Kitty adalah gadis sederhana yang bekerja di toko keluarganya, menjual angsa bakar. Hidupnya berubah saat Calvin Hernandez, pria kaya dan dingin, mengajukan permintaan mengejutkan, "Jadi pacarku!" Meski hatinya sudah terpaut pada pria lain, Kitty menolak tanpa ragu.
Namun, Calvin tidak menyerah. Dengan segala pesona dan kekayaannya, ia mencoba memasuki dunia Kitty, menunjukkan sisi lembut yang tak terduga. Kitty berada di persimpangan sulit: setia pada cinta lamanya atau membuka hati untuk Calvin yang ternyata memiliki perasaan mendalam padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30
Keesokan harinya, suasana ruang tamu rumah Kitty dipenuhi ketegangan. Semua anggota keluarga berkumpul, dan mata mereka tertuju pada Kitty yang sedang duduk dengan wajah tegas. Ia berusaha menjelaskan situasi yang terjadi pada hari sebelumnya.
"Sudah ku katakan, aku dan Calvin tidak melakukan apa pun pada hari itu. Kami hanya jalan seharian dan membeli boneka. Setelah itu, aku ketiduran dan dia membawaku ke rumahnya. Selain itu, tidak ada yang terjadi di antara kami," kata Kitty dengan tegas.
Robin, yang duduk di seberang Kitty, mengerutkan alisnya. "Dia adalah seorang pria normal, mana mungkin tidak menyentuhmu," ucapnya dengan nada skeptis.
Kitty menghela napas, berusaha tetap tenang. "Dia tidak seperti Papa, yang belum menikah sudah cetak gol. Dia adalah pria terhormat," jawabnya dengan nada ceplas-ceplos, mencoba membela Calvin.
Robin terlihat terkejut dan tersinggung. "Hei, hei, apa maksudmu, ha? Apakah Papa bukan pria terhormat?" tanyanya, suaranya meninggi.
Kitty menatap ayahnya dengan tegas. "Bukan! Pria terhormat itu adalah pria sejati yang tidak suka melirik wanita cantik lainnya selain istrinya sendiri," jawab Kitty tanpa ragu.
Robin merasa marah dan tersinggung. "Berani sekali kau mengejekku, dasar anak durhaka," ucapnya dengan nada keras.
Maggie, ibu Kitty, yang sedari tadi diam mendengarkan, akhirnya angkat bicara. "Sudah, jangan berdebat lagi. Semua ini hanya salah paham. Calvin adalah pria yang bisa dipercaya. Jadi kita tidak perlu ragu lagi!" katanya dengan nada tegas, mencoba mengakhiri perdebatan.Maggie kemudian beralih ke topik yang lebih praktis. "Sekarang yang kalian harus lakukan adalah pergi periksa peternakan kita. Ambil semua telurnya!" perintahnya dengan suara yang tidak bisa ditolak.
Kitty mengerutkan alisnya, bingung dengan perintah ibunya. "Mama, kenapa harus ambil telurnya, bukan biarkan mereka menetas saja?" tanyanya dengan nada heran.
Maggie menghela napas panjang, mencoba menjelaskan dengan sabar. "Kita ambil untuk dijual. Di dalam kandang itu ada ratusan angsa yang masih bisa bertelur. Kalian berdua pergi ambil sekarang. Jangan buang waktu lagi!" kata Maggie, menutup perdebatan dengan nada perintah yang tidak bisa dibantah.
Seunit motor bebek parkir di depan rumah Robin. Pria itu menarik putrinya sambil berlari menuju ke motor tersebut, wajahnya pucat pasi dan penuh kegelisahan."Cepat kita laksanakan perintah ibumu, sebelum kuali dan pisau sayurnya melayang ke arah kita!" Ucap Robin yang terburu-buru dan duduk di jok belakang motor. Napasnya terengah-engah.
"Kenapa Papa duduk di sana, jadi siapa yang membawa motornya?" tanya Kitty dengan nada kebingungan, sambil menatap ayahnya yang tampak panik.
"Bukankah kamu sudah pernah belajar saat dua tahun lalu, kenapa kamu tidak ingin membawanya?" tanya Robin dengan nada mendesak. "Papa juga ingat kau sudah dapat SIM-nya."
"SIM yang aku dapatkan itu, bu---" jawab Kitty yang dipotong oleh ayahnya.
"Sudah, jangan buang waktu lagi, kita pergi sekarang!" jawab Robin, suaranya semakin tinggi dan penuh urgensi.
"Aku tidak bi--" ucap Kitty yang lagi-lagi dipotong Robin. Matanya membesar, menandakan rasa frustasi yang mendalam."Jangan membuang waktu lagi, cepat naik!" perintah Robin tegas.
"Kenapa Papa tidak periksa SIM yang aku dapat?" tanya Kitty dengan nada ragu.
"Untuk apa lagi? Cepat kita pergi sekarang juga!" jawab Robin yang sudah tidak sabar.
Kitty hanya bisa menurut dan naik ke motor. Ia menyalakan mesin motor dengan tangan yang bergetar.Saat ingin menjalankan motornya, ia langsung terguncang ke depan, membuat jantungnya berdebar keras.
"Hei, apa kamu tidak bisa membawa motor, ya? Padahal kamu sudah lulus dan dapat SIM," kata Robin dengan nada terkejut dan marah.
"Aku tidak bisa, Yang aku belajar saat itu adalah---" Kitty berusaha menjelaskan, tetapi lagi-lagi dipotong oleh ayahnya.
