Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 30
Di antara tatapan takjub itu, ada tatapan terkejut yang terlihat sangat-sangat nyata. Siapa lagi dia kalau bukan Angga. Bahkan, sangking tidak percayanya Angga dengan kemunculan Zura, dia sampai bangun dari duduknya.
Sebaliknya, Zura malah memperlihatkan senyum terindah yang ia punya. Tatapan takjub dari orang-orang terus saja terlihat. Sungguh, dia adalah keindahan yang semua orang puji saat ini.
Hani lagi-lagi memanggil nama anak angkatnya dengan nama samaran sekarang. "Yura D'adzura." Dengan bangganya Hani sebutkan nama tersebut. Lalu, uluran tangan Zura terima dari si mama angkat. Tak lupa, senyum manis terus saja terkembang.
"Terima kasih banyak, mama."
"Sayangku."
"Semuanya, dialah desainer Yura. Atau dengan nama merek yang terkenal di luar negeri dengan nama D'adzura."
"Ya, Tuhan. Dia sangat muda ternyata." Satu tamu terdengar memuji dengan penuh rasa kagum.
"Iya. Dia terlalu muda dan sangat cantik. Dulu, aku pikir, desainer Yura itu wanita tua atau paling tidak sudah berumur sangat dewasalah. Eh, tenyata. Dia masih sangat muda dan terlalu cantik pula."
"Benar. Jika saja aku punya kesempatan untuk menjodohkan dengan cucu ku. Ah! Tapi dia terlalu tinggi untuk digapai."
"Iya. Apa yang anda katakan itu sangat benar adanya. Jangankan kita yang pengusaha rendah. Pengusaha tinggi saja sulit untuk mendapatkannya. Karena statusnya itu terlalu tinggi 'kan?"
Begitulah omongan demi omongan yang Hani biarkan terdengar. Setelah puas mendengar, Hani akhirnya angkat bicara lagi.
"Semuanya. Bisa minta perhatiannya lagi?"
Hening kembali suasana di tempat tersebut. Mereka kembali fokus pada si pemilik acara yang saat ini sedang berbicara di depan mereka sekarang.
"Anakku ini memang anak yang sangat beruntung. Setelah dicampakkan oleh seseorang, dia bisa bangkit dan jadi luar biasa seperti saat ini. Jujur, aku ingin berterima kasih pada orang itu. Karena berkat dia, aku dan anakku bertemu. Lalu, anakku jadi wanita luar biasa seperti saat ini. Semua berkat orang itu," kata Hani Adinda dengan sengaja.
Ya. Hani sengaja bicara begitu supaya Angga merasa hati akan apa yang ia katakan. Dan benar saja, Angga yang terkejut itu nampak sangat-sangat tak nyaman. Wajah Angga terlihat semakin memerah sekarang.
Sebaliknya, Zura malah hanya tersenyum tipis. Dia melirik sang mama angkat sambil terus tersenyum. Kata-kata Hani sebelumnya sudah mendapat izin dari Zura. Karena bagaimanapun, Hani juga tidak akan membuka latar belakang Zura tanpa persetujuan Zura sendiri.
Setelah Hani merasa puas bicara, dia pun menyerahkan mic ke tangan anak angkatnya. Zura menerima, dia pun melanjutkan sapaan juga menyampaikan beberapa patah kata.
Suasana kembali riuh saat Azzura sudah selesai bicara. Tepuk tangan bergemuruh mengiringi langkah Zura yang turun dari atas panggung.
"Tuan muda."
"Aku harus bicara dengannya, Adya. Harus!"
"Tuan muda, tunggu! Tenang dulu, tuan muda. Jangan gegabah. Lihatlah! Di sekitar nona Zura, terlalu banyak pengawal yang menjaganya. Jangankan untuk bicara nanti, berdekatan saja tuan muda tidak akan bisa."
"Tapi aku harus bicara, Adya. Aku ingin bicara dengannya. Setidaknya, aku ingin minta maaf pada Zura atas apa yang telah aku lakukan padanya waktu itu."
"Tuan muda."
"Adya. Jangan halangi aku."
Pada akhirnya, Adya tetap tidak bisa menghalangi Angga yang ingin menemui Zura. Hatinya terlalu banyak rasa yang muncul sekarang. Jujur, kenyataan identitas baru Zura memang membuat Angga sangat terkejut. Tapi hati Angga tetap tidak bisa membiarkan Zura lepas dari pandangan matanya. Dia sudah berusaha keras untuk menemukan Zura setelah hari Zura menghilang di bandara. Sekarang, setelah ia temui, maka tidak akan pernah ia lepaskan lagi.
