Elang Dan Eliza

Kini Eliza dan Elang tengah berada di depan toserba sembari duduk. Elang terlihat tengah mengobati lukanya yang ada di siku tangannya menggunakan plester. Sementara Eliza duduk di sampingnya dengan wajah kesalnya tidak menoleh sedikitpun pada Elang.

Ia bahkan tidak merasa bersalah dengan luka itu karena ia sudah terlanjur kesal pada Elang.

"Lo kenapa sih? Masih marah sama gue soal kemaren?'' tanya Elang

"Enggak. ngapain juga marah. Bukan salah elo kok." jawab Eliza.

"Ya terus ngapain Lo ngehindarin gue teros ?" tanya Elang.

"Biasa aja." jawab Eliza cuek.

"Please deh El....oke kita selesaiin masalahnya di sini. dari mulai hal kecil yang selalu bikin Lo marah, gue minta maaf." kata Elang membuat Eliza menoleh.

"Kenapa Lo? tiba-tiba banget minta maaf?" kata Eliza merasa heran.

''Gue serius. Gue capek tiap ketemu Lo selalu bertengkar. Jadi mulai sekarang kita selesaikan hal itu di sini." kata Elang

''Salah Lo ke gue tuh banyakkk. nggak segampang itu buat gue maafin.'' ujar Eliza dengan beranjak dari duduknya ketika sebuah motor datang.

Elang menatap sepeda motor itu dengan seksama karena ia tahu betul itu milik siapa. Dan benar saja ternyata itu adalah Ghava. entah kenapa sekarang setiap kali melihat Ghava berada di dekat Eliza, ia menjadi kesal sendiri. apalagi ketika tahu Ghava datang hanya untuk menjemput Eliza. Tentu saja itu membuat Elang benar-benar kesal bukan main.

Di rumah Elang, Nindy terlihat heran melihat tingkah anaknya itu yang mondar mandir sambil melihat ke arah hp nya. Ia menghampirinya tapi seperti biasanya, Elang akan mengatakan kalimat legendanya pada kedua orang tuanya jika sedang kesal.

"Udahlah mama ke kamar aja dari pada bikin Elang tambah pusing." kata Elang membuat Nindy hanya mengedipkan matanya saja dengan bingung sebelum akhirnya ia menghela nafasnya saja melihat tingkah anaknya itu

''Lang tunggu bentar, mama mau bicara dulu." teriak Nindy.

Wanita itu berlari menyusul Elang ke kamarnya. Elang dengan kesalnya hanya menatapnya saja tanpa mengatakan apapun. Tiba-tiba saja, Nindy memperlihatkan sebuah foto pada Elang tapi tidak di gubris oleh pria itu sama sekali.

"Apaan sih ma. Elang nggak tertarik sama sekali. udahlah mama mendingan keluar aja." kata Elang.

"Besok malam kamu ikut biar ketemu. Rencananya papa sama mama mau jodohin kamu sama dia." kata Nindy membuat Elang terkejut.

"Mama nggak usah aneh-aneh deh. Jaman sekarang masih aja di jodoh-jodohin. Elang punya pilihan sendiri."

"Mana? Buktinya kamu sendiri terus toh sampe sekarang. Itu artinya kamu nggak bisa nyarinya."

"Siapa bilang. Elang punya kok. Tapi untuk saat ini nggak bakal Elang kenalin ke mama."

''Okee kalau gitu huh." kata Nindy dengan berlalu pergi sambil mengibaskan rambutnya.

Sudah berapa kali ibunya mengatakan hal seperti itu. Mungkin itu sudah kali ke 3 ibunya ingin menjodohkannya tapi ia selalu menolak dengan alasan yang sama.

Di sisi lain, Eliza yang baru saja sampai rumahnya, ia cukup terkejut ketika baru saja membuka hp dan ada banyak panggilan tak terjawab dari Emma. apalagi itu sudah 10 menit yang lalu. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari menuju ke rumah Emma yang tak jauh dari rumahnya. Ia khawatir jika terjadi sesuatu dengan gadis itu.

Eliza juga beberapa kali menghubungi Emma tapi tidak ada jawaban sama sekali. hingga pada akhirnya ia pun sampai di rumah Emma dan langsung masuk begitu saja. Di carinya Emma dan ternyata gadis itu tergeletak di samping ranjangnya yang membuat Eliza terkejut bukan main.

Ia berusaha membangunkan Emma tapi gadis itu tidak sadarkan diri. panik? Tentu saja. Ia sungguh mengumpati hp nya yang tiba-tiba mati karena kehabisan baterai. ia menelpon ambulan dan membawa Emma ke rumah sakit

Emma mendapatkan penanganan langsung dari dokter yang sudah merawatnya selama ini. ia menunggu dokter selesai memeriksa Emma dengan cemasnya. Jika terjadi sesuatu, ia tidak bisa berkata-kata dan tentunya ia akan menyalahkan diri sendiri.

"Gimana dok kondisinya?" tanya Eliza ketika dokter keluar

"Dia terlalu kecapean dan mengalami sedikit stres. Mungkin ada hal yang menganggu pikirannya dan alangkah baiknya jika kamu bisa menjadi tempat ceritanya karena itu juga akan berpengaruh baik bagi kesehatannya. dan yang perlu kamu ketahui lagi, rambut dari pasien mengalami kerontokan yang cukup banyak, saya sarankan saja untuk memotongnya agar tidak menganggu pasien. Untuk kesehariannya bisa menggunakan rambut palsu dulu mungkin ." kata dokter yang membuat Eliza terkejut.

Eliza hanya mengangguk paham saja mendengar. Kemudian ia pun masuk dan duduk di samping Emma yang masih memejamkan matanya. Ia melihat kepala gadis itu yang ternyata seperti perkataan dokter. Ia hanya bisa mengusap air matanya saja melihat hal itu.

"Aneh ya kepala gue botak sekarang." ucap Emma yang membuat Eliza terkejut dan mengusap air matanya.

''Kenapa Lo nggak pernah cerita soal ini sih Ma. Lo sebenarnya nganggep gue sahabat nggak sih. gue nggak suka kalau Lo kaya gini." kata Eliza.

"Gue nggak mau buat Lo kepikiran El." ujar Emma.

"Justru gue kepikiran kalau Lo nggak mau cerita apapun sama gue. apapun itu gue mau Lo terbuka sama gue dan jangan mendem masalah Lo sendiri. gue juga bakal gitu sama Lo. Lo janji sama gue kalau setelah ini Lo bakal ceritain semua masalah Lo ke gua dan jangan mendem sendirian." kata Eliza.

"Iya iya gue janji. Sorry...." ucap Emma dengan tersenyum kecil.

"Besok temenin gue buat potong rambut. Gue nggak nyaman kaya gini." kata Emma membuat Eliza menoleh.

"Lo nggak papa?" tanya Eliza dengan mata yang terlihat sedih.

''Enggak lah. Gue mau coba hal baru. Udah ahhh jangan nangis gitu Elllll...gue kan jadi ikut sedih." ucap Emma dengan terkekeh sambil menghapus air mata Eliza begitupun Eliza yang hanya tersenyum saja

Begitulah dua sahabat itu yang saling memberikan kekuatan satu sama lain di saat salah satu dalam keadaan yang tidak baik baik saja.

Eliza benar-benar belum siap jika harus kehilangan sahabat seperti Emma. Emma satu-satunya sahabat terbaiknya, orang yang bisa ia percaya dan bisa ia jadikan sebagai teman, adik, bahkan saudara. Ia hidup sendirian selama ini, dan jika tidak bertemu dengan Emma, mungkin saja hidupnya tidak akan pernah berwarna sama sekali.

Mereka saling memeluk menguatkan satu sama lain. walaupun keduanya juga dengan mata berkaca-kaca, tapi tetap saja tidak ada senyum yang pudar dari bibir kedua gadis itu.

"Lo harus pokoknya harus istirahat dulu setidaknya 2 hari dan nggak boleh mikirin hal yang penting." kata Eliza.

"Sebenarnya ada yang mau gue ceritain ke Lo sih El, tapi besok aja lah." kata Emma membuat Eliza langsung menebaknya.

"Soal apa? Laksa ya??" kata Eliza dengan menebak sementara Emma hanya tersenyum simpul saja sambil mengangguk pelan.