NovelToon NovelToon
Haluan Nadir

Haluan Nadir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Jodoh adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa diubah. Kita tidak tahu, siapa, di mana, dan kapan kita bertemu jodoh. Mungkin, bisa saja berjodoh dengan kematian.

Kisah yang Nadir ditemui. Hafsah Nafisah dinikahi oleh Rashdan, seorang ustaz muda yang kental akan agama Islam. Hafsah dijadikan sebagai istri kedua. Bukan cinta yang mendasari hubungan itu, tetapi sebuah mimpi yang sama-sama hadir di sepertiga malam mereka.

Menjadi istri kedua bertolak belakang dengan prinsipnya, membuat Hafsah terus berpikir untuk lepas dalam ikatan pernikahan itu karena tidak ingin menyakiti hatinya dan hati istri pertama suaminya itu. Ia tidak percaya dengan keadilan dalam berpoligami.

Mampukah Hafsah melepaskan dirinya dari hubungan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berobat, Mbak

🍃🍃🍃

Hafsah tidak jadi meninggalkan rumah yang ditempatinya selama beberapa minggu ini. Gadis itu menaruh kembali pakai yang ada di dalam koper kembali ke lemari, dibantu oleh Rashdan yang mengajaknya. Sesekali Hafsah memperhatikan pria itu yang berdiri di sampingnya, merasa kasihan dengan posisi Rashdan saat ini.

“Ustaz,” panggil Hafsah dengan suara kecil, membuat Rashdan menoleh ke arahnya.

“Iya?”

“Semua serahkan kepadaku. Aku akan membuat Mbak Halma tidak menolak untuk berobat,” ucap Hafsah dengan tekad yang tertanam di jiwanya.

“Maksudnya?” Rashdan sedikit bingung, itu tergambar jelas dari cara matanya menatap Hafsah sampai dahi pria itu mengerut.

Hafsah mulai mengukir senyuman di bibir manisnya. Sebuah ide sudah terbentang luas di benaknya gadis itu yang diyakini akan berhasil.

***

Pintu kamar inap Halma diketuk Hafsah, lalu membukanya. Gadis itu memasuki kamar tersebut tepat ketika Rashdan tengah memberi makan siang pasien di kamar itu sebelum minum obat. Kehadirannya disambut Halma dengan senyuman, wanita itu masih berpura-pura kuat untuk menyembunyikan penyakitnya. Rashdan belum memberitahunya kalau gadis itu sudah mengetahui segalanya.

Hafsah memberikan kode mata kepada Rashdan. Pria itu menganggukkan kepala dan memberikan mangkuk bubur di tangannya kepada gadis itu sambil berdiri dari bangku besuk dan meninggalkan kamar tersebut. Tingkah mereka sempat menoreh rasa bingung di benak Halma.

"Mbak harus banyak makan dan setelah itu minum obat," ucap Hafsah sambil menaruh tas jinjingnya di atas meja, kemudian duduk di bangku yang tadi diduduki Rashdan.

Sendok diaplikasikan gadis itu sebagai perantara pengangkut bubur itu sampai memasuki mulut Halma. Tugas Rashdan sebelumnya dilanjutkan oleh Hafsah sampai memastikan wanita yang duduk bersandar di atas ranjang rumah sakit itu meminum obatnya.

Setelah minum obat, sejenak Hafsah diam, berusaha menarik keberanian sebelum berbicara agar tidak menyinggung perasaan Halma nantinya.

"Mbak ...!"

"Iya?" Halma masih merespons dengan kepura-puraan.

"Jangan menyembunyikannya lagi dariku. Semua susah aku ketahui, aku tahu kalau Mbak mengidap kanker darah stadium akhir," ucap Hafsah dengan wajah prihatin.

Perkataan Hafsah mengorbankan senyuman di bibir Halma. Wanita itu cukup kaget, membuatnya diam tercengang menatap gadis itu sampai akhirnya pandangan dialihkan, bingung menghadapi Hafsah.

Dari pintu, Rashdan memperhatikan mereka dari celah pintu yang diciptakan, sedikit dibuka.

"Jangan menyerah, Mbak. Ketika Mbak mengambil keputusan itu, apa Mbak tidak memikirkan keluarga, Mbak? Terutama Ustaz Rashdan dan Husein. Ustaz Rashdan setiap hari tidak tenang dan menangis memikirkan kondisi Mbak, kasihan dia. Husein juga selalu mempertanyakan keberadaan, Mbak." Hafsah berusaha mempengaruhi Halma agar wanita itu mau berobat.

Halma masih diam dengan mata menatap tangan yang ditempeli selang infus di punggung tangan sisi kanannya, meskipun perkataan Hafsah benar menurutnya.

"Kita coba berobat, Mbak. Tidak ada yang tidak mungkin untuk Allah. Kita hanya bisa berdoa dan berusaha sekarang, bukan memasrahkannya," ucap Hafsah, masih membujuk. "Apa karena kehadiranku?"

Halma mengarahkan pandangan menatap Hafsah.

"Jika itu karena kehadiranku, maka aku siap untuk pergi dari kehidupan Mbak dan Ustaz Rashdan. Sejak awal aku juga sadar kalau aku hanya orang tiga di antara kalian, Mbak. Maafkan aku," ucap Hafsah dengan wajah beriba hati.

"Tidak," timpal Halma.