"Jalankan! Jangan cari alasan, kenapa bodoh sekali padahal sudah belajar," ujar Robin lagi-lagi memotong ucapan putrinya, suaranya menggema di jalanan.
Kitty menjalankan motor tersebut sambil belok sana sini tidak lurus. Tangannya tegang dan cemas. Sementara Robin berteriak ketakutan sepanjang jalan, memegangi pinggang Kitty dengan erat.
"Hei, jalan ini lurus panjang, kenapa kau belok ke kanan dan kiri," teriak Robin. Matanya melotot melihat jalan di depan mereka.
"Cepat belok ke kanan!" perintah Robin sambil berteriak ketakutan. Tangan dan kakinya mulai berkeringat dingin.
"Kandang Angsa kita di mana, Pa?" teriak Kitty dengan suara gemetar.
"Ke arah kanan, Bodoh. Masa kau bisa tidak tahu posisinya," jawab Robin dengan nada marah.
"Aku lupa sesaat karena ketakutan," jawab Kitty dengan suara pelan, hampir tidak terdengar.
Setelah beberapa menit kemudian, mereka akhirnya hampir tiba di kandang tersebut. Wajah Robin semakin tegang, sementara Kitty terlihat semakin panik.
"Di depan sana kandangnya, cepat hentikan motornya," teriak Robin, matanya melotot melihat pintu kandang angsa yang semakin dekat.
"Remnya di sebelah mana?" teriak Kitty yang semakin cemas karena posisi mereka semakin dekat pintu kandang angsa itu.
"Apa kau tidak salah, Kau sudah dapat SIM-nya tapi tidak tahu remnya di mana," teriak Robin yang ketakutan. Wajahnya berubah pucat.
"Apa susahnya papa beritahu padaku!" teriak Kitty dengan suara penuh frustasi dan ketakutan.
"Dasar bodoh, percuma aku mengeluarkan uang untukmu belajar saat itu. Cepat rem motornya!" teriak Robin dengan marah.
Kitty langsung menambah kecepatan motor tersebut dan menabrak pagar kandang itu sehingga ambruk. Debu dan serpihan kayu beterbangan ke udara.
"Aahh!" teriak Robin dan Kitty yang cemas. Wajah mereka penuh kengerian.
Motor mereka langsung menuju ke kerumunan angsa yang berada di dalam kandang tersebut. Para angsa langsung lari sana sini di dalam kandang tersebut, berteriak ketakutan.
"Apa yang kau lakukan, bodoh...," teriak Robin dengan suara parau, matanya melotot marah.
Kitty langsung membelokkan stang motor sehingga keduanya terhempas ke atas tanah yang terdapat banyak rumput kering di kandang tersebut. Wajah mereka terlihat penuh debu dan sedikit tergores.
"Ahhh...apa kau ingin bunuh diri, ya?" teriak Robin sambil duduk di atas rumput, membersihkan rumput yang menempel di rambutnya. Wajahnya tampak marah dan frustrasi.
"Jangan salahkan aku!" jawab Kitty dengan kesal, tangannya gemetar.
"Kalau tidak menyalahkanmu, tidak mungkin salahkan tetangga. Kau sudah dapat SIM tapi masih tidak bisa membawa motor," bentak Robin, nadanya semakin keras.
"Apakah Papa pernah dengar orang yang belajar mobil bisa membawa motor? Saat itu aku disuruh Papa belajar membawa mobil, bukan motor. Dan SIM yang aku dapat adalah untuk mobil. Kita tidak punya mobil, untuk apa belajar. Setelah aku bisa, Papa malah menyuruhku membawa motor," kata Kitty dengan kesal, suaranya bergetar.
Robin terdiam sejenak, wajahnya berubah sedikit pucat. "Kenapa kamu tidak beritahu dari awal, kalau SIM yang kamu dapat adalah untuk mobil?" tanyanya, matanya melebar.
"Papa yang tidak mendengar penjelasanku. Kenapa suami Mama bisa begitu aneh," gumam Kitty, menahan rasa frustrasi.
"Siapa suami Mamamu?" tanya Robin sambil membuang rumput yang ada di tubuhnya, tanpa menyadari pertanyaannya. Wajahnya tampak bingung.
Sementara Kitty melirik tajam ke arah ayahnya itu," Menurutmu suami mama ada berapa orang? Kalau lebih dari satu apakah bisa aku minta ganti papa saja," ujar Kitty.
"Dasar anak durhaka, cepat atau lambat aku bisa mati karenamu," ucap Robin dengan nada marah, matanya melotot.
"Dari lima tahun lalu, Papa sudah bicara seperti itu, tapi sampai sekarang tak mati-mati," jawab Kitty dengan ceplas-ceplos, matanya menantang.
"Kenapa aku bisa punya anak sepertimu," ujar Robin yang kesal. Ia mengambil telur angsa dan melemparkannya ke arah putrinya, telur itu mengenai kepala Kitty dan pecah, kuning telur menetes di wajahnya.
"Ahhh!" jeritan Kitty yang kesal. Tanpa pikir panjang, ia mengambil telur angsa lainnya dan membalas lemparan tersebut.
Siang itu, Robin dan putrinya saling melempar telur angsa, melupakan perintah Maggie.Telur-telur tersebut pecah dan menempel di kepala, rambut, dan pakaian mereka, menciptakan kekacauan yang berantakan.
ngehaluin mereka berdua bikin guemesss plus ngakak dengan kekonyolannya 😅😅😅
Pacaran ada batasan. Setelah menikah ya menikah bukan pacaran setelah menikah. Pacaran kan bisa putus kapan aja...beda dg menikah.... hmm.ya gitulah