NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:102.3k
Nilai: 4.8
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bocah Laki-Laki

🦋🦋🦋

Uang lima ratus ribu yang aku sembunyikan dari ayah tidak terpakai sepersen pun berkat bantuan orang baik itu. Kami juga tidak membayar ongkos bus karena digratiskan oleh adik bapak yang sudah membantu kami sebelumnya. Jika dipikir, betapa menyedihkannya diri ini, bahkan ikut menyeret putraku. Kami sudah seperti gelandang yang diperhatikan oleh beberapa orang. 

Meskipun begitu, satu hal yang aku percaya, Tuhan pasti akan memberikan kemudahan dari segala kesulitan yang aku alami saat ini. 

"Terima kasih, Pak," ucapku kepada sopir bus yang baru keluar dari sana setelah memarkirkannya. 

Setelah menghabiskan waktu satu hari di perjalanan, akhirnya kami sampai. Betapa melegakannya hati ini, rasa takut itu hampir sempurna menghilang dari jiwa ini. 

"Sama-sama. Kalian hati-hati," ucap bapak itu. 

"Iya, Pak," balasku. 

Tangan Riza aku gandeng dalam kekosongan di tangan lainnya, tidak ada barang yang aku bawa, hanya lima lembar uang pecahan lima ratus ribu saja di saku celana kulotku. 

Setelah menemukan tepian jalan, aku melambaikan tangan menghentikan taksi yang kebetulan lewat. Aku memasuki taksi yang berhenti itu dengan menyuruh Riza masuk lebih dulu. 

"Ke mana, Mbak?" tanya sopir taksi. 

Sejenak aku diam, bingung mencari tujuan. 

"Nanti saya bilang. Bapak jalan saja dulu," ucapku dan tersenyum kepada Riza yang mengumbar senyuman kepadaku. 

"Baik." Taksi dijalankan.

Susana di kota ini bising, udaranya juga sedikit panas, tetapi mampu memecahkan kerinduan di jiwa ini. Bibirku tersenyum sambil menikmati hempasan angin yang menerpa wajah ini yang masuk dari jendela mobil.

Riza tiba-tiba menarik baju baju kemejaku bagian bahu, membuatku menoleh ke arahnya. Bocah lucu ini tersenyum manis, memperlihatkan sedikit lesung pipinya di setiap sisi. 

"Bu ... kita bisa bertemu Ayah di sini?" tanyanya, tiba-tiba. 

Mengapa anak ini mempertanyakannya hal itu? Padahal, kami tidak pernah membicarakan sosok seorang ayah padanya. 

"Ayah?" Aku sedikit berpikir. "Ayah sudah tidak ada. Kita tidak akan menemukan Ayah di mana, pun. Sekarang Ayah di surga bersama Tuhan," bohongku karena tidak ingin sosok kak Radek masuk dalam kehidupan Riza, meskipun itu hanya sekedar diketahui. 

"Ya ... aku pikir kita akan bertemu Ayah. Tapi, waktu itu Kakek bilang kalau Ayah ada di sini. Katanya, jangan ikuti ibumu kabur dari Kakek untuk bertemu dengan Ayahmu," kata Riza, mengulang perkataan yang ternyata pernah diucapkan oleh ayah padanya.

"Jangan bersedih, Ibu akan selalu bersama Riza." Ku belai rambut anak itu dengan menunjukkan senyuman simpul.

***

Setelah setengah jam berada di perjalanan, aku sampai di salah satu rumah yang aku rindukan, yaitu rumah om Zidan. Empat tahun berlalu tidak merubah kondisi rumah, tampak masih sama. Setelah membayar ongkos taksi, aku menggandeng tangan Riza, hendak memasuki gerbang rumah. Namun, langkahku terhenti setelah mendengar suara pertengkaran di rumah itu, seperti om Zidan dan tante Tia sedang bertengkar mengenai ekonomi. 

"Itu kenapa, Ma? Kenegaraannya orang bertengkar," kata Riza. 

Kakiku melangkah mundur, rasanya ini bukan waktu yang tepat untukku muncul di keluarga mereka. Riza aku ajak menjauh dari rumah itu, rencananya akan ke rumah kak Radek yang aku tinggalkan empat tahun lalu. 

Setelah berjalan beberapa meter dari rumah om Zidan, kami menemukan jalan raya, dan menghentikan taksi yang kebetulan baru menurunkan penumpang di tepi jalan. 

"Ayo," ajakku kepada Riza dengan senyuman. 

"Tunggu, Bu. Liat." Riza menyuruhku mengarahkan pandangan ke sisi kanan, memperhatikan sebuah mobil di mana ada seorang bocah kecil di dalamnya memukul-mukul kaca jendela mobil sambil menangis, meminta tolong kepada mereka yang akan dilewati oleh mobil itu. 

"Dia kenapa, Bu?" tanya Riza. 

Bergegas aku menggandeng tangan menghampiri taksi, memasukinya dengan tergesa-gesa dan menyuruh si sopir taksi untuk mengejar mobil hitam yang membawaku anak tadi. Aku yakin, anak itu diculik oleh orang jahat. 

Selagi sopir taksi mengemudi, aku meminjam ponsel pria itu untuk menghubungi layanan polisi.  

"Halo? Pak, saya melihat ada anak yang diculik. Sekarang kami berusaha mengejar mobil penculik itu di jalan Grawang," ucapku dengan jelas. 

"Kalau begitu, jangan matikan sambungan telepon, tetap menyala dan berikan kami informasi keberadaan kalian saat ini. Terus ikuti mobil itu," kata seorang pria dari seberang sana. 

"Baik, Pak," balasku. 

