NovelToon NovelToon
Memeluk Luka

Memeluk Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Cinta setelah menikah / Pengganti / Cerai / Keluarga / Angst
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: fromAraa

terkadang tuhan memberikan sebuah rasa sakit kepada para hambaNya sebagai perantara, agar mereka lebih dekat dengan tuhannya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fromAraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

perihal takdir

Serayu tak pernah menyangka bahwa dirinya akan berada sampai di titik ini. Titik dimana ia bisa melihat tumbuh kembang kedua putranya hingga dewasa seperti saat ini.

Selama ini, yang dipikirkan hanyalah bertahan dan selalu bersyukur.

Tak ada kata lain di dalam kamusnya selain dua kata tersebut. Serayu tak pernah takut akan jalan takdirnya ini, justru yang ia takutkan adalah jalan takdir dari anak-anaknya.

Bagaimana jika tuhan tak memberikan jalan yang baik untuk kedua putranya?

Bagaimana jika tuhan tak berpihak pada kedua anak itu?

Bagaimana jika tuhan memilih untuk membawa mereka berdua masuk ke dalam ruang kelabu milik serayu dan juga jovandra?

Ketakutan-ketakutan itulah yang selalu menghantui pikiran serayu hingga saat ini.

Kini, kelapangan jiwa serayu harus bertambah untuk membentengi 3 jiwa di dalam hidupnya. Ia selalu mengusahakan yang terbaik untuk mereka hingga saat ini. Tak perduli dirinya yang sudah berdarah-darah karna perbuatan suaminya sendiri.

...... ...

Jakarta, 6 juni 2020

"Saya udah ngga mau maksa kamu buat bertahan sama saya, serayu...kalau memang saya adalah penyebab rasa sakit kamu selama ini, maka tolong ampuni saya..." 

Ucap jovandra yang kini tengah bersimpuh di depan istrinya. Air mata serayu tak henti-henti nya turun membasahi pipi itu. Rasa sakit yang tak tertahankan, rasa sakit yang begitu mendera hingga rasanya jiwa serayu ingin sekali meleburkan diri dari dunia ini...

Serayu masih terdiam, tangisannya masih terdengar di seluruh penjuru kamar itu. Sang suami tak bergeming dibawah sana. Mereka berdua sama-sama sedang menangisi sebuah rasa sakit yang ada di dalam hatinya.

Jovandra mendekati serayu, mencium kening itu lama sebelum ia benar-benar melepaskan wanita yang selama ini menjadi tiang penyangga bagi hidupnya.

"Sekali lagi mohon ampuni saya, serayu..." 

Jovandra beranjak pergi dari kamar nya, menyisakan serayu yang masih menangis di sana. Tubuh serayu meluruh, terduduk diatas lantai dingin itu. Tangisannya pecah saat jovandra pergi, raungan pilu itu semakin terdengar jelas di telinga jovandra yang masih berdiri di depan pintu kamar itu. 

Laki-laki itu memegangi erat dadanya, sakit sekali...

Tapi ia tak ingin egois, ia tak mau melukai serayu hingga benar-benar lebur. Ia tak ingin berbohong kepada kedua putranya lebih jauh lagi. Jovandra harus menghentikan semuanya, meskipun dengan cara yang salah...

Jovandra menuruni anak tangga dengan sedikit langkah yang cepat. Ia mengambil kunci mobilnya yang terletak di atas nakas ruang tamu rumah itu. Tanpa disadari, anak sulung mereka melihat semua kejadian itu.

Gerriando melihat dan mendengar semuanya...

Anak itu duduk terdiam di sofa ruang keluarga. Mencerna segala hal yang masuk ke dalam telinganya siang ini. Dadanya berdenyut nyeri saat ia mengingat suara-suara itu berputar kembali di kepalanya.

Ia berniat menemui sang ibu di dalam kamar beliau, namun niat itu urung saat geri masih mendengar suara tangisan di dalam sana. Ia memilih untuk kembali turun ke lantai bawah, dan berfikir untuk keluar mencari sang ayah.

Gerriando mengendarai mobil miliknya menuju ke suatu tempat. Saat ia mulai berjalan masuk ke tempat yang dituju, ia melihat sosok yang sangat dikenalinya berada di sana.

