Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.
Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.
kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.
Aku, Davina David.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Pindah Ke Lain Hati
Benar saja keesokan harinya Davina kembali ke pos nya Kai. Pintu itu diketuk menampilkan Kai yang menoleh dan masih agak pucat.
"Aku balik kesini, boleh?", tanya Davina.
Kai tersenyum lebar.
"Anjiiiirrrr... Lu ngapain senyum selebar itu, jantung gua tremor Kai... ", bisik Davina masih mempertahankan ekspresinya yang biasa.
"Iya, makasih kamu udah mau balik kesini lagi. Sebenernya aku ngga sengaja denger kamu ngomong sama Ricky semalam, makanya aku ngga kaget dan ngga bisa pura-pura kaget juga." Seru Kai masih dengan senyumnya.
"Hm... Okay. Boleh aku mulai seperti biasanya?".
"Iya, silahkan dok." Jawab Kai senyum.
Sungguh Davina tidak terbiasa dengan situasi ini, Kai yang ia hadapi ini sangat berbeda dengan yang ia kenal selama ini. Pria ini manis sekali, wajahnya selalu dihiasi dengan senyum, tidak seperti Kai beberapa hari terakhir yang prengat-prengut always mode on. Kai yang baru ini muncul ketika insiden ruangan obat itu, ruangan yang kini di tuju Davina, dan itu membuat hatinya berdebar mengingat bagaiman Kai menc! Umnya dengan agresif disana.
Anehnya, ia malah senang, saat itu.
Brugh... Terdengar bunyi sesuatu yang keras jatuh ke lantai, Davina terburu-buru keluar dari ruang obat.
"KAAIII.... ", teriak Davina.
Pria jangkung itu benar-benar pucat dan terbaring di lantai tidak menggubris teriakannya, padahal Davina sudah menepuk wajah dan lengannya se keras yang ia bisa tapi tidak ada respon apapun.
"Tolong.... Tolong... Disini... Tolong... ", teriaknya keluar pos.
Beruntunglah ada sekelompok pria yang lewat sepertinya teknisi.
"Ada apa dok?".
"Tolong mas, dokter partner saya pingsan, tolong angkat ke brankar supaya bisa saya rawat." Paniknya.
Dengan sigap ketiga pria itu masuk ke pos Kai dan mengangkat pria itu ke atas tempat tidur pasien sesuai permintaan Davina.
"Makasih ya mas... Makasih banyak, maaf udah ganggu waktu kalian."
"Iya, dok sama-sama. Ada yang bisa kami bantu lagi?".
"Tidak ada mas, makasih banyak." Serunya membungkukkan badannya sekali lagi dan segera menindak Kai.
Ia memeriksa pupil pria itu, pupilnya melebar. Davina menghela napasnya, dan mengeluarkan ponselnya.
📞 Halo, suster kepala, ini Davina, dokter Kai pingsan lagi. Dia belum pulih benar, tapi malah kembali ke pos nya. Sus, tolong kirim orang buat jemput dia buat dirawat betul-betul, pos hari ini saya yang handle. Terima kasih, sus.
Ia lebih panik mendengar suara gedebuknya Kai tadi, pria itu tidak fatal, ia hanya kelelahan dan sedikit dehidrasi.
"Kai... Kai... Kamu bukan dewa beneran ternyata." Lirih Davina sembari memberikan infus pada Kai.
Tanpa disadarinya seseorang dari tiga pria yang membantunya masih melihatnya dari sisi luar pintu yang tidak terlihat, matanya nanar menatap gadis yang jungkir balik dicarinya selama ini.
Hansel, sudah menemukannya.
🍁🍁
Kai membuka matanya, mengerjap pelan dan mengumpulkan kesadarannya.
"Ahhh... Malu banget gua." Batinnya, menyadari sepertinya dia sudah dua kali ditemukan pingsan dalam tiga hari ini.
.
.
.