Kami mengejar mobil itu dengan kecepatan kencang. Kebetulan sekali mobil itu memasuki jalan yang sedikit sunyi. Jadi, kami tidak perlu berlomba-lomba bersama transportasi lain yang bisa menghambat aksi kami mengejar mereka. 

"Potong, Pak," ucapku kepada sopir taksi yang aku akui keahlian mengemudikannya cukup handal. 

Sopir taksi yang terlihat masih muda di depanku ini menyetarakan taksi dengan mobil hitam itu dan memotong, membanting setir ke sisi kiri, menghambat jalan mobil hitam itu berlanjut, membuat sopir mobil yang kaki kejar rem mendadak. Cukup berani sopir taksi ini, bukan kaleng-kaleng. 

Bukan hanya menyetir, pria yang tampak sebaya kak Radek itu jago bela diri. Pria itu keluar dari taksi sambil mengingatkanku untuk terus berdiam diri di taksi, sedangkan dirinya yang akan menghadapi dua preman yang keluar dari mobil hitam itu. 

"Sekarang kalian di mana?" tanya polisi yang masih tersambung teleponnya dengan ponsel yang ada di genggaman tangan kananku. 

"Jalan Pinus, Pak," jawabku.

"Baiklah." 

Perkelahian secara fisik terjadi, dua lawan satu, di mana masih ada satu preman lagi di dalam mobil itu yang tengah mengawasi bocah laki-laki yang ingin kami bantu. Melihat ketakutan yang tergambar di wajah anak itu membuatku ingat kepada Riza, bagaimana kerasnya ayah mendidik Riza di usia dininya. 

"Sayang, tunggu Ibu di sini. Jangan keluar," ucapku sambil melepaskan tangan Riza yang berada dalam gandengan tanganku. 

Pintu taksi aku buka, lalu berlari menghampiri mobil di depan taksi dengan melewati keberadaan mereka yang tengah bertengkar. Bergegas aku membuka pintu mobil mereka bagian belakang dan menarik tangan anak itu. 

Pria yang mengawasi anak itu mengeluarkan pisau dari saku celananya, ingin melukai tanganku, untungnya aku bisa menghindarinya dengan menepis pergelangan tangannya dan membuat pisau itu jatuh. Kemudian, aku memainkan mata ke pada anak itu, memberikan kode yang membuat anak itu menggigit tangan pria itu. Ternyata anak ini pintar juga. 

"Ayo," ajakku sambil merentangkan sedikit tangan agar anak itu mau memelukku dan aku akan menggendongnya. 

Bocah laki-laki itu tersenyum dan memelukku. 

"Ayah ...!" panggil anak itu dengan senyuman bahagia, memberhentikan langkah kakiku ketika hendak membawa anak itu ke taksi. 

Mataku menjelajah ke depan, sisi kanan, dan kiri, tetapi tidak menemukan siapapun. Aku menoleh ke belakang, menatap anak itu yang menoleh ke belakang, membuatku sadar orang yang dipanggilnya berada di belakang kami. 

Kedua bola mataku membelalak kaget melihat pria yang berjalan akan menghampiri kami adalah pria itu, yang sudah tidak aku temui sejak empat tahun lalu. Kak Radek, pria itu datang bersama beberapa polisi di belakangnya. Dengan cepat aku mengarahkan pandangan ke depan, masih dengan ekspresi kaget. Jantung ini ikut berdetak kencang dan darahku rasanya mengalir panas keseluruhan tubuhku. 

"Ayah ...!" teriak anak itu dengan nada suara yang berbeda, mengundangku kembali menoleh ke belakang dan melihat kak Radek bertekuk lutut dengan kepala tertunduk sambil memegang dada mengeluarkan cairan merah. 

Penjahat yang tadi berada di dalam mobil telah berada di luar dan berhasil menancap pisau ke dada kak Radek.  

"Kak Radek ...!" teriakku, terbelalak kaget. 

1
Mulyana
lanjut
Hafizah Al Gazali
sungguh terlalu kau thor,ceritamu membuatku senam jantung
Yan Ika Dewi
waduhh semoga hepi ending Thor.. kshan Galuh derita tiada akhir
muhammad affar
kok masalah ndak selesai2 ada aja to
Endah Wahyu
Jangan lama - lama ya kak up nya
Bertalina Bintang
apalagi ini thooor...
Yan Ika Dewi
ya Allah
Bertalina Bintang
menunggu lanjutannya thor🥰
Yustika PAMBUDI
gemes banget deh Napa itu si Galuh ga bawa kabur anaknya aja pergi jauh biar ga ketemu lagi sama si radek. jujur aku ga setuju bgt Galuh balik sama si radek walau itu bertentangan dg judul, hehehe
Yustika PAMBUDI
ish...Thor jadi ikut emosi.
kurang ajar radek alias rada dekil
Epi Suryanti Fadri
lanjut Thor
Mulyana
lanjut
Arya Bima
ntahlah....
mungkin othor suka menyiksa Galuh....
Nani Miftahuljanah
bagus penuh tekateki...seru karna kita juga perlu berfikir
Nani Miftahuljanah
kapan ya galuh bahagia.....
Irma Fajrina 2A- Dewi Maida
Lanjutkan thor, ceritanya seru tidak bisa di tebak alur ceritanya. selalu di bikin penasaran untuk terus membacanya. Ketika buka noveltoon selalu cerita ini yang dicari. Semangat thor untuk terus menulis kelanjutan ceritanya
Bertalina Bintang
ahirnya up juga, lama nunggunya...
trims thor🙏
Mulyana
lanjut
Arya Bima
masih misterius...
Yan ika
smg hepi ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!