Benar dugaannya, kalau ayah pergi ke pusara milik wanita yang bernama nilam agatha, atau sang ibu biasa memanggilnya dengan sebutan bunda ila...

Gerriando melihat sosok ayahnya yang sama pecah tangisannya dengan sang ibu di rumah. Meraung-raung memeluk batu nisan itu, seolah sedang memeluk sebuah raga di sana.

"La...maaf karna saya ngga bisa hidup seperti keinginan kamu, maaf karna saya telah menyakiti hati wanita lain karna rasa cinta ini"

Hati geri terasa di hujam ribuan belati. Ia ingin menangis meraung-raung seperti ayah dan ibunya. Tapi ia seakan tak bisa menyuarakan semua rasa sakit itu.

Geri beranjak pergi saat sudah memastikan keberadaan sang ayah. Ia berniat untuk pulang ke rumah guna melihat keadaan ibunya dan menunggu sang adik pulang.

Ia memikirkan bagaimana caranya menjelaskan semua ini kepada gibran nanti. Meskipun itu bukan keharusannya, tapi ia sebagai seorang kakak tetap punya naluri untuk selalu melindungi adiknya dalam hal apapun.

Saat sampai di rumah, geri sedikit terkejut dengan keberadaan adiknya yang ternyata sudah ada di rumah. Terduduk diam di ruang tamu dengan tatapan kosong.

"D-dek, udah pulang?"

"Kemana ayah, mas?"

"Mamas ngga tau, mamas juga baru aja pulang dari studio"

"Ayah kemana, mamas?" Tanya gibran lagi kepada sang kakak dengan sedikit menekankan kalimatnya

Geri meneguk salivanya sendiri. Dari mana ia harus menjelaskan semua ini?

"Mamas, gibran tanya ke mamas. Kenapa mamas cuma diem?"

"A-ayah ngga di rumah dek, mamas dari tadi ngga liat ayah"

"Terus mamas darimana?"

"Mamas dari luar"

"Ibu kenapa nangis mas?"

"Mamas juga ngga tau, mamas belum nemuin ibu karna pintunya dikunci"

Gibran membuang nafasnya kasar. Ia benar-benar tak tau apa yang terjadi saat ini. Tak ada tanda-tanda sebuah tindak kekerasan dirumahnya, tapi sang ibu mengunci diri di dalam kamar sambil menangis meraung di sana.

"Apa ada yang ngga aku tau disini?" 

Geri tau kalau adiknya sudah benar-benar pasrah sekarang, karna ia sudah menggunakan kata 'aku' saat berbicara. Geri mengikuti arah pandang gibran, menoleh ke belakang yang ternyata sudah ada sosok ayah yang berdiri diambang pintu dengan keadaan yang menurut mereka sulit untuk dijelaskan.

"M-mamas...kakak..." Ucap sang ayah terbata ketika melihat suasana ruang tamu yang sedikit membuatnya ragu untuk mendekati kedua anaknya.

.........

Malam ini, keluarga kecil itu melakukan makan malam bersama seperti biasanya. Hanya saja, mereka terlihat saling berdiam diri di tempat masing-masing. Hanya ibu yang bergerak di sana karna ibu sudah meminta untuk tak dibantu kepada yang lain.

"B-bu..."

"Ngga apa jo, ini adalah tanggung jawab terakhir aku sebelum kita bener-bener pisah" 

Ucapan serayu membuat semuanya menunduk dalam diam, terkecuali gibran. Anak itu mendongak menatap sang ibu. Serayu menghampiri anak bungsunya, mengusap lembut surai itu.

"Kakak makan yang banyak ya, ibu sudah masak buat kalian" ucap serayu dengan mata berkaca-kaca

Sungguh, gibran tidak tau apa yang terjadi saat ini. Kenapa ibunya tiba-tiba saja mengatakan hal seperti itu? Seakan ayah dan ibu akan berpisah untuk selamanya. Tapi jika memang yang ada dipikirannya itu benar, lantas alasan apa yang membuat semua ini terjadi? Apakah ada hal yang memang tak ia ketahui disini? Yang ia lihat, semuanya baik-baik saja sebelum ini.

