“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh Belas
Raka masih memeluk Arini, dari tadi Arini masih menangis. Raka tahu, pasti sakit sekali menjadi Arini saat ini. Sudah diselingkuhi, sekarang KDRT. Ingin sekli Raka mengajak Arini untuk ke rumah sakit, untuk visum, supaya ada bukti kekerasan dari Heru. Sapu untuk memukul Arini pun sudah Raka amankan tadi.
"Rin, besok ke rumah sakit, ya? Kamu harus melakukan Visum, supaya ada bukti kuat kalai Heru melakukan tindak kekerasan pada kamu. Supaya nanti pas kamu dipersidangan dimudahkan jalannya untuk pisah dengan Heru," saran Raka.
Arini membalikkan tubuhnya dengan hati-hati, ia menghadap Raka, dan menatap Raka dengan tatapan serius disertai tatapan yang kurang berkenan dengan saran Raka. Hingga Raka menyimpulkan kalau Arini marah, karena sudah lancang bicara seperti itu.
"Maaf, bukan maksud apa-apa, Rin. Aku hanya menyarankan saja, kalau kamu mau, aku siap antar, kalau tidak ya tidak apa-apa, aku hanya tidak mau orang seperti Heru lepas tangan setelah melakukan tindak kekerasan," ucap Raka.
"Iya, aku mau. Aku tidak ingin hidup begini, Ka. Heru bukan Heru yang dulu lagi, dia sudah seperti monster sekarang. Aku takut, Ka. Bawa aku pergi, ke mana pun kamu mau," ucap Arini dengan menatap sendu Raka.
"Selesaikan dulu ya, Rin. Aku bantu kamu dari jauh. Aku sangat mencintaimu, tapi aku paham keadaan. Aku tidak ingin citra kamu buruk dengan menambahkan masalah pada hidupmu. Masalahmu dengan Heru, tapi kita harus jaga jarak sebisa mungkin, takut ada yang mengira kita ini ada hubungan, ya kita memang begini, tapi lebih baiknya kita hati-hati, ya? Aku janji bakal bantu kamu, meski gak secara langsung. Karena kebahagiaan kamu itu segalanya bagiku."
"Terima kasih, Ka." Arini memeluk Raka dengan perasaan bahagia.
"Tidur, ya? Aku temani kamu, nanti aku pulang kalau mau menjelang subuh."
Mereka tidur saling memeluk. Raka sebetulnya ingin membawa Arini pergi jauh, agar terlepas dari Heru, namun bukan begitu caranya. Itu malah akan memperkeruh masalah Arini dan Heru. Raka selama ini membantu proses cerai Arini secara tak langsung, tanpa sepengetahuan Arini, pengacara Arini saja sebetulnya orang dari Raka.
Dia tetap berada di kantor, pura-pura tidak tahu masalah Heru dan Nuri. Biar saja, nanti juga ada yang membongkarnya, karena Heru sudah menyuruh karyawannya mengintai gerak-gerik Heru dan Nuri di kantor.
^^^
Heru masih terngiang dengan apa yang baru saja ia lakukan pada Arini. Ia tidak sadar, pikirannya dikelabui oleh amarah, karena perbuatan Arini, Nuri sampai harus menginap di rumah sakit, ada sedikit masalah pada kandungannya juga.
Dari tadi dirinya gelisah memikirkan Arini. Tidak mungkin dia pulang ke rumah Arini, dengan keadaan Nuri yang masih begitu. Nuri sedang sehat saja Heru sama sekali gak boleh pulang ke rumah Arini oleh Nuri.
Heru merasa bersalah, sampai dia pun terus gelisah dan mondar-mandir di ruangan Nuri. Hingga Nuri kesal melihat Heru begitu.
"Kamu kenapa sih, Mas? Dari tadi mondar mandir mulu?" tanya Nuri kesal
"Aku kepikiran Arini, Sayang."
"Arini? Bisa-bisa aku sedang sekarat begini kamu malah mikirin perempuan mandul itu?" ucap Nuri kesal.
"Aku tadi mukulin dia, Sayang. Aku mukulin dia sampai dia tak berdaya dan hampir tak sadarkan diri. Aku melakukan itu juga karena kamu, Sayang. Karena aku marah kamu diperlakukan seperti itu oleh Arini. Aku membalasnya begitu, aku pukul pakai gagang sapu di badannya, dan aku injak perutnya," terang Heru.