Kai benar-benar speechless pada gadis ini, susah sekali mendekat padanya. Bahkan hingga berminggu lamanya tidak ada perkembangan antara dirinya dan Davina. Mereka memang bekerja bersama, satu atap, satu kerja, tapi Davina benar-benar menjaga jarak dari Kai, seusai bekerja atau tidak ada lagi jadwal kunjungan pasien mereka, Davina akan segera pergi dari pos itu tanpa menunggu Kai.
"Vina... ".
"Iya? ".
"Mau ke bukit belakang?", tanya Kai dengan suara ragu.
"Tiba-tiba banget? Mau ngapain kamu disana?".
"Mau kesana aja."
"Yaudah sana pergi, aku lagi ngga niat."
"Temenin yuk. Aku tetep pergi kesana, dan aku nunggu kamu disana." Putus Kai lalu pergi.
Davina mendengus, ternyata Kai mode soft spoken agak lebih menyeramkan ketimbang Kai yang senggol bacok. Niat hati ia ingin langsung kembali ke asrama, tapi mengingat hari sudah mulai malam dan Kai baru saja pergi ke bukit belakang, ia dengan malas melangkahkan kakinya kesana.
Pria itu hanya duduk menatap jauh, ia hanya duduk melipat kakinya, memasukkan kedua tangannya ke saku jas dokternya. Senyum di bibirnya kembali tersemat mendengar suara langkah kaki yang semula samar kini semakin jelas, dan ia tahu itu langkah kaki siapa.
"Kirain udah lompat ke jurang." Seru Davina duduk disampingnya dan menciptakan jarak.
"Belum? Belum di jawab soalnya."
"Jawab apaan?".
"Aku confess kalo kamu lupa." Seru Kai tanpa memperhatikan Davina.
"Aohhh...", kesal Davina dan berbalik hendak melangkah pergi, hingga sebuah tarikan kokoh membuatnya limbung dan mendarat dipelukan Kai yang lebar dan hangat.
Aroma maskulin Kai menyeruak di indra penciumannya, aroma kayu yang segar dan menenangkan. Ia tidak bisa menolak gejolak dalam hatinya, bahwa ia nyaman.
"Vina, aku belum pernah jatuh cinta, belum pernah patah hati, belum pernah juga merasa kehilangan, tapi ketemu kamu semua itu nimpa aku di waktu yang sama. Tapi aku ngga bisa marah ke kamu, aku ngga bisa lama-lama kesel ke kamu, kamu ngga keliatan sebentar aja aku udah kecarian, coba kamu bayangin gimana sulitnya dua bulan kamu ninggalin pos kita. Aku salah, aku terlalu yakin sama diri aku sendiri, aku ngga tahu cara memperlakukan perempuan Vina, boleh kamu ajarin aku?".
Suara Kai benar-benar membuat Davina merinding.
"Aku ngerasa bersalah banget, gimana manisnya dokter Jung sama dokter Bryan perlakuin kamu, aku yang jahat ini bukan apa-apa. Boleh aku coba buat jadi 1/10 aja dari mereka Vin? Kamu izinin ngga? Aku harap kamu mau."
Jantung Davina benar-benar tidak bisa ia ajak kompromi lagi. Perlahan ia mengumpulkan tenaga untuk mengangkat wajahnya yang sedari tadi ia sembunyikan di dada bidang Kai. Netra mereka akhirnya saling bertaut, Kai menatap dalam manik hazel Davina sambil mengangumi betapa indahnya makhluk ini dari jarak sedekat ini.
"A-aku mau... ", cicit Vina pelan sambil kembali menenggelamkan wajahnya di dada Kai.
Kai terkekeh sambil membetulkan posisi Davina dan memeluknya dengan benar. Kai yang pertama menciptakan jarak untuk tubuh mereka, dan menatap kembali manik indah itu. Kai menurunkan kepalanya dan mendaratkan bib1rnya tepar di ranum plum Davina.
.
.
Dan dari kejauhan ada sepasang mata yang menatap sedih kepada dua orang yang baru saja meresmikan hubungan mereka itu. Hatinya sakit.
Ia sudah keliling dari tempat satu ke tempat lainnya, sekalinya ketemu, ternyata sudah pindah ke lain hati dan sekarang ia bingung harus apa.
.
.
.
TBC... 🍁