"Lalu, mengapa Mbak tidak berobat? Mbak bisa menjalankan segala program kesehatan untuk menghilangkan penyakit itu. Rumah sakit di luar negeri juga banyak yang profesional dalam menangani kanker semacam ini."

"Tidak. Aku merasa semua hanya percuma Hafsah."

"Tidak ada yang percuma jika kita yakin sama Allah dan mau berusaha, Kak," balas Hafsah, mulai kesal.

“Jangan membujukku lagi, Hafsah. Sebaiknya kamu kembali dan urus Mas Rashdan, bantu juga aku mengurus Husein.”

“Apa pekerjaanku hanya itu? Mbak menjadikan aku pembantu dan pengasuh sampai aku tidak boleh berbicara, tidak boleh berpendapat?” Hafsah sengaja membuatku Halma merasa bersalah karena ia tahu bagaimana kelembutan hati wanita dari bersikap kepadanya.

Sebelum membalas perkataan Hafsah, bibir Halma bergerak hendak berbicara tetapi masih bingung untuk memberikan penjelasan. Wanita itu berusaha menenangkan perasaannya dan menatap Hafsah dengan sorot mata tenang.

"Bukannya begitu, Hafsah," ucap Halma dengan lembut.

"Jika begitu, Mbak harus berobat. Mbak tahu sendiri kalau Ustaz Rashdan itu mencintai Mbak dan Mbak juga harus memikirkannya."

"Kamu mencintainya?" tanya Halma, malah melayangkan pertanyaan yang membuat Hafsah bukan dengan kerutan di dahinya gadis itu yang tadi berbicara dalam sedikit emosi mulai mengendur.

Badan ikut ditarik Hafsah ke belakang setelah sempat condong ke depan dalam keseriusan saat berbicara. Gadis itu teringat akan tingkah dan sikap Rashdan yang cukup berkesan baik di benaknya, tapi tidak disadarinya itu adalah cinta, melainkan hanya rasa kagum semata.

"Tidak," jawab Hafsah dengan menunjukkan wajah yakin. "Ustaz Rashdan memang baik dan itu yang membuatku kagum padanya, tapi aku tidak mencintainya," terang Hafsah.

Halma menatap wajah Hafsah dengan mata penyelidik, membuat gadis itu merasa aneh dan bingung dengan tatapan tersebut.

"Baik. Kalau begitu aku mau berobat," ucap Halma dengan senyuman tipis mulai muncul di bibirnya.

"Benarkah? Mbak tidak bercanda, kan? Kalau begitu aku akan memberitahu Ustaz Rashdan, dia pasti bahagia."

Hafsah girang mendengar perkataan Halma dan berdiri dari bangku yang didudukinya, hendak keluar dari kamar tersebut. Rashdan bergegas menutup pintu kamar itu dan berdiri di depan kamar tersebut dengan posisi membelakangi pintu.

Usai keluar dari kamar itu untuk menemui Rashdan. Rasa senang yang dirasakan Hafsah membuat gadis itu masih tersenyum lebar saat berdiri di hadapan Rashdan.

"Mbak Halma setuju untuk melakukan pengobatan," ucap Hafsah dengan penuh antusias seperti seorang anak yang mengumumkan kejuaraan kepada orang tuanya.

Rashdan menganggukkan kepala karena sudah mendengar pembicaraan mereka dari hasil menguping tadi. Pria itu tersenyum dan memeluk Hafsah, merasa sangat bersyukur gadis itu bisa membujuk Halma ibu berobat. Tiba-tiba jantung Hafsah berdetak kencang, berdetak lebih cepat dari sebelumnya yang pernah dirasakannya saat berada cukup dekat dengan suaminya itu. Saking cepat, dadanya terasa sesak, sulit untuk bernapas. Teringat olehnya pertanyaan Halma tadi, yang membuat perasaannya tidak enak, ada sesuatu yang tidak nyaman sampai kedua bola matanya berkaca-kaca, hendak menangis.

Bergegas Hafsah melepaskan pelukan Rashdan.

“Aku ke toilet dulu,” ucap Hafsah dengan kepala tertunduk dan berjalan dengan cepat meninggalkan keberadaan Rashdan.

Pria itu memperhatikan tingkah gadis itu dengan raut wajah bingung. Setelah itu, senyuman bahagia kembali terukir dan memasuki kamar Halma dengan kegembiraan. Rasa lega singgah di jiwa pria itu, melepaskan keresahan dan rasa sedihnya beberapa hari terakhir.

Hafsah memasuki salah satu bilik di kamar mandi wanita. Pintu ditutup dengan sedikit bantingan dan ia berusaha bernapas lega bersama air mata menetes di pipinya. Ia tersenyum bahagia bercampur dengan rasa sedih.

“Kenapa dengan hatiku? Kenapa tiba-tiba tidak nyaman?” tanya Hafsah sambil mengelus dada beberapa kali.

Hafsah tampak seperti orang yang terkena gangguan sesak napas.

1
Sofian
lama ya baru up lagi,lagi penasaran jga🫢
Fitri Nur Hidayati
iya pak syahril. kalo mau pisah beneran ka nunggu debay nya lahir dulu.
Fitri Nur Hidayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
semangat ya thoor , cerita keren....💪
Hilda Hayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
hmmmm...ribet bet bet.,.🤦🤦🤦
Hilda Hayati
jangan lama2 min kelanjutannya keburu lupa alurnya
Hilda Hayati
keren ceritanya, islami, biin penasaran.
Hilda Hayati
kapan kelanjutannya min, penasaran gmana jadinya hub mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!