Nuri tersenyum puas mendengar ucapan Heru, karena Heru sudah membalaskan perbuatan Arini padanya.
"Bagus dong, kamu membalas dia begitu? Tadinya sekalian saja biar sekarat, dan masuk ICU?" ucapnya dengan tertawa puas.
Heru tidak menyangka, bisa-bisanya Nuri berkata seperti itu. Heru masih merasa khawatir pada Arini, akan tetapi Nuri malah begitu tanggapannya.
"Aku ini nyesel banget, Nur! Aku sayang dia, aku cinta dia, a--aku sudah tega membuat dia begitu, dengan aku selingkuh sama kamu saja dia sudah menderita, ditambah aku menyakitinya begitu. Aku nyesel banget," ucap Heru dengan mata berkaca-kaca.
"Oh nyesel, ya? Masih cinta begitu?" ucap Nuri makin kesal.
"Hei dia istri aku, jelas aku mencintainya, sama aku pun mencintaimu, Nur!" ucap Heru.
"Aku yang sedang begini karena perempuan mandul itu, malah kamu khawatir sama dia!"
Heru benar-benar tidak mengerti Nuri bisa berkata seperti itu. Padahal dirinya sudah menuruti semua kemauan Nuri, akan tetapi Nuri sama sekali tak mengerti dirinya.
Heru memilih diam, ia tak mau berkata apa-apa lagi, tapi tetap saja dia khawatir dengan keadaan Arini saat ini.
^^^
Pagi harinya Arini terbangun, dan sudah tidak mendapati Raka di sebelahnya. Hanya secarik kertas yang ia temukan di atas bantal yang semalam digunakan untuk tidur Raka. Pasti Raka yang meninggalkan kertas tersebut di atas bantal. Arini membaca tulisan yang ada di kertas tersebut.
"Selamat Pagi, Sweetheart? Maaf aku tinggal, ya? Nanti jam delapan, ada orang jemput kamu untuk mengantarkan kamu ke rumah sakit. Tenang saja, sudah aku urus semuanya, aku juga sudah memerintahkan Dokter yang akan menangani kamu nanti. Aku gak bisa antar kamu, ada urusan di Sekolahan Juna, dan setelahnya ada meeting di kantor. Kamu hati-hati, ya? Kita tetap berkabar nanti."
Arini tersenyum membaca pesan singkat dari Raka. Raka benar-benar melakukan apa yang semalam katakan. Dia tidak mau berdekatan dengan dirinya dulu sebelum urusan dirinya dengam Heru selesai.
Arini bersiap untuk ke rumah sakit. Meski badannya masih terasa sakit, dan di bagian perutnya juga nyeri karena semalam diinjak oleh Heru, ia tetap harus pergi ke rumah sakit untuk visum, dan memeriksakan keadaanya secara detail. Benar kata Raka, ini bisa untuk bukti di pengadilan nanti, saat persidangan cerai dilakukan.
Arini sudah dijemput oleh orang suruhan Raka, dan dia langsung diantarkan ke rumah sakit yang sudah Raka bicarakan pada orang yang menjemputnya tadi.
^^^
Heru pergi ke kantor, siang ini ada meeting, bersama dengan Raka juga. Heru bertemu dengan Raka, Raka besikap biasa saja dengan Heru. Heru yakin Raka tidak tahu soal kejadian semalam yang mengenai Arini.
"Her ... Tumben sudah ada di ruang meeting lebih dulu?" tanya Raka.
"Iya, masa terlambat?"
"Kamu memang pekera keras, Her. Aku salut denganmu, gak salah aku memilih kamu menjadi kepala bagian di divis kamu. Kerja kamu bagus, Her. Pertahankan itu. Karier kamu bagus untuk bisa jadi seorang direktur," puji Raka.
"Ah Pak Raka biasa saja," ucap Heru dengan bangga.
"Ya memang begitu. Oh iya, bagaimana kabar Arini. Lama sekali aku tidak ketemu dia. Juna lagi senang di rumah eyangnya sih, belum ingin ke rumah Arini."
"Di--dia baik, dia sedang sibuk dengan pekerjaannya sepertinya," jawab Heru asal, dan Raka hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Raka benar tidak tahu apa-apa, kenapa aku tuduh Arini selingkuh dengan Raka?" batin Heru.
"Sekarang, nikmati permainanku, Heru!" ucap Raka dalam hati.