Si Cupu Kesayangan Mr. Mafia

Brak!

Pintu rungan Calya terbuka dengan paksa, nampak Elvin yang tak lain adalah saudara kembar Alvin berdiri di sana. Dia langsung mengambil alat untuk melakukan tindakan lanjutan.

Dokter di sana terkejut melihat Elvin, namun Alvin yang melihat kedatangan dari sang adik nampak meneteskan air matanya terus menerus, hingga suara detak jantung Calya kembali.

Elvin menghela nafas lega, sedangkan Alvin semakin tak kuasa menahan tangisnya namun saat ini bukan tangis sedih melainkan tangis haru dan bahagia.

"Aku mohon pinjaman ruang operasi pada ku, meski belum ada yang berhasil bukan berarti tidak akan ada yang berhasil. Alvin, kamu percaya pada ku?" Elvin dengan nafas terengah berusaha meyakinkan saudaranya.

Alvin yang awalnya sudah mengira bila dirinya akan kehilangan Calya selamanya memiliki peluang lagi, dia tanpa ragu mengangguk. Sedangkan seorang dokter yang terpaku langsung di beri intruksi oleh Elvin.

"Siapkan ruang operasi dan pilihkan dokter terbaik di rumah sakit ini untuk menemani saya!" Ucap Elvin menggunakan bahasa inggris, pria itu mengangguk setuju.

"Kak, kamu sebaiknya keluar dulu. Tolong bantu aku jagain Rayyan di luar." Ucap Elvin, Alvin mengangguk mengiyakan.

Sedangkan Calya yang sudah come back, masih tak sadarkan diri. Sesuai dengan keinginan Elvin, sebuah ruangan operasi di siapkan bahkan samapi para dokter profesional ikut di libatkan.

Operasi berjalan selama 3 jam bahkan Alvin hilir mudik ke sana-kemari di depan pintu ruang operasi. Hingga akhirnya Tuan Bagaskara dan Latica datang ke sana.

"Papah?" Alvin bingung, karena jarak India dan Indonesia itu sangat jauh bahkan membutuhkan waktu sampai 7 jam setengah untuk penerbangan tercepat saja.

"Untunglah masih sempat Elvin tiba," Gumam Tuan Bagaskara, Elvin yang sangat takut ketinggian memutuskan untuk naik helikopter agar menghindari kemacetan dan tiba di rumah sakit jauh lebih cepat di antara yang lainnya.

Benar, tak kala Calya pingsan. Kala itu Tuan Bagaskara dan seluruh keluarganya berada di Bandara, tentu saja Bandara New-Delhi. Mereka langsung pergi dari Indonesia saat masih dini hari tak kala Vanessa mengabarkan hal tersebut, pada awalnya mereka berencana akan menghajar Alvin bersama-sama karena sudah menikah tanpa bicara lebih dulu. Namun, hal yang tidak di inginkan justru terjadi.

"Kakek, Bunda!" Rayyan yang semula hanya duduk memperhatikan Pamannya yang kesana-kemari akhirnya sedikit lebih tenang.

"Operasinya masih di lakukan?" Gumam Latica merasa cemas, beberapa orang yang semula duduk gelisah akhirnya juga ikut bangkit.

"Maaf kami tidak tahu mengenai putri kami." Tuan Khan merasa sangat bersalah, Tuan Bagaskara menepuk pundak Tuan Khan. Sebagai sesama seorang Ayah, mereka dapat merasakan perasaan yang mirip.

"Tidak hanya anda yang tidak tahu, aku bahkan tidak tahu apa-apa mengenai kedua Putra ku." Tuan Bagaskara menatap Alvin yang nampak sudah sangat risau.

"Alvin, sudah berapa lama kamu tidak menunaikan sholat?" Tanya Tuan Khan, Alvin terdiam.

"Kamu tidak ingat hem?" Alvin mengangguk membenarkan, Latica mengambil kain sarung yang ia bawa untuk sang suami.

"Kak, pakai ini dulu. Ini punya suami ku." Ucap Latica, Alvin terdiam dan tidak menerima kain tersebut.

"Untuk saat ini, hanya tuhan yang dapat menolongnya. Kamu pergilah bersama Rayyan." Rayyan menatap pamannya, saat ini usia Rayyan sudah 8 tahun.