Malam ini mereka makan dengan hati yang berkecamuk. Bergelut dengan isi kepalanya masing-masing. Ibu yang mencoba tak membiarkan air matanya lolos di depan kedua putranya, ayah yang terlihat diam dan seperti tak punya gairah lagi untuk hidup, mamas yang sama seperti ayah, dan gibran? Ia juga masih bergelut dengan isi kepalanya saat ini.

.........

Disinilah keluarga itu sekarang. Berada di dalam ruang sidang gedung pengadilan jakarta selatan. Ayah dan ibu yang berada di depan bersama jafran yang menjadi saksi untuk jovandra dan reza yang menjadi saksi untuk serayu. Sedangkan mamas dan gibran memilih duduk bersebelahan di bangku belakang.

Semuanya masih terasa seperti mimpi. Baik untuk ayah, ibu, mamas, maupun gibran. Bahkan para saksi yang dibawa oleh ayah dan ibu, mereka juga bertanya-tanya penyebab dari kejadian ini. Tak ada yang tau alasan sebenarnya kecuali ayah dan ibu sendiri.

Mereka berdua telah setuju untuk ibu yang menjadi pihak gugatan dan ayah sebagai pihak yang tergugat. Adapun alasan gugatan itu juga hanya ayah dan ibu yang tau. Mamas dan gibran sebagai anak seperti sedang berada dalam permainan teka-teki silang saat ini.

"Dengan ini, pihak penggugat dan tergugat telah resmi bercerai. Dan hak asuh anak berada di tangan pihak penggugat karna alasan-alasan yang telah disetujui antara kedua belah pihak" 

Suara ketukan palu terdengar saat akhir sidang. Tanpa ada mediasi ataupun hal lain. Ayah dan ibu resmi berpisah hari ini, menyisakan segudang pertanyaan untuk kedua anaknya. Oh tidak, mungkin hanya gibran yang menyimpan segudang pertanyaan itu.

Mamas menarik tangan gibran untuk keluar dari ruang sidang terlebih dahulu. Kakak dan adik itu menunggu di dalam mobil mamas yang memang sengaja ia gunakan saat berangkat dalam persidangan orang tuanya.

Di dalam mobil itu tak ada yang bersuara sama sekali. Baik mamas maupun gibran, mereka sama-sama terdiam dengan tatapan kosong.

Tak lama, mata gibran menangkap sosok ayah dan ibunya yang keluar dari gedung pengadilan. Tak ada yang terjadi di sana, kedua orang itu benar-benar berperan layaknya pasutri yang memang sudah bercerai.

Aya memasuki mobilnya diikuti oleh sekertaris milik ayah, dan ibu memasuki mobil milik saksi yang diduga rekan kerja ibu di rumah sakit.

.........

Pov gibran

Setelah hari itu, keluarga kami benar-benar berpisah. Sesuai dengan hak asuh yang telah dibicarakan oleh hakim dalam persidangan saat itu, ibu membawaku dan juga mamas pergi dari rumah ayah.

Ibu membeli sebuah rumah yang ada di jagakarsa dengan uang pribadi milik beliau. Mamas bilang ingin membantu ibu dalam biaya rumah yang akan kami tinggali bersama, tapi ibu menolak dan memilih untuk membayar lunas rumah itu.

Sebuah rumah 3 lantai dengan sebuah parkiran dan sebuah taman kecil di depan halaman rumah. Meskipun rumah itu tak seluas rumah ayah, tapi menurutku rumah ini terlihat nyaman untuk ditinggali kami bertiga.

Meskipun tak akan sehangat saat masih bersama ayah, mungkin...

Parkiran di rumah ini hanya cukup untuk satu mobil dan dua motor saja. Hanya muat untuk digunakan oleh mobil ibu dan motorku saja, sedangkan mobil mamas ia titipkan di rumah dr.reza, rekan kerja ibu yang rumahnya tak jauh dari rumah baru kami.

Soal dr.reza, seorang laki-laki yang waktu itu jadi saksi ibu di dalam persidangan. Ternyata beliau adalah teman masa kecil ibu hingga kini mereka berdua berprofesi sebagai dokter psikiater. Beliau sudah punya seorang istri dan seorang anak laki-laki yang kelihatannya punya umur sepantaran dengan mamas, namanya mas yoshi.

