Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !
Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.
------------------------------------------------
Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.
Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.
Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"
------------------------------------------------
Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...
Apakah kau tetap mau menari bersamaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian III - Chateau de Baron
Malam harinya pada tanggal 27 yang kelabu, pukul delapan tepatnya. Nyonya Way bersama putra serta para bawahannya telah tiba di tempat perjamuan, bersama dengan puluhan pawai kereta kuda super mewah para bangsawan lainnya.
Pawai para tamu di pimpin langsung oleh pelayan bangsawan Rose, pengawal tersebut menaiki kuda hitam serta menggunakan kostum sangat aneh, bagian kepala menggunakan topeng babi hutan bertaring, sedangkan pakaiannya dipenuhi dengan bulu dan sisik hewan melata.
Dari gerbang awal, para tamu harus berpawai lagi melewati jalan ke taman seluas 1,25 km² — permeternya diterangi oleh lampu minyak yang tergantung pada tiang-tiang mewah. Taman tersebut merupakan bagian kecil dari hutan seluas sekitar 30 km², ditumbuhi berbagai pohon dan tanaman obat lainnya.
Nyonya Way dan Mercury nampak telah mengenakan kostum aneh mereka, sangat aneh dan serasi, bahkan mereka tidak mengenali pantulan diri mereka lagi di cermin.
Suara kaki kuda dan iringan roda kereta membawa Mercury dan seluruh tamu tiba di depan teras mansion Chateau de Baron, istana yang sangat luas, megah dan mewah tentunya.
Mansion Chateau de Baron adalah salah satu istana megah milik Bangsawan Rose'shild yang sangat kaya serta berpengaruh, dengan menara persegi di setiap sudut, serta cahaya ribuan lilin membuat mansion ini nampak mempesona.
Beberapa orang dari pelayan mansion datang menjemput para tamu, pakaian mereka sama persis seperti pelayan berkuda tadi — wanita dan lelaki sama saja.
Setiap kereta di pandu oleh sepasang pelayan, mengarahkan masuk ke dalam mansion secara bergiliran agar tidak terjadi konflik antara bangsawan yang mungkin memiliki pandangan bisnis ataupun politik yang berseberangan.
Di depan sana, dua bujang berdiri di atas karpet merah menyala, membuka kedua bagian pintu raksasa, meskipun Mercury bisa melewati lubang jarum sekalipun dengan telinganya, tatap saja suara yang dapat tertangkap setelah pintu itu terbuka jauh lebih jelas dan padat lagi dari pada sebelumnya.
Dua pelayan lain di lorong mengeong serta menjilati tangannya layaknya seekor kucing, padahal kostum yang mereka kenakan adalah kepala babi — aneh dan membingungkan.
Sekitar lantai mansion yang luas, terhampar luas pula genangan air berwarna putih — terdapat banyak lilin panjang di sekitarnya sebagai penerangan. Nyonya Way berbisik jikalau itu adalah genangan susu segar yang sengaja di tumpahkan bagaikan kolam.
Ketika sepatu merah para tamu mulai berpijak di antara genangan susu, warna merah bak darah mulai menyebar dari genangan susu di antara sepatu mereka, terkaget para tamu, mengira kakinya terluka.
Ternyata, warna merah itu adalah cairan warna yang telah menempel di telapak sepatu mereka ketika melewati karpet merah di depan pintu masuk tadi.
Wahh ... buat kaget saja ....
Cibir para tamu.
Melewati kolam susu, para tamu undangan di arahkan seorang pelayan berbadan raksasa dengan topeng rusa untuk menaiki tangga berkelok yang luar biasa mewah dan tinggi, sedangkan para pengikut di arahkan untuk menuju ruangan bawah karena hanya kepala keluarga maupun orang penting saja yang akan berpesta di lantai atas — Hutton dan para pelayannya terpisah dari Nyonya.
Di antar sudut ruangan yang diterangi oleh cahaya lilin, beberapa pelayan berkepala babi akan mengais serta mencakari dinding bagaikan kucing yang sedang mencari kutu-kutunya.
Oh ... ternyata tidak, banyak pula yang menggonggong layaknya anjing, berjalan seperti buaya dan tertidur terbalik seperti kelelawar, awalnya semua aneh tetapi Mercury menyukainya, lebih baik mereka bersuara seperti hewan saja, itu jauh lebih baik dari pada suara asli mereka.
Senyum meringis dan rasa ngeri tak-dapat bersembunyi dari antara wajah para tamu, memang sudah sering pesta bertopeng seperti ini, tetapi kali ini pestanya teramat aneh serta mencekam sekali.
Setelah melewati tangga berkelok, Nyonya Way bersama dengan Mercury yang berjalan di belakangnya, serta di ikuti oleh temu-tamu lain di arahkan lagi oleh seorang wanita bertopeng wajah terbalik dan menggenggam lilin di tangannya, menunjuk ke depan agar mengikutinya melewati lorong gelap.
