. Namun, sekuat tenaga dia menahan supaya tidak terlihat lemah dimata Bara.
"Tidak mencintai bukan berarti mau berpisah" balas Bara yang seketika membuat Gadis menatapnya.
Gadis terdiam sejenak, ia berusaha menetralisir rasa karna detak jantungnya mulai tak normal.
"Jangan menyiksa diri lo, Bara. Kalau lo gak cinta sama gue, apa yang mau lo pertahankan? Pernikahan ini sama sekali tidak ada artinya jika tidak didasari karna cinta" akhirnya sebuah buliran bening lolos begitu saja.
Namun, Gadis segera menyeka air matanya dengan cepat.
"Ini hanya masalah waktu. Orang bilang cinta itu akan tumbuh seiring dengan berjalannya waktu dah terus bersama. Kalau diperbolehkan, aku minta banyak waktu agar dapat membuktikan apa teori itu benar"
"Hanya sebagai percobaan? Dan jika tidak berhasil kamu akan membuang ku ke selaiknya bahan yang gagal produksi? " balas Gadis cepat.
Bara terdiam seketika mendengar ucapan Gadis.
"Sudahlah jika kamu beneran gak cinta sama aku, lebih baik kamu pergi saja sebelum aku semakin terjerat rasa yang aku ciptakan sendiri" Gadis kembali menjatuhkan air matanya.
"Aku memang belum cinta, tapi aku nyaman sama kamu" ucap Bara akhirnya mengakui perasaan nya sendiri.
Gadis kembali menatap pria itu dengan raut wajah tak percaya.
"Hanya nyaman? Bahkan, tempat tidur pun bisa memberimu kenyamanan" Gadis menggelengkan kepalanya.
"Gadis, intinya aku gak mau pisah sama kamu. Jika terus beradu argumen seperti ini sampai subuh pun gak akan pernah selesai. Aku tau, kamu itu orang yang suka bicara" Bara mengakhiri perdebatan itu.
"Ya sudah, lebih baik aku tidur" Gadis naik ke atas ranjang dengan wajah kesal.
"Aku numpang tidur disini" celetuk Bara masih berdiri tegak.
"Tidur dibawah aja, ni bantal sama selimut! Gadis menurunkan sebuah bantal dan selimut tebal untuk alat tidur suaminya.
Ini memang terdengar kejam. ia menyuruh suaminya tidur di atas lantai.
Padahal, waktu itu ia sendiri yang minta Bara untuk tidur di kamarnya.
Namun, sekarang Gadis hanya ingin menjaga perasaan nya sebelum menemukan jalan yang terbaik untuk pernikahan mereka.
"Terimakasih" ucap Bara seraya menggelar selimut diatas lantai dan mulai merebahkan tubuhnya.
Gadis menatap sebentar ke arah pemuda itu, Bara sama sekali tak membantah. Bahkan kini, pemuda itu terlihat akan benar - benar tidur disana.
Gadis memejamkan mata dan mencoba untuk tidur.
Namun, perasaannya tak karuan, membuat ia sama sekali tak bisa terlelap.
Suasana menjadi hening ketika Bara sudah mulai tertidur, karna pria itu tak terdengar bicara lagi.
Gadis membalikkan badan kearah Bara. Meskipun ia berada di kasur dan Bara berada di bawah tapi mereka masih bisa saling menatap dengan jelas.
Sebagaimana saat ini jantung Gadis seperti mau loncat dari tempatnya ketika ia membalikkan tubuh dan di sambut oleh tatapan lembut dari kedua mata Bara.
Entah sejak kapan pria itu menatapnya.
"Ka- kamu kenapa belum tidur?" tanya Gadis tergagap.
"Kamu sendiri kenapa belum tidur?" Bara balik bertanya.
"Ini juga mau tidur" Gadis memejamkan kedua matanya tapi lupa membalikkan badan sehingga saat ini ia merasa sedang diperhatikan oleh Bara.
Kedua matanya kembali terbuka, benar saja Bara masih menatapnya dengan sorot mata teduh.
"Ngapain sih liatin terus?" ketus Gadis
"Iidih, PD banget orang aku lagi liatin seprei " elak Bara seketika membuat wajah Gadis memerah.
"Ngapain seprei diliatin? Gak ada kerjaan banget"
"Seprei nya cantik" jawab Bara dengan bibir tersenyum tipis.
"Mana ada seprei cantik, ngaco!"
"Suka - sukalah, kenapa kamu yang sewot? Kalau mau tidur ya tidur aja. Aku gak akan ganggu kok" Bara masih menatap kearahnya.
Bahkan. Gadis sampai memperhatikan sorot matanya Bara yang lebih tepat kearahnya, bukan pada seprei seperti yang pria itu katakan tadi.
"Ya udah kamu merem, ngapain liatin seprei"
"Mata, mata siapa?" jawab Bara tak mau kalah.
"Bara ngeselin lo!" Gadis menutup wajahnya dengan bantal, ia merasa tak tahan ketika ditatap seperti itu.
maaf ya cuma koreksi dikit