Ahh tunggu, bukannya mas yoshi itu rekan kerja mamas di studio? Jadi, beliau adalah anak dari dr.reza? Aku bahkan baru menyadari hal itu.

.........

Hari demi hari, bulan demi bulan kami melewati itu seperti biasanya, hanya saja ada sedikit yang kurang disini. Aku dan mamas masih berhubungan dengan ayah secara virtual ataupun bertemu langsung. Ayah juga masih menjalankan tanggung jawabnya kepada aku dan mamas sebagaimana mestinya.

Perihal materi, sebenarnya ibu masih bisa membiayai aku dan mamas disini. Apalagi mamas selalu menolak uang pemberian ibu dengan alasan 'mamas sudah bekerja bu, uang nya buat adek saja', begitu pula saat ayah memberi mamas uang. Ia akan memberi jawaban yang sama kepada ayah.

Setengah tahun setelah kami tinggal bertiga, mamas meminta izin kepada ibu untuk tinggal di sebuah kost.

"Bu, mamas mau izin pindah ke kost karna lebih deket sama studio"

"Serius mas? Emang mamas udah nemu kost nya?"

Mamas mengangguk, "cuma 5 menit dari stiudio bu, dipinggir jalan juga. Tapi parkirannya sempit, misal ibu izinin mamas buat ngekost paling mamas bawa motor adek sementara" ucapnya

Aku menoleh, ke arah mamas dan ibu mataku menyipit yang ku tunjukan kepada mamas, "kalo mamas ngekost, gibran sendirian dirumah? Ibu kan sekarang sering lembur mas" ucapku sedikit mengajukan protes kepada mamas.

Ibu berfikir sejenak, seperti sedang mencari sebuah solusi disini. Mungkin beliau terlalu terburu-buru saat sedang mencari rumah untuk ditinggali saat itu, hingga lupa bahwa mamas sudah bekerja dan harus mencari tempat tinggal yang tak terlalu jauh dari tempat kerjanya.

"Jadi gimana bu? Mamas boleh ngekost, atau ngga?"

"Kalau mamas ngekost, tetep bisa pulang ke rumah kan?" Mamas mengangguk

"Mamas cuma butuh tempat buat tidur dan buat tempat barang-barang mamas aja biar kalau butuh sesuatu mamas ngga usah jauh-jauh ngambil kesini. Lagian juga kerjaan mamas kan deket sama kampus adek, jadi adek bisa mampir kapanpun kalau mau ketemu mamas"

Aku berfikir sejenak. Ia juga, aku baru ingat kalau kampusku memang dekat dengan lokasi kerjaan mamas. Itu berarti, jarak tempuh dari rumah ini sampai ke kampus juga sama jauhnya seperti jarak tempuh dengan pekerjaan mamas?

"Oh iya, gibran baru inget. Berarti kita sama jauhnya dong mas"

"Terus? Kakak juga mau ikut mamas ngekost, gitu? Ibu di rumah sendiri?"

Aku dan mamas saling memandang. Padahal hanya perihal tempat tinggal, tapi kenapa jadi rumit begini? Perasaan dulu waktu ayah dan ibu masih sama-sama ngga kaya gini rumitnya? Ibu masih bisa buat menghandle segala urusan rumah maupun pekerjaannya. Tapi sekarang? Untuk mengatur tempat tinggal anaknya saja beliau terlihat kebingungan.

"Ya Udah gini aja, mamas boleh ngekost tapi kakak tetep di rumah sama ibu. Nanti kalau misal kakak capek atau pulang malem dari kampus, kakak boleh nginep di kost mamas"

Aku dan mamas mengangguk bersamaan. Setelah pembicaraan ini, mamas mulai mengemas barang-barang dan beberapa baju yang mungkin akan di butuhkan di kost nya nanti.

.........

Rumah ibu

Hari ini, gibran tak ada kelas pagi. Meskipun ibu masih belum berangkat ke rumah sakit, tapi tetap saja ia merasa kesepian karna tak ada sosok mamas di sana.