Selangkah demi selangkah wanita itu berjalan, mengarahkan api lilin ke arah sumbu lilin yang tergantung di antara dingding lorong. Ketika cahaya lilin mulai menerangi jalan, terlihatlah lukisan-lukisan aneh dan membingungkan — gajah berkepala lalat, kuda berbadan manusia, manusia dewasa berbadan bayi sedangkan bayi berkepala pria tua, gurita berkepala banteng, bayi dengan kaki dan kepala berbentuk tangan sedangkan tangannya seperti sayap burung, dan masih banyak lagi lukisan dengan kesan muntahan di mana-mana.
Makin jauh mereka melangkah, makin banyak pula lilin yang menyala, begitu kagetnya sampai-sampai para tamu berteriak, di sana ada sekelompok orang berdiri dengan pakaian tinggi dan menutupi kepalanya — nampak tanpa kepala. Mereka berdiri di bawah setiap lilin sehingga ketika lilin di atas mereka di nyalakan mereka akan menari-nari layaknya boneka hidup.
Diantara banyak suara orang yang ketakutan, merinding, terkaget-kaget, maupun malah tertawa bahagia, Mercury sepertinya sama sekali tidak merasa tertarik dengan semua itu, pandangannya hanya tertuju pada ujung lorong, ada apa sebenarnya di sana, kenapa sangat hening dan tanpa suara.
Di depan pintu berdiri dua orang pria dengan topeng empat wajah — kanan,kiri, depan, belakang, mimik yang berbeda satu dari lainnya pula, serta piramida di atasnya terukir pola buku terbuka.
Begitu anehnya penjaga pintu itu, bukannya berbicara sopan tetapi mereka hanya bersiul, berkicau bagaikan burung sembari mempersilahkan para tamu untuk memasuki ruangan secara beraturan, satu tamu masuk dan pintu di tutup kembali.
Begitu pula dengan Nyonya Way yang telah mendapat giliran selanjutnya, berjalan pelan sembari menggandeng tangan dingin Mercury yang sedari tadi tak melepaskan pandangannya ke arah ujung lorong koridor.
Pintu pun terbuka, cahaya terang dari puluhan bahkan ratusan lampu gantung lilin terasa menyilaukan mata, Uhh ... begitu terkagumnya Mercury melihat ruangan aula yang sangat luas dan mewah, di samping pintu ada sebuah papan bertuliskan ukuran aula tersebut — panjang 120 kaki sementara tingginya 60 kaki. Atapnya yang berupa jendela kaca juga gemerlapan oleh pantulan cahaya, bagaikan siang hari saja.
Beberapa langkah memasuki ruangan, Nyonya Way di arahkan kembali oleh pelayan dengan empat wajah yang lain untuk duduk di meja utama, tempat duduk bagi bangsawan kelas atas dan paling terkenal tentunya.
Setiap meja telah di beri nama masing-masing, selain untuk menentukan tingkat kasta bangsawan — Duke/Duchess, Count/Countess, Viscount/Viscontess,Baron, Knight/sir, serta para pedagang kaya lainnya.
Penentuan meja juga bertujuan untuk menyatukan orang-orang dengan pandangan yang relatif sama serta menjauhkan orang-orang dengan pandangan berbeda terhadap suatu hal, agar sekiranya pesta berjalan dengan baik dan menghindari konflik.
Mercury pun duduk di sebelah Nyonya Way, menatap serta memperhatikan sekitar ruangan megah ini, di sana banyak orang-orang dengan penampilan teramat aneh dan membingungkan.
Ada wanita dengan topeng tangan-tangan bayi, ada pria dengan topeng tanduk rusa ataupun kerbau, ada yang berpakaian bagai kereta kuda dan dia kudanya, ada yang menggunakan topeng-topeng hewan tetapi campur aduk antara satu hewan dengan hewan lainnya, ada banyak anak-anak dengan kepala seperti pohon namun berwajah sedih seperti akar yang dicabut paksa dari tanah, dan ada pula yang kepalanya tertutup oleh kandang burung beserta burung-burungnya yang telah di awetkan bertengger di sana. Semuanya aneh, duduk melingkar di antara meja bulat mereka masing-masing.
Mejanya pula sama anehnya, makanan-makanan di sana sangat tidak sesuai dengan cita rasa kebangsawanan. Selain susu, keju, madu, mentega, roti, anggur terbaik, meja-meja itu pula di penuhi makanan-makanan aneh.
Contohnya seperti, ikan tuna ataupun salmon berkepala babi, lilitan usus babi melingkar mengelilingi buah-buahan pencuci mulut, sayur-sayuran tertancap di antara badan babi yang telah di bakar matang serta tumpukan buah apel di dalamnya, daging sapi dan kuda diikat memanjang bagaikan pita di antara leher lembu betina.
