Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 : ROMANTIS ALA ZEFON
Yura mengerjap berulang dengan mulut menganga, kemudian menoleh ke samping kiri kanan, lalu menunjuk hidungnya sendiri. “Aku?”
“Siapa lagi di ruangan ini selain kamu?” decak Zefon menatapnya tajam.
Masih tak percaya, gadis itu justru tertawa terpingkal-pingkal, bahkan hingga perutnya terasa sakit. Jika sebelumnya Yura menilai, pria itu hanya asal bicara saja, lalu apa ini? Ia masih tak habis pikir, semudah itu lelaki itu berucap.
Zefon memicingkan mata tanpa ekspresi. Heran dengan tanggapan gadis di hadapannya. “Apa yang lucu?” sungut pria itu melipat kedua tangan di dada.
Melihat ekspresi Zefon yang begitu serius, Yura merapatkan bibirnya. Beranjak berdiri tepat di hadapan Zefon. “Menikah? Denganku?” tanyanya sekali lagi sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Ya! Anggap saja balas budi! Aku tidak menerima penolakan. Berikan dokumen identitasmu!” tegas lelaki itu tak mau dibantah. Satu tangannya menjulur di hadapan Yura yang masih sedikit terguncang.
“Astaga! Apa enggak ada niatan kasih waktu berpikir dulu? Aku enggak bisa masak, enggak bisa bersih-bersih, nanti Anda menyesal, Tuan,” cecar gadis itu menggaruk kepalanya yang mendadak gatal dan memanas. ‘Setahuku kalau lamaran itu di kasih kejutan, dinner romantis, atau apa kek. Ini, boro-boro. Berasa diajak nikah sama robot!’ gerutunya namun hanya berani dalam hati saja.
“Tidak perlu berpikir! Harus diterima!” ulang Zefon memaksa, jangan lupakan tatapan mematikan hingga membuat Yura tak berkutik.
Mau tidak mau, gadis itu beranjak mengambil kartu identitasnya. Menyerahkan pada Zefon untuk segera didaftarkan pada pencatatan sipil. Sejenak Zefon menatap benda tipis itu lekat-lekat, “Hmm! Satu minggu lagi, bersamaan dengan ulang tahunmu yang ke-19.”
Setelah mengatakannya Zefon segera keluar dari kamar dan menutup pintu dengan kasar. Mengejutkan, tapi itu masih tak seberapa dengan tawaran menikah yang cukup menikam jantungnya.
Tubuhnya luruh ke ranjang empuk itu, menarik napas dalam-dalam untuk meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Sejak tadi ia merasa sesak karena paru-parunya kekurangan stok oksigen di ruangan yang sangat luas itu. Pikirannya melayang teringat dengan sang ayah.
Satu lengannya menutup mata, “Menikahlah denganku! Tidak menerima penolakan! Sini dokumen identitasmu! Hah!” gerutu Yura menirukan ucapan Zefon lalu membuang napasnya kasar. “Apa enggak terlalu buru-buru? Kalau aku dibuang gimana? Ah, tapi mamanya baik, kayaknya enggak mungkin,” ujarnya menerka-nerka. Kepalanya terlalu pusing memikirkannya.
Yura menggigiti kuku-kukunya untuk melampiaskan kegalauan. “Lagi pula dia tampan, kaya, mapan, menyeramkan. Biar mampus sekalian si Sarah ditembak jantungnya! Haha!” Yura tertawa membayangkan sembari membidik sesuatu, seolah tengah membidik jantung Sarah.
Di sisi lain, Zefon segera meminta Calvin datang ke mansion malam itu juga untuk mengurus pernikahannya. Tidak ada resepsi, yang penting ikatan mereka sudah sah. Meski terkejut, Calvin segera melaksanakan tugasnya. Tidak berani mengelak.
Setelahnya, kembali ke ruang kerja berkutat dengan pekerjaannya hingga menjelang pagi. Pria itu jarang tidur lama. Bahkan sering tidak tidur.
Yura mengerjap ketika sayup-sayup suara ketukan menyelusup telinganya. Gadis itu juga tidak bisa tidur semalaman, baru sekitar dua jam memejamkan mata. Selain berdebar akan hari pernikahan, Yura juga kelaparan. Akan tetapi tidak berani keluar kamar. Sangat menyesal menolak tawaran calon mertuanya.
Ctak!
“Aduh!” ringis Yura ketika kepalan tangan Zefon mengetuk kening Yura. Rasa kantuknya memudar seketika. Berganti dengan rasa nyeri.
“Maaf!” ujar Zefon meringis, ketukan terakhir yang ia layangkan memang begitu keras. Tangannya menangkup kedua pipi Yura lalu meniup dan menggesekkan ibu jari di keningnya.
“Ah, manisnya,” gumam Yura mengulas senyum.
Tersadar, Zefon menekan kening Yura yang memerah hingga gadis itu memekik kesakitan. Wajahnya yang sempat panik kini kembali datar.
“Sakit, setan!” umpat Yura mendorong dada Zefon dengan kedua tangannya.
“Ayo lari!” ajak pria itu mengabaikan umpatan Yura.
“Di mana?” tanya Yura mengusap-usap keningnya.
“Keliling mansion?”
“What the ....” Decak kesal terdengar dari lidah Yura, ia masih mengantuk dan di luar juga masih gelap. “Enggak!” tolaknya cepat mengingat mansion tersebut sangat luas. Ia hendak kembali masuk, namun dengan cepat Zefon meraih lengannya dan menarik keluar.
“Aaaah, aku ngantuk. Pengen tidur! Kakiku bisa patah kalau keliling mansion ini, Tuan,” rengek gadis itu mengentakkan kakinya. Bahkan sampai berjongkok karena enggan keluar mansion.
Zefon menundukkan pandangan sembari berkacak pinggang. Dengan cepat Yura merangkak hendak berbalik ke kamar. Namun, Zefon cepat tanggap, meraih kaki Yura dan menariknya. Lalu mengangkat tubuh gadis itu, memanggulnya seperti karung beras.
“Tuan! Lepasin!” jerit Yura memukuli punggung kokoh Zefon yang berbalut hoodie tebalnya. Pukulan yang tidak berasa apa pun.
“Diamlah! Anggap saja ini pelajaran pertama! Bukankah sebelumnya sudah kita bicarakan?” Zefon melenggang santai seperti tanpa beban keluar dari pintu utama. Udara dingin langsung menyambut mereka berdua.
“Sayang, ternyata begitu romantis versi anak kita?” gumam Cheryl yang mengamati anaknya dari lantai atas. Dia bersama suami, terperanjat saat mendengar jeritan Yura. Tak disangka, melihat pemandangan langka menurutnya. Jourrel hanya tersenyum tipis menanggapinya.
Bersambung~
Romantis kan? 🤣🤣🤣😆😆 jangan protes, dia masih belajar.wkwkwk