Liliana Larossa tidak sengaja menemukan anak laki-laki yang berdiri di bawah hujan di depan restoran ayahnya. Karena kasihan Liliana menjaga anak tersebut dan membawanya pulang.
Namun siapa sangka kalau anak laki-laki bernama Lucas tersebut merupakan anak bos tempatnya bekerja, sang pemilik perusahaan paling terkenal dan termasyur di San Francisco bernama Rion Lorenzo. Dan sayangnya, Lucas begitu menyukai Liliana dan tidak mau dipisahkan dari gadis tersebut. Hingga Rion harus mau tidak mau meminta Liliana tinggal di rumah Rion dan mengasuh Lucas dengan bayaran Liliana dapat tetap bekerja dari rumah sebagai IT perusahaan Lorenzo.
Tapi bagaimana jika Liliana tanpa sengaja menemukan fakta siapa sebenarnya Rion Lorenzo, yang merupakan ketua dari organisasi bawah tanah, Mafia? Dan harus mengalami banyak kejadian dan teror saat ia mulai menginjakan kakinya di rumah Rion?
Ikuti kisah Liliana dalam mengasuh Lucas sekaligus menghadapi sang ketua Mafia dalam teror yang akan mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. TEMPAT TINGGAL BARU
Lili terdiam di tempat ia berdiri ketika mendapati pria yang menjadi atasannya sedang duduk di ruang tamu mengobrol dengan ayah Lili. Entah sejak kapan keduanya menjadi akrab, membicarakan banyak hal seolah mereka adalah kenalan lama.
"Lili?!" seruan riang dari bocah lima tahun berambut legam mengantarkan kembali Lili ke realita.
"Lucas." Bibir Lili mengembangkan senyum otomatis ketika ia melihat Lucas yang kini berlari ke arah sang gadis dengan penuh semangat.
Bocah kecil itu memeluk kaki Lili. "Kenapa Lili tidak datang ke rumah Lucas? Ayah bilang Lili sedang sibuk kerja, benar?" tanya Lucas.
Memang benar sudah nyaris satu minggu ini, Lili tidak berkunjung menemui Lucas seperti janjinya pada bocah itu ketika sakit tempo lalu. Terutama tiga hari ini dimana Lili harus membereskan barang-barang yang akan ia bawa untuk pindah sesuai kata Rion. Tidak menyangka kalau pria itu benar-benar serius dengan ucapannya. Bahkan ketua departemen Lili pun menyuruh Lili untuk mengemasi barang-barangnya yang diperlukan dari kantor untuk dipindahkan ke rumah Rion. Beberapa teman Lili menduga kalau Lili berhenti bekerja, namun setelah meluruskan keadaan tanpa mengatakan yang sebenarnya, semua kembali tenang.
"Lucas, kau tahu kenapa ayah membawamu ke sini?" tanya Rion ke anaknya itu.
"Menemui Lili?" jawab Lucas lugu.
"Kita ke sini untuk menjemput Lili. Dia akan tinggal di rumah kita mulai sekarang, jadi bersikap baiklah padanya dan jangan nakal," kata Rion dengan senyum penuh arti.
Mata Lucas langsung berbinar mendengar ucapan dari sang ayah, beberapa kali ia melihat Rion, Lili, dan Robert secara bergantian untuk mendapatkan konfirmasi apakah yang dikatakan Rion benar atau tidak.
"Apa itu benar? Lili akan tinggal dengan Lucas mulai sekarang?" tanya Lucas penuh pengharapan dan antusias.
Bagaimana mungkin Lili mengatakan 'tidak' ketika bocah menggemaskan itu menatapnya dengan mata bulat besar serta wajah polos seperti itu. Lili hanya mengangguk seraya tersenyum kepada Lucas.
"Asyik!" Lucas benar-benar terlihat antusias. Ia lari ke arah Robert dan bertanya lagi tentang apakah Lili sungguh akan tinggal bersama dengan Lucas. Tidak ada lagi ketakutan pada diri Luca terhadap Robert seperti saat hari pertama Lili membawa bocah itu ke rumah ini setelah menyelamatkannya.
Lili kini menatap Rion, dan mendapati Rion hanya tersenyum penuh arti kepada gadis itu. Lagi-lagi dahi sang gadis berkerut dalam, tanda kalau ia protes. Lili sadar dengan jelas kalau Rion sengaja membawa serta Lucas ke sini agar Lili mau pindah. Pria itu tahu kalau Lili tidak bisa menolak apa pun yang diinginkan oleh bocah menggemaskan itu. Dan hal itu digunakan oleh Rion agar Lili setuju untuk pindah tanpa harus berdebat panjang bahkan menolak. Licik.
Rion dan Robert membantu Lili memindahkan barang-barang miliknya yang telah di kemas ke bagasi mobil Rion. Tidak banyak barang, dan itu membuat Rion tidak terlalu senang. Seolah gadis itu tidak berniat untuk tinggal dalam waktu lama. Berencana akan pergi suatu hari. Tapi bukan Rion Lorenzo namanya jika ia tidak menduga hal seperti ini. Ia tahu kalau salah satu sifat Lili adalah keras kepala, dan Rion telah menyiapkan segalanya untuk sang gadis. Tak sabar melihat ekspresi Lili ketika tahu apa yang Rion siapkan.
"Jaga puteriku. Jika kau membuatnya menangis, sendiri yang akan menghajarmu," pesan Robert kepada Rion saat menunggu Lili dan Lucas keluar dari rumah.
"Yes, Sir," jawab Rion tanpa ragu.
"Ayo cepat, Lili!" seru Lucas yang menarik tangan Lili agar segera menuju ke mobil. Sepertinya bocah itu tidak sabar ingin segera mengajak Lili pulang.
"Lucas, masuk duluan ke mobil," perintah sang ayah.
"Baik!" Lucas menuruti ucapan Rion, masuk ke kursi belakang setelah sang ayah membukakan pintu mobilnya.
"Lilipad, jaga diri baik-baik di sana. Sering-sering juga berkunjung bersama dengan Lucas. Dan ingat, jangan makan es krim terlalu banyak, jangan curi kesempatan jadi kau bisa makan sebanyak yang kau mau, mengerti," kata Robert.
"Ish, aku bukan anak kecil," protes Lili.
"Kau bahkan bisa lebih bocah dari Lucas jika berhubungan dengan es krim. Pastikan tidak memakannya terlalu banyak dan terlalu sering. Rion, tolong bantu aku mengawasi Lili soal es krim ini," ucap Robert yang beralih ke Rion.
Rion mengangguk dengan senyum geli terpatri di wajah. Tidak menyangka kalau Lili yang dikenal hebat di perusahaannya itu justru memiliki sisi kekanakan seperti ini.
"Dad!" Lili benar-benar protes sekarang karena ia bahkan membawa-bawa Rion dalam larangan mutlaknya soal es krim.
"Kalau begitu kami pergi," pamit Rion yang berjalan ke kursi kemudi. Menunggu Lili untuk masuk juga.
Robert memeluk Lili sebelum akhirnya melihat anak gadisnya itu masuk ke mobil. Ia tahu kalau Lili hanya bekerja di rumah Rion, tapi Robert juga tahu kalau Rion memiliki ketertarikan terhadap Lili. Rasanya seperti melepas anak gadis kesayangannya dibawa oleh suaminya saja setelah menikah. Mungkin karena usia Robert tak lagi muda, dan Lili satu-satunya keluarga yang ia miliki, membuat Robert berpikir jauh dan tidak-tidak. Ia hanya berharap kalau anak perempuannya itu akan menemukan kebahagiaan kali ini setelah banyak hal buruk yang gadis itu alami.
Saat mobil melesat ke jalanan. Keadaan mobil hanya dipenuhi oleh celotehan Lucas, membicarakan apa saja yang akan dilakukan ketika Lili tinggal di rumahnya, lalu apa saja yang Lucas lakukan hampir seminggu ini ketika Lili tidak dapat berkunjung menemui Lucas.
Lili menanggapi Lucas dengan sangat baik, sedangkan Rion hanya mendengarkan. Tidak pernah menduga kalau putranya itu bisa begitu banyak bicara, entah mantera apa yang Lili berikan pada Lucas hingga bocah itu bisa begitu bebas dan menjadi dirinya sendiri.
Begitu sampai di kediamannya, Rion memersilahkan Lili untuk masuk ke rumah.
Tidak seperti terkahir kali gadis itu datang ke rumah besar ini, bisa dilihat ada beberapa penjaga di luar rumah. Memberi hormat kepada Lili ketika gadis itu berjalan memasuki bangunan tersebut.
"Biar kutunjukkan kamarmu," ucap Rion saat mendapati Lili sempat terdiam canggung di ruang tamu.
Gadis itu hanya mengikuti Rion, bersamaan dengan penjaga yang tadi ia lihat di luar, membawa barang-barang Lili menuju ruangan yang akan menjadi kamarnya selama di sini.
Rion mengangkat tangannya kepada dua penjaga tersebut, memberikan perintah untuk tidak terlalu dekat dengan sang gadis.
"Lili, ini kamarmu!" kata Lucas dengan penuh antusias setelah Rion memberitahu kalau ruangan yang biasanya menjadi kamar tamu tersebut kini menjadi kamar Lili.
Lili terperangah melihat kamarnya, jujur saja ia tidak menyangka akan mendapati kamar yang mewah dan begitu rapih. Terlebih lagi di sudut kanan kamar tersebut telah terpampang komputer tiga layar, serta beberapa perlengkapan lainnya untuk pekerjaan Lili.
"Suka?" tanya Rion dengan senyum lebar saat ia tahu jawabannya dengan pasti. Ada kepuasan yang tidak pernah ia rasakan saat melihat wajah bahagia seseorang atas apa yang Rion berikan.
"Anda serius ini semua boleh kupakai?" tanya Lili yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan serta binar di matanya.
"Tentu saja. Kamar dan semua barang-barang di sana itu milikmu sekarang, kau bebas menggunakannya. Katakan saja padaku kalau ada yang kau inginkan atau ada yang kurang, oke," ujar Rion.
"Thank you, aku akan menggunakannya dengan baik," janji Lili penuh dengan penghormatan.
"Tapi dengan satu syarat," kata Rion tiba-tiba.
"Apa itu?" Lili penasaran sekarang, berharap bukan hal yang sulit untuk dilakukan.
"Panggil aku Rion mulai sekarang dan anggap ini sebagai rumahmu sendiri. Aku akan katakan sekali lagi, tolong jaga dan rawat Lucas, Lili," Rion berkata dengan nada dan tatapan selembut satin.
"O-oke." Rona tipis tergurat di pipi gadis tersebut. Mengangguk tanpa berani melihat ke arah Rion.
Senyum lagi-lagi mengembang di wajah Rion saat ia mendapati ekspresi malