"Gue menang taruhan! Gue berhasil dapatkan Wulan!"
Wulan tak mengira dia hanyalah korban taruhan cinta dari Alvero.
Hidupnya yang serba kekurangan, membuat dia bertekad menjadi atletik renang. Tapi semua tak semudah itu saat dia tidak terpilih menjadi kandidat di sebuah event besar Internasional.
Hingga akhirnya seluruh hidupnya terbalik saat sebuah kenyataan besar terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
"Jadi lo gabung sama geng Rio karena ingin menjebak mereka?" tanya Alvero. Dia kini bicara berdua di tempat parkir dengan Dipta.
"Iya. Gue gak bisa cerita masalah ini sama lo karena ini misi rahasia. Sebenarnya gue juga gak mau, tapi Papa terus minta tolong karena Papa kesulitan menangkap pengedar narkoba di geng motor itu," jawab Dipta. Dia kini duduk di atas motornya.
"Jangan-jangan lo dulu juga mata-mata di geng gue?"
Dipta tersenyum kecil. "Iya, tapi geng lo bersih. Gue juga mendapatkan sahabat di geng lo, yah, meskipun semua sudah berlalu."
Alvero merangkul Dipta dan menepuk lengannya. "Lo hebat! Masih muda sudah kerja sampingan menjadi intel."
Dipta tertawa mendengar hal itu. "Kalau bukan karena bokap, gue juga gak akan mau. Entahlah, kenapa bokap gue tega lepas gue dalam bahaya begitu. Kalau gue sendiri yang terluka gak papa, tapi kalau sampai ada korban orang lain kayak gini. Gue masih gak bisa bayangin kalau Wulan yang kena pukul. Gue bisa depresot."
Seketika Alvero melepas rangkulannya dan mendorong Dipta sampai terjatuh dari motor.
"Lo apaan sih!" Untungnya Dipta bisa menahan tubuhnya.
"Wulan itu cewek gue!"
"Lo udah putus sama dia. Makanya kalau main taruhan itu pakai otak!"
"Tapi gue yakin dia masih cinta sama gue!"
"Anjir! Terlalu percaya diri lo! Kita tetap menjadi lawan! Sorry, kali ini gue gak akan ngalah!" Dipta memakai helmnya dan menaiki motornya.
"Emang lo pikir, gue akan nyerah. Gue juga akan terus kejar Wulan."
Dipta tersenyum miring. "Wulan udah gak bakal lagi percaya sama lo! Dia bilang sendiri sama gue kalau dia udah terlanjur kecewa sama lo." Kemudian Dipta melajukan motornya dengan kencang meninggalkan Alvero.
"Sial!"
...***...
"Coba gerakkan secara perlahan lengan kirinya."
Antares menggerakkan tangannya secara perlahan. Terasa sangat sakit di bagian pundaknya. Dia tidak sanggup menggerakkan tangannya.
"Ada sedikit keretakan di tulang bahu," kata Dokter yang menangani Antares.
"Retak? Apa harus operasi?" tanya Sky. Dia sangat khawatir jika Antares akan bernasib sama dengan dirinya di masa lalu, karena tulang selangkanya yang patah lalu melakukan operasi, dia harus pensiun dini dari atlet renang.
"Tidak, tapi benar-benar harus ditopang selama beberapa minggu. Nanti kita jadwalkan terapi dan kita lihat perkembangannya."
"Putra saya atlet renang, apa akan berpengaruh nantinya?" tanya Sky lagi.
"Semoga saja tidak asal selama proses penyembuhan tidak digerakkan terlalu berlebih."
"Iya, Dok. Terima kasih."
Antares hanya terdiam. Itu berarti selama beberapa minggu ini, dia tidak akan bisa berlatih renang.
Setelah seluruh pemeriksaan selesai dan juga resep obat untuk Antares sudah ditebus, mereka kini pulang ke rumah dan duduk dalam satu mobil.
"Ares, apa pelakunya sudah ditangkap?" tanya Sky sambil mengemudikan mobilnya.
"Sudah. Kebetulan mereka memang buron terlibat kasus narkoba," jawab Antares.
"Bukan musuh antar geng kan?" tanya Sky lagi.
"Bukan, Pa," jawab Wulan. "Mereka anak geng lain dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Kak Ares. Ini salah aku karena aku sempat terlibat dengan Dipta, mereka mengira aku ceweknya Dipta. Untunglah Kak Ares menolongku. Lain kali aku akan lebih hati-hati," jelas Wulan. Sesekali dia menatap Alvero yang hanya terdiam. Apa Alvero kembali marah padanya karena Alvero tidak bisa berenang untuk waktu yang cukup lama.
"Ya sudah, lain kali hati-hati," kata Shena yang duduk di samping suaminya. "Ares, mama tahu, kamu pasti akan melakukan apapun untuk adik kembar kamu. Jangan pernah menyesal karena sudah menolong Wulan ya."
Antares menggelengkan kepalanya. "Aku tidak menyesal, Ma. Wulan adikku, jelas aku akan melindunginya tanpa Mama suruh."
Shena tersenyum sambil menatap Antares dan Wulan secara bergantian. Dia merasa lega, karena akhirnya Antares bisa menerima kehadiran Wulan.
Setelah mobil itu berhenti, Wulan turun terlebih dahulu dan membantu Antares membuka pintu mobil itu. Dia menuntun Antares masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga menuju kamar mereka.
"Kak Ares, sekali lagi aku minta maaf," kata Wulan setelah mereka sampai di depan pintu kamar mereka.
"Gak apa-apa. Kamu gak perlu merasa bersalah. Nanti pasti juga akan sembuh. Kamu istirahat saja sekarang."
Wulan menganggukkan kepalanya kemudian dia masuk ke dalam kamarnya.
Antares juga masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamar itu. Dia duduk di tepi ranjang dan mengingat pukulan keras di bahunya. Dia mengepalkan tangan kanannya karena dia menyesal menolak pulang bersama Wulan. Andai saja dia langsung pulang, semua ini tidak akan terjadi.
"Atlet renang harus benar-benar menjaga kekuatan bahunya, bagaimana kalau cidera ini akan berefek fatal di kemudian hari, tapi semoga saja tidak."
Beberapa saat kemudian ponselnya berbunyi dan membuyarkan lamunannya. Dia mengambil ponselnya dan tersenyum melihat panggilan masuk dari Adara. Dia segera mengangkat panggilan video dari Adara itu.
"Kak Ares, gimana hasil pemeriksaannya?"
Antares menunjukkan tangan kirinya yang digendong. "Gak boleh gerak selama beberapa minggu. Mungkin sampai sebulan tapi semoga bisa cepat. Nanti akan ada terapi rutin juga."
"Pasti sakit. Semoga lekas sembuh."
Antares tersenyum menatap kedua mata Adara yang berkaca-kaca. "Iya. Pasti nanti akan sembuh dengan cepat. Kamu jangan terlalu khawatir. Maaf ya, aku tidak bisa antar jemput kamu."
"Tidak apa-apa, Kak. Aku bisa ke sekolah sendiri. Kak Ares fokus saja pada kesembuhan Kak Ares."
Kemudian tidak ada pembicaraan di antara mereka untuk beberapa saat. Mereka hanya saling menatap lewat layar ponsel itu.
"Ara, apa kamu sayang sama aku?" tanya Antares.
"Jelas sayang, Kak. Kenapa tanya seperti itu?"
"Sekarang kita bukan saudara lagi jadi kamu sayang sebagai apa?"
Adara tersenyum mendengar pertanyaan Antares. "Ya tetap kakak adik. Memang aku gak boleh anggap Kak Ares kakak aku karena udah baikan sama Wulan?"
"Bukan seperti itu. Maksudku ...." Antares terdiam. Dia tidak mungkin mengatakan perasaannya sekarang karena dia juga tidak ingin Adara menjauh darinya karena terhalang perasaannya sendiri. "Bukan apa-apa kok. Aku tidur dulu ya."
"Iya, Kak. Met tidur ya, mimpi indah."
"Iya, kamu juga."
Kemudian panggilan itu terputus. Antares meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu dia merebahkan dirinya secara perlahan di atas ranjang.
"Ara, suatu saat nanti aku pasti akan mengejarmu ...."
Ares pasti bisa meraih hatinya Ara