Amira harus menelan pil pahit, ketika seorang kekasih yang selama ini dia sayangi harus bersanding dengan sahabatnya sendiri, dengan alasan cintanya sudah habis dengannya, bahkan selama satu tahun ini sang kekasih bertahan karena berpura-pura dan tanpa terpikir panjang lelaki yang bernama Arya itu mengakhiri begitu saja hubungannya dengan Amira di saat yang bersamaan Amira ingin memberi kejutan kalau dia tengah mengandung benih kekasihnya itu. Akankah Amira sanggup membawa pergi benih dari mantannya itu? nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Afif masih saja menunduk sedangkan ayah dari temannya ini masih belum terima hingga membuat dirinya harus keluar suara agar semuanya tidak salah paham seperti ini.
"Hei kamu, tahu gak, kalau perbuatanmu ini bisa merugikan orang lain, apa orang tuamu tidak mengajarkanmu sopan santun, kamu ini masih muda sudah pandai menyiksa anak orang seperti ini bahkan aku saja yang ayahnya tidak pernah menyentuh apalagi membuat luka seperti tadi," jelas Arya dengan nada rendahnya namun sangat menusuk hati remaja di depannya itu.
"Maaf Om, sebelum menyalahkan anak orang lain, sebaiknya Om tanyakan dulu sama anak Om sendiri, kenapa dia sampai mengalami luka cakaran yang seperti itu, mohon maaf saya harus kasih contoh agar om paham," terang Afif yang mencoba untuk memberanikan diri menatap ayah dari adik kelasnya ini.
"Gini Om posisi saya waktu itu sedang tercekik, eh ralat bukan tercekik tapi di cekik oleh anak Om dan kenapa saya melukai wajah anak Om sampai separah itu, karena saya berusaha untuk melindungi diri saya sendiri, andai kata saya diam mungkin saya sudah beda alam, karena anak om begitu tidak bermoral menyiksa anak orang tanpa rasa kemanusiaan sama sekali, jadi yang harus di pertanyakan saat ini? Apa Om sudah mendidik anaknya dengan baik?"
Pertanyaan Afifah benar-benar membuat harga diri seorang Arya melayang bagaikan kapuk yang di hantam oleh kencangnya angin, hancur dan berterbangan di udara tanpa ada satu tangan pun yang mampu mengambilnya satu persatu.
Arya pun mulai bertanya balik pada putrinya sendiri. "Sayang, apa yang di katakan oleh temanmu itu benar, apa kau sudah menyakiti dia?" tanya Arya sedang saat ini Aluna mencari cara untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
"Dia bohong Pa, anak itu memang selalu pandai berbohong," sahut Aluna.
"Aku gak pernah bohong ya," sahut Afifah.
"Sudah-sudah jangan buat kegaduhan, Pak Arya tolong tahan emosi anda, semua ada CCTV nya kok, nanti Pak Arya bisa melihat sendiri bersamaan dengan orang tua dari Afifah yang katanya masih dalam perjalanan," terang Pak Kapsek.
"Tapi Pak anak saya sudah luka parah dan gadis ini? Sudah gak mau ngaku malah bikin fitnah baru terhadap anak saya," tuduh Arya sambil menunjuk-nunjuk wajah Afifah.
Dan tanpa mereka sadari seorang wanita sana begitu menggebu-gebu ketika melihat anak gadisnya di tunjuk-tunjuk dan di marahin orang lain seperti itu.
"Siapa yang anda tuduh membuat fitnah!" geram Amira sambil masuk begitu saja ke ruangan Kapsek.
Arya begitu tertegun mendengar suara itu, suara yang sejak belasan tahun lalu menghilang dari kehidupannya, bahkan hatinya langsung berdesir hebat meskipun dia belum menengok wajah dari pemilik suara tersebut.
"Bapak kepala sekolah saya sudah melakukan visum terhadap anak saya, dan saya harap anda bisa berlaku adil atas kejadian yang menimpa putri saya!" tegas Amira yang masih belum menengok ke arah pria yang sedang memarahi putrinya itu.
"Iya Bu ayo silahkan duduk dulu," ucap Bapak Kapsek.
Sedangkan Arya masih duduk memunggungi Amira hingga beberapa detik pria itu mulai memberanikan diri untuk melihat ke belakang dan alangkah terkejutnya keduanya ketika sama-sama tahu orang yang dia lihat.
Dunia Amira seakan berhenti sampai di sini bagaimana mungkin dia dihadapkan dengan takdir yang seperti ini, bahkan Arya sendiri yang memarahi putri kandungnya dan nunjuk-nujuk wajah putrinya, hal yang membuat hati seorang ibu tersakiti.