"Mushola di mana Kakek?" Tanya Rayyan celingukan, Alvin mengusap kepala Rayyan. Benar yang di katakan oleh sang Ayah, dia harus sholat saat ini. Alvin pada akhirnya mengambil kain sarung di tangan Latica.

"Ayo ikut Paman!" Alvin menggenggam tangan Rayyan, tentu di India tidak seperti di Indonesia yang dapat menemukan mushola dengan mudah. Alvin membawa Rayyan ke sebuah mesjid kecil di dekat Rumah sakit.

Dengan seksama Rayyan juga memberi tahu Alvin melakukan wudhu dan juga bacaan sholat yang sudah hampir di lupakan oleh Alvin, Rayyan juga mengajari Alvin seperti dia mengajari adiknya. Dia mengajari dengan sabar dan teliti tanpa memandang rendah sang Paman yang sudah memiliki usia lebih dewasa di bandingkan dengan dirinya.

Mereka melakukan sholat dan Alvin untuk pertama kalinya dari sekian tahun dari kehidupannya, dia meminta pada tuhan. Dia ingin Calya kembali dan bersama dengannya lagi.

"Ya Allah, selama ini aku jarang meminta sesuatu kepada mu. Ya Allah, aku berjanji atas nama mu, aku tidak akan mabuk lagi di sisa hidup ku kedepannya. Namun, tolong selamatkan istri hamba Ya Allah." Alvin meneteskan air matanya.

"Aamin Ya Allah." Rayyan menyahuti dari belakang, meski dia masih kecil dia tahu maksud ucapan sang Paman karena sang Ibu selalu memberinya banyak pelajaran agama di setiap waktunya.

"Ya Allah, aku juga tidak akan membunuh orang lagi dan akan melakukan ajaran rasul mu dan menjadi suami sholehot untuk istri ku." Rayyan mengangkat alisnya bingung.

"Aamin ya Allah." Ucap Rayyan lagi, meski dia tak mengerti namun dia tahu mungkin maksud sang Paman adalah Sholeh saja.

"Udah gitu aja gak banyak-banyak bukan Ya Allah? Jadi tolong di kabulkan ya?" Pinta Alvin lagi, Rayyan yang ada di belakang sang Paman ingin tertawa mendengarnya namun dia sebisa mungkin tutup mulut agar tawanya tidak pecah.

"Aamin." Ucap Rayyan, Alvin mengusapkan tangannya ke wajah dan membaca shuroh Al-fatihah. Rayyan tersenyum dan mengecup punggung tangan sang Paman.

"Paman, Sholehot itu apa?" Tanya Rayyan polos, Alvin nampak berfikir.

"Kamu tahu pria Sholeh?" Tanya Alvin, Rayyan menganggukkan kepalanya. "Kamu tahu artinya hot?" Rayyan kembali mengangguk, karena selain pelajaran agama sang Ayah juga sering mengajarinya banyak pelajaran tambahan saat malam hari.

"Jadi satukan saja artinya." Ucap Alvin, Rayyan menggaruk kepalanya tidak mengerti. Alvin sedikit mendapatkan penghiburan dari Rayyan dia menjitak kening bocah itu.

"Nanti pas dewasa juga ngerti maksudnya, di masa depan kamu harus cari Istri yang sholehot oke?" Rayyan terdiam, dia masih belum konek.

"Maunya yang Sholehah aja kaya Bunda, Bunda juga bilang kaya gitu." Ucap Rayyan, Alvin mengangguk dan mengusap kepala Rayyan.

"Kita kembali ya Ray?" Rayyan menganggukkan kepalanya, dia mengikuti langkah Alvin kembali menuju ke rumah sakit. Dia memperhatikan lingkungan India yang sangat asing baginya.

Sangat berbeda jauh dengan kampung tempat tinggalnya, New Delhi sangat asing di mata Rayyan namun dia merasa nyaman di sana. Alvin dan Rayyan akhirnya masuk ke dalam rumah sakit dan mendapati seluruh keluarga yang mengerumuni pintu ruang operasi.

Ibu Calya nampak menangis dan Elvin nampak telah berdiri di sana, Alvin terdiam memperhatikan saudara kembarnya. Dia tak berani bertanya apa yang terjadi.

"Alvin, do'a mu terkabul." Ucap Elvin, Alvin membelalakan matanya, dia menangis dan memeluk saudara kembarnya tersebut yang telah berhasil menyelamatkan sang Istri.