"Azzura! Tunggu!"
Langkah Zura mendadak terhenti ketika ia hampir saja mencapai pintu masuk dari ruangan utama. Angga menatap wajah mantan istrinya dengan tatapan lekat. Rasanya, ingin sekali ia meraih tubuh itu untuk ia peluk.
Saat Angga maju beberapa langkah, para pengawal itu malah sigap menghalangi langkah Angga. Tapi Zura memberikan kode pada para pengawal untuk menepi. Sepertinya, ia sengaja memberikan ruang untuk Angga bicara meski hatinya sangat kesal. Itu karena Zura sengaja ingin melihat seperti apa ekspresi Angga sekarang.
"Zura."
"Ada apa, tuan muda Hadian? Apa lagi yang ingin anda bicarakan dengan saya? Apa soal ingin memberikan saya uang lagi, hm? Jika iya, maaf. Saya tidak butuh uang anda. Terima kasih banyak atas kebaikannya itu, tuan muda."
"Aku datang ... untuk minta maaf, Zura. Aku -- "
Buk! Sebuah pukulan melayang dari arah samping. Pukulan itu mendarat mulus menyentuh pipi Angga. Karena pukulan tersebut, kata mata putih yang Angga kenakan jatuh dari tempatnya.
Sontak, semua yang ada di sana langsung di buat terkejut karena pukulan yang datang tiba-tiba itu. Adya pun langsung sigap menahan tubuh tuan mudanya yang terhuyung kebelakang akibat pukulan tersebut.
"Lancang! Berani sekali kamu menampakkan wajahmu di depan keponakanku."
Lantang suara paman Zura memenuhi depan ruangan utama yang saat ini hanya ada orang-orang terdekat saja di sana. Wajah si paman terlihat sekali sangat marah. Dadanya juga terlihat tidak beraturan. Sungguh, paman Zura memang sangat-sangat emosi saat ini.
"Paman." Zura memanggil pamannya dengan lembut.
"Zura. Sudah paman peringatkan jangan pernah bertatap muka dengan manusia bajingan ini. Apalagi bicara dengannya. Jangan lupa apa yang telah dia lakukan padamu waktu itu."
"Aku tidak lupa, paman. Paman tenang saja. Jangan terpancing emosi seperti ini. Itu tidak baik buat kesehatan paman."
"Aku tidak bisa diam, Zura. Jika dia muncul lagi di dalam hidupmu, pamanmu ini tidak akan pernah bisa bernapas dengan nyaman."
"Paman. Aku tahu aku salah. Aku-- "
"Ciuh! Jangan panggil aku paman dengan bibir busuk mu itu."
"Dengar baik-baik, tuan muda Hardian! Jauhi keponakanku sejauh mungkin. Jangan pernah muncul lagi di depan keponakanku. Belajarlah tahu diri jika kamu masih manusia." Paman Zura menuding Angga dengan jari telunjuknya.
Setelahnya, si paman langsung meraih tangan Zura untuk ia bawa pergi.
"Ayo pergi, Zu! Jangan lama-lama di sini."
"Kalian! Usir manusia bajingan itu dari tempat ini. Jangan pernah izinkan mereka bertemu dengan keponakanku lagi." Perintah paman Zura pada para pengawal.
Para pengawal itu menganggukkan kepala mereka tanda mengerti dengan apa yang paman Zura perintahkan. Kemudian, mereka pun langsung bergerak setelah mendapatkan perintah.
"Tuan muda. Kita harus pergi dulu sekarang. Tidak bisa bertahan di sini meskipun aku bisa mengalahkan mereka, tapi itu tidak akan baik."
"Aku tahu."
"Kalian. Tidak perlu mengusir kami. Aku bisa pergi sendiri. Tapi sebelum itu, tolong titipkan cincin ini buat nona kalian." Angga menyerahkan cincin berlian yang ia keluarkan dari saku celananya.
"Tolong, berikan cincin ini pada nona kalian. Katakan, ini adalah amanah dari kakek Hardian untuk dia. Kalau bisa, usahakan jangan sampai ketahuan pamannya."
tp bila baca kisah angga kesian juga dye...