'Ya Allah lelucon apalagi ini, 16 tahun aku menghindari pertemuan ini, tapi sekarang kau seakan sedang menguji kesabaran ku,' ucap Amira sambil memegangi dadanya yang terasa sakit.
Sedangkan saat ini tubuh Arya bergetar hebat, bahkan dirinya sampai tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan hanya untuk berbicara pun lidahnya seakan keluh.
"A- Amira," ucap Arya dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
Sedang bapak kepala sekolah dan juga kedua remaja itu begitu bingung dengan reaksi Arya yang berubah ketika bertemu dengan Amira.
"Bapak Kapsek pokonya aku tidak terima dengan kejadian ini saya harap Bapak bisa tegas dengan siswa yang hampir menghilangkan nyawa seseorang," tekan Amira yang langsung menarik tangan anaknya lalu meninggalkan ruang Kapsek.
"Ayo Nak kita pulang," ajak Amira dengan Nada ketusnya.
"Bu, tapi Afif masih ingin bersekolah," cegah anak itu.
"Ijin dulu hari ini kita harus pulang Sayang," ajak Amira.
"Tapi bagaimana dengan motor Afif," potong anak gadisnya itu.
"Masalah motor mu biar di bawa mang Udin saja," jelas Amira sambil terus menarik tangan anaknya hingga sampai di parkiran.
Arya mulai mengejar Amira dari belakang tapi sayang langkahnya begitu telat hingga akhirnya dia menyaksikan sendiri mobil berwarna putih sudah membawa keduanya keluar dari sekolah ini.
"Sial ... Kenapa harus terjadi padaku!" kesal Arya. Lalu mulai terduduk lemas di lantai sekolah.
'Ya Allah ini tidak boleh terjadi mimpi buruk apa yang aku alami sehingga hamba tega membentak dan menyalahkan seorang anak yang notabennya darah dagingku sendiri," gusar Arya yang tidak bisa berpikir jernih.
Aluna mulai menyusul Papanya remaja itu merasa kesal, kenapa orang tuanya itu tidak bisa menghakimi Afifa seperti keinginannya.
"Papa, kenapa Papa malah membiarkan mereka pergi, seharusnya Papa menghukum mereka, bukan malah seperti ini," ketus Aluna.
"Aluna, lebih baik kau jujur, sebenarnya apa yang sudah terjadi, awas saja kau membuat Papa malu," tegas Arya.
"Aku gak pernah membuat Papa malu, anak itu yang sudah mulai duluan," ucap Aluna yang tidak mau mengakui kesalahannya.
"Ya sudah kalau begitu ayo kita lihat CCTV kemarin," ajak Arya sedang saat ini wajah Aluna mendadak gugup.
"Eeeh, Pa, maaf ya hari ini aku ada kelas Matematika, jadi aku harus masuk dulu biar tidak ketinggalan pelajaran," terang Aluna yang berusaha untuk menghindar.
"Aku tahu kau sedang berbohong Aluna, aaaah .... Kenapa ini semua harus terjadi padaku Ya Allah, anak remajaku sudah pandai berbohong!" teriak Arya yang mulai dibuat pusing dengan kejadian ini.
Tapi pikiran Arya mulai fokus pada Amira tadi, bahkan untuk saat ini Arya mulai bertanya kepada pihak sekolah untuk mencari data Afifah. Dan tidak lama kemudian Arya menemukan alamat dari Amira, segera dirinya mulai menyambar setir mobilnya untuk mendatangi rumah mantan kekasihnya itu.
"Mira, semoga kau mau memberi maaf pada lelaki brengsek seperti aku ini," ucap Arya sambil menitihkan air matanya.
Mobil Arya sudah sampai di depan pintu gerbang rumah Amira, bahkan Arya tidak pernah menduga kalau mantan istrinya itu tinggal di perumahan kawasan elite di Jakarta.
"Mira, terima kasih sepertinya kau mampu menjaga darah dagingku dengan sangat layak," ucap Arya tanpa tahu perjuangan Amira dulu seperti apa.
Arya mulai bertanya pada satpam yang bertugas di rumah Amira dan satpam tersebut mengatakan kalau Amira tidak ada di rumah, hingga membuat Arya terdiam, dan tambah di ganti rasa bersalahnya.
"Maaf Pak Ibu Amira sedang keluar," ucap Satpam tersebut.
"Kira-kira pulangnya kapan ya Pak?" tanya Arya.
"Saya kurang paham biasnya malam,"sahut satpam itu.
Arya pun masuk kembali kedalam mobilnya dengan perasaan yang begitu hancur sehancurnya.
"Aaaah sialan semuanya terlambat!" teriak Arya dengan frustrasi.
Siang .... Semoga suka ya.