Biasanya, mamas akan mengajaknya untuk bermain PS jika ia sedang di rumah. Tapi saat ini, semenjak mamas pindah ke kost nya, gibran seperti anak tunggal yang hidup di dalam kesepian.

Gibran membuka ponselnya kala ia mendapat sebuah notifikasi dari grup whattsapp nya. Ia membuka sebuah room chat grupnya bersama antek-antek yang lain.

Bertujuh

Raffael: yang matkul sore siapa aja?

You: saya

Raffael: gaya bener buset, udah kaya anaknya om jovan aja

You: emang saya anaknya ya 

Radja: gue juga kelas sore nih

Edrigel: lah samaan

Raffael: yang lain gimana?

Caiden: kata si alien dia matkul sore juga

Raffael: @edrigel adek lo gimana?

Edrigel: kenapa dah nanyain kelas?

Raffael: kalo kelas sore semua, mending kita main aja dulu ke rumah barunya @you

You: main aja, mumpung ada ibu dirumah

Lionnel: gue kelas sore juga woi

Raffael: yaudah gasss, shareloc

Setelah tak ada lagi yang membalas di roomchat grup tersebut, gibran berjalan menuju dapur mencari sang ibu.

"Bu???" Panggilnya

"Ibu di atas kak, lagi jemur baju"

Gibran berlari menaiki tangga menuju lantai atas, dimana ada sang ibu. Nafasnya terlihat tak beraturan saat sampai di atas. Serayu yang melihat itu hanya menggeleng

"Makannya jangan lari-lari, kakak..."

Gibran memberi cengirannya kepada sang ibu, anak itu masih mencoba mengatur nafasnya yang masih belum teratur.

"Kenapa nyariin ibu?" Tanya serayu sambil menggantung beberapa baju yang baru saja ia cuci

"Ngga ada si, gibran cuma mau ngasih info aja kalau temen-temen mau main kesini"

"Memang mereka ngga ada kelas kak?"

"Katanya ada kelas tapi sore, jadi raffa ngajak yang lain buat main kesini"

"Ya Udah ngga masalah, biarin aja mereka kesini biar kamu ngga kesepian lagi. Ayo turun" ajak serayu kepada gibran setelah selesai dengan urusan menjemurnya.

"Emang ibu ngga ke rumah sakit?"

"Hari ini ngga ada jadwal ketemu pasien jadi ibu cuma nitip absen aja ke om reza. Ibu mau nemenin kamu aja di rumah biar ngga kesepian karna ngga ada mamas" ucap wanita itu lembut sembari memberikan segelas air putih kepada sang anak.

Sebuah suara bel terdengar di telinga serayu dan gibran. Serayu berjalan ke arah pintu itu lalu membuka pintunya. Menampilkan dua orang remaja yang terlihat mirip.

Kedua remaja itu membungkuk sopan kepada serayu, "halo tante, apa kabar?"

"Baik nak...masuk aja, gibran ada di dalem"

Keduanya langsung masuk ke dalam setelah dipersilahkan masuk oleh sang tuan rumah. Saat hendak menyusul masuk, serayu menyipit kala matanya menangkap sebuah siluet seorang yang ia kenali di dalam mobil yang ia yakini milik kedua anak yang baru saja ia persilahkan masuk ke dalam rumah.

Tidak mungkin kan? Batinnya. Serayu tak mengindahkan hal itu, ia kembali menutup pintu dan menyusul masuk ke dalam rumahnya.

"Yang lain mana? Kalian cuma berdua?" Tanya serayu kepada kedua teman gibran, rigel dan adiknya lionnel.

"Masih di jalan aunty, yang deket dari sini kan cuma kita berdua" itu suara rigel

"Ya Udah kalian main aja, kalau butuh sesuatu, tante di lantai dua ya? Kakak, ibu ke atas dulu"

Gibran mengangkat sebelah jempolnya kepada serayu saat wanita itu mengajaknya bicara.

To be continued...

1
Yaka
best quote🖐️🔥
Tajima Reiko
Aku jadi terbawa suasana dengan ceritanya, bagus sekali! ❤️
fromAraa: terima kasih/Pray//Pray//Pray/
total 1 replies
Shinn Asuka
Kakak penulis, next project kapan keluar? Aku udah kangen!
fromAraa: nanti yaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!