Apa-apaan ini ...?
Selain makanan, yang paling membuat aneh adalah hiasan di meja maupun di setiap penjuru ruangan, seperti boneka dan patung bayi-bayi yang anggota badannya terpisah satu sama lain, terkadang berkepala hewan juga banyak, seperti burung, ayam, kalkun, tikus, dan lainnya, patung-patung torso manusia juga semuanya tanpa kepala tetapi di tumbuhi bunga-bunga.
Tang ...
Teng ...
Tang ....
Dentangan lonceng mengheningkan seisi riuh rendah sejenak, para tamu berdiri seluruhnya — menyambut seseorang yang akan datang, nampaknya.
Dari salah satu ruangan gelap mulai terlihat semprotan bayangan dengan bentuk tak beraturan, semakin lama semakin panjang terdorong oleh cahaya di mengikuti di belakangnya, jelas terdengar suara langkah kaki beriringan seirama dengan bunyi-bunyian beberapa giring-giring kecil, nampaknya.
Semakin panjang bayangan itu, semakin dekat bunyinya, semakin terlihat pula wajah para tamu yang diam membisu dalam hawa penasaran mereka, terutama Nyonya Way, tentunya.
Dalam hening, tiba-tiba bak serigala, mengaung seorang pelayan bertopeng burung, menunduk memberi hormat kehadapan orang di balik sang bayangan.
"Selamat datang para hadirin! semoga berbahagialah hati kalian dan saya ...."
Seorang Wanita berpenampilan sangat-sangat aneh lainnya keluar dari balik bayangan itu — dialah asal muasalnya.
Seluruh manusia di sana menunduk membarikan hormat dengan tangan kedepan, bangsawan tentunya.
"Silahkan duduk, saudara sekalian. Mari nikmati perjamuannya ...."
Wanita aneh itu menepukkan tangannya, dengan cepat sekumpulan manusia bertopeng empat datang mengantarkan piring dan menuangkan anggur kepada gelas para tamu, anehnya pring tersebut tidak terbuat dari keramik ataupun kaca, tetapi dari tempurung penyu dan kura-kura.
Namun, hal itu tidak cukup untuk mengalihkan pandangan semua orang terhadap wanita yang baru datang itu, pakaian anehnya sangatlah menarik perhatian, kepalanya berhiaskan mahkota emas beserta tanduk rusa dan awetan ular-ular layaknya rambut, seperti Dewi Yunani Medusa saja.
Gaunnya sangat mewah dan besar, dilengkapi sekumpulan bulu-bulu membentuk sayap tergantung di punggungnya — setiap ujung bulu tergantung giring-giring emas, jahitan sempurna, hiasannya juga luar biasa megah dan anehnya.
Sekujur gaun hitam mengembang terdapat emas dengan pola mata, dimana berlian biru sebagai bola matanya, sama seperti milik nyonya Way tetapi ini melingkar di sekujur rok gaun mengembang, setiap kali berjalan, suara giring-giring yang tergantung di antara rumbai-rumbainya.
Di pinggang berlilitkan emas berbentuk ular, sedangkan bagian perut ke atas penuh dengan bulu-bulu sintetis berwarna putih hitam serta banyak giring-giring menggantung di setiap lilitan ujung-ujungnya.
Di leher sang wanita tergantung kepala burung bangkai emas berparuh amat panjang, dengan satu mata biru cemerlang, menyala memantulkan cahaya di sekitarnya.
Wahh ...
Luar biasa ...
Nyonya Rose'shild, sempurna ....
Berbagai pujian pun tak dapat terelah dari mulut para bangsawan disana, bertepuk tangan penuh kekaguman dan rasa takjub, pria dan wanita tidak bedalah rasanya, semuanya kagum dan cemburu akan pesona sang Nyonya.
"Terimakasih hadirin terhormat sekalian. Saya Helena Baron Rose'shild merasa terhormat bisa menjamu bangsawan sekalian."
Ruangan seketika senyap, begitu pula hati Nyonya Way yang pecemburu, harapan terpilih menjadi The May Queen semakin lusuh, terkikis oleh kemegahan sang tuan rumah Rose'shiled, Nyonya Helena sang sahabat dan musuh.
"Sebagai akhir dari sambutan ini saya ucapkan, SELAMAT BERPESTA ...!"
Sesaat setelah Nyonya Rose memberikan sambutannya, sayap hitam sebadan-badan di punggung Sang Nyonya terkibar memanjang bagaikan elang terbang di penjuru malam, suara giring-giring kecil saling bersautan memecah keheningan, tertarik oleh tali tergantung di langit-langit — dua orang pria telanjang badan menarik beriringan.
'Uhh ... suara berisik itu menyakiti telingaku.'
Mercury terganggu akan kesombongan para tamu.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja