Aozora Jelitha, dikhianati oleh calon suaminya yang ternyata berselingkuh dengan adiknya sendiri. Padahal hari pernikahan mereka tinggal menunggu hari.
Sudah gagal menikah, ia juga dipaksa oleh ayah dan ibu tirinya, untuk membayar utang-utang papanya dengan menikahi pria yang koma,dan kalaupun bangun dari koma bisa dipastikan akan lumpuh. Kalau dia tidak mau, perusahaan yang merupakan peninggalan almarhum mamanya akan bangkrut. Pria itu adalah Arsenio Reymond Pratama. Ia pewaris perusahaan besar yang mengalami koma dan lumpuh karena sebuah kecelakaan.Karena pria itu koma, paman atau adik dari papanya Arsenio beserta putranya yang ternyata mantan dari Aozora, berusaha untuk mengambil alih perusahaan.Ternyata rencana mereka tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba Aozora mengambil alih kepemimpinan untuk menggantikan Arsenio suaminya yang koma. Selama memimpin perusahaan, Aozora selalu mendapatkan bantuan, yang entah dari mana asalnya.
Siapakah sosok yang membantu Aozora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Sri Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kita tidak bisa bersantai lagi
Langit kini sudah berganti jingga karena hari sudah senja. Dimas baru saja keluar dari kantor, sementara suasana kantor sudah sangat sunyi.
Pria itupun langsung melangkah menuju di mana mobilnya terparkir.
Di saat ia hendak masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia pun melihat di layar kalau Tsania sedang menghubunginya
"Ya, Sayang?" sahut Dimas sembari menutup pintu mobilnya, lalu melajukannya dengan kecepatan sedang.
"Kamu di mana, Sayang?" sahut Tsania.
"Ini di mobil. Aku baru saja keluar dari kantor," Dimas membelokkan kemudi mobilnya dengan satu tangan, sementara tangan yang lainnya memegang handphone di telinganya.
"Bagaimana, Sayang? Photo-photonya sudah kamu dapatkan kan?" dari nada bicara wanita di ujung sana, bisa diketahui kalau wanita itu masih belum merasa tenang.
"Sudah aman, Sayang. Aku sudah memindahkan semuanya ke flashdisk aku, dan yang di laptop itu semuanya sudah aku hapus tak bersisa," Dimas, tersenyum smirk walaupun wanita di ujung sana tidak akan mungkin bisa melihat senyumnya.
"Kamu tidak bohong kan Sayang? Kamu tidak hanya ingin menenangkanku saja, makanya bilang seperti itu?" Tsania memastikan.
"Aku tidak berbohong. Buat apa aku membohongimu hala beginian? Zora memang bodoh, sandi laptop itu sama sekali tidak dia ganti, makanya aku bisa membukanya dengan mudah," tampak senyum puas dari bibir Dimas.
"Ahh, kamu memang yang terbaik, Sayang! Kalau begitu aku sudah bisa tenang sekarang," sorak Tsania dari ujung sana.
"Kalau begitu panggilannya aku tutup dulu ya, Sayang. Kamu hati-hati di jalan. Aku tidak mau kamu sampai kenapa-napa nanti," Tsania kembali menunjukkan perhatiannya, hal yang membuat Dimasa senang.
"Oh, so sweet! Jadi kalau aku kenapa-napa emangnya kenapa?" goda Dimas.
"Aku pasti akan sedih. Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, Sayang!" kata-kata yang sangat membuat Dimas bahagia, tanpa dia tahu kalau itu hanya ucapan dari mulut seorang Tsania saja, bukan dari hati yang tulus.
Dimas tersenyum sangat lebar. Benar-benar merasa tersanjung mendengar ucapan Tsania. Beda dengan Aozora dulu, yang setiap dia tanya, 'kalau seandainya dia mati, bagaimana' wanita itu selalu menjawab. Kalau iya pasti akan sedih, tapi dia tetap akan berusaha untuk realistis dengan tetap melanjutkan hidup dan mencoba untuk tidak selamanya larut dalam kesedihan. Jawaban Aozora, membuat Dimas merasa kalau wanita itu tidak benar-benar mencintainya. Jadi, begitu mendengar ucapan Tsania tadi membuat dirinya jadi merasa benar-benar dicintai.
"Kamu benar-benar membuatku melayang, Sayang.Aku benar-benar tidak sabar untuk bisa memakanmu setiap hari," Dimas mulai memancing pembicaraan ke arah vulgar.
"Ahh, kamu ya! Bisa saja membuatku merinding membayangkan seranganmu. Kalau denganmu, aku siap kamu makan setiap hari, Sayang. Tapi, sabar ya, 5 hari lagi kita akan menikah," ucap Tsania, dengan suara yang dibuat selembut mungkin dan sedikit mende*sah.
"Ahh, suaramu sudah memancing gai*rahku, Sayang. Kamu harus tanggung jawab!" sesuatu milik Dimas di bawah sana sudah mulai menggeliat.
"Ihh, gila kamu, Sayang. Nanti saja kamu pulang ke rumah kita video call seperti biasa. Sekarang, kamu fokus mengemudi saja. Aku tutup teleponnya ya, Sayang!" akhirnya panggilan pun benar-benar diputus oleh Tsania dari ujung sana
.
.
.
Dimas melemparkan begitu saja tas kerjanya ke atas sofa, begitu pria itu di kediamannya.
"Dimas, ada apa? Kenapa terlihat kesal seperti itu?" tegur Damian, papa Dimas dengan kening yang berkerut bingung.
"Bibi Amber dan Zora yang membuatku kesal, Pa," sahut Dimas, seraya menghempaskan tubuhnya ke atas sofa.
"Amber, Zora? Ada apa dengan dua wanita wanita itu?" seorang wanita yang tidak lain, mamanya Dimas, ikut buka suara.
"Apa kamu masih kesal karena Zora tiba-tiba membatalkan pernikahan kalian berdua, Dimas? Apa kamu masih berharap kalau Zora berubah pikiran dan menikah denganmu lagi? Kalau memang karena itu, mama nggak setuju! mama tidak mau lagi punya menantu seperti dia yang dengan enaknya meninggalkanmu," sambung Meta mamanya Dimas, dengan mata yang berapi-api.
Sepertinya wanita paruh baya itu benar-benar terhasut dengan pengakuan Dimas, yang sudah memfitnah Zora di depan mamanya dengan mengatakan kalau Zora yang tiba-tiba membatalkan pernikahan. Wanita yang dulunya sangat menyukai Aozora, kini sangat membencinya. Sebaliknya, wanita paruh baya yang dulunya tidak menyukai Tsania, justru sekarang menyukai wanita itu karena dianggap sudah berjasa mau menggantikan kakaknya, demi menjaga nama baik keluarganya.
"Tidak, Ma! Tidak sama sekali. Aku tidak mungkin mengharapkan Zora lagi. Justru sekarang aku semakin bersyukur kalau dia tidak jadi istriku," ujar Dimas.
"Jadi, kenapa kamu bisa kesal dengan Zora lagi? Dan apa hubungannya Zora dengan bibi kamu, Amber?" Meta mengernyitkan keningnya, semakin bingung.
"Karena ternyata, Zora membatalkan pernikahan, agar bisa menikah dengan Arsen."
"Apa! Zora menikah dengan Arsenio? Bagaimana bisa?" Meta tersentak kaget, demikian juga dengan Damian.
"Aku juga tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Yang jelas Zora sekarang sudah jadi istri Kak Arsen. Bibi Amber sendiri yang menunjukkan surat pernikahan mereka. Tapi, bukan itu yang membuatku kesal, Ma, masalahnya sekarang selama Kak Arsen tidak sadar, Zora yang mengambil alih perusahaan. Sedangkan aku, kembali ke posisi semula, Ma, Pa. Dan ini juga keputusan Bibi Amber. Tapi, aku yakin kalau ini atas permintaan Zora,"terang Dimas yang sengaja melebihkan-lebihkan dan tidak memberitahukan alasan sebenarnya Zora menikah karena demi melunasi hutang papa wanita itu.
"Benar-benar wanita licik dan matre. Mama benar-benar bersyukur kalau dia tidak jadi menantu Mama. Ini Kak Amber juga kenapa bisa sampai mau menjadikan wanita licik itu menantu? Meta terlihat benar-benar sangat marah.
"Mungkin, Kak Amber terpengaruh dengan tutur kata Zora dan muka sok polosnya, Sayang," Damian menimpali.
"Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus memberitahukan Kak Amber, bagaimana sebenarnya, Zora. Jangan sampai harta mereka jatuh ke tangan wanita itu," Meta meraih ponselnya hendak menghubungi Amber.
"Tidak perlu, Ma!" Dimas dengan cepat mencegah namanya itu. Karena dia takut kalau mamanya itu nanti menghubungi bibinya itu, kebohongannya tentang Zora bisa terbongkar, dan berujung pernikahannya dengan Tsania batal.
"Kenapa kamu melarang, Mama? Apa kamu mau wanita itu mengambil semua harta kakak sepupumu itu? Arsen sekarang masih koma, mama takut kalau Zora memanfaatkan kondisi Arsen sekarang untuk bisa memindahkan semua aset-aset atas namanya. Kamu kan sudah bisa lihat sekarang kalau dia itu licik, Dimas!" Alis Meta bertaut, menatap Dimas dengan tatapan menyelidik.
"Karena sia-sia saja, Ma. Aku sudah menjelaskan semuanya ke bibi Amber, tapi bibi sama sekali tidak percaya. Sepertinya Zora benar-benar sudah berhasil mempengaruhi Bibi Amber." Dimas mencoba mencari alasan.
"Benar-benar wanita ular! Mama benar-benar tidak menyangka kalau selama ini dia hanya berpura-pura polos," Meta kembali mengumpat.
Dimas tersenyum tipis, merasa kalau mamanya sudah berhasil dia provokasi dan percaya dengan apa yang dia katakan.
"Bibi Amber tadi, justru malah menuduh papa dan aku yang berniat mengambil perusahaan. Dan bahkan bibi Amber mengancam, sekali saja aku, papa atau mama menjelek-jelekkan Zora, dia tidak akan segan-segan untuk mendepak aku dan papa dari perusahaan, Ma. Kalau sudah seperti itu, bisa-bisa kita akan jadi gembel, kan? Jadi, mending kita diam saja untuk sekarang. Sampai Kak Arsen bangun dari komanya. Mama tahu sendiri kan kalau Kak Arsen sangat mencintai Hanum. Jadi aku yakin, Kak Arsenio pasti akan langsung mengusir Zora, begitu dia sadar. Mama berdoa saja, semoga Kak Arsen cepat bangun dari komanya," Dimas kembali memprovokasi mamanya.
"Baiklah kalau seperti itu!" pungkas Meta akhirnya. "Kamu belum makan kan, Nak! Mama ke dapur dulu, untuk memanaskan makanan. Kasihan Mbok Jum kalau disuruh-suruh lagi!" wanita paruh baya yang memang pada dasarnya baik itu berdiri dari tempat dia duduk dan melangkah ke dapur.
"Dimas, bagaimana ini? Ini benar-benar sudah tidak bisa kita biarkan. Kita harus secepatnya bertindak. Papa akan memikirkan bagaimana caranya papa bisa mendapatkan tanda tangan, atau cap jari Arsenio, di surat pengalihan nama perusahaan atas nama kamu itu," ucap Damian, setelah memastikan kalau Meta istrinya sudah benar-benar pergi.
"Iya, Pa. Kita tidak boleh bersantai lagi. Aku juga takut kalau nantinya, Kak Arsenio tiba-tiba bangun," balas Dimas.
Tbc
dan menjemput kebahagian masing-masing
bukan aku.
semudah itu di gertak
kalau cinta itu udah pasti di Zora.
laki-laki itu bisa menyentuh perempuan tanpa rasa yang penting puas.
yah kamu juga nya jalang Tsania.
jadi gimana enggak tergoda coba namanya laki-laki
memaki dan berteriaklah sepusamu dan gue akan bekerja dengan diam sampai membuat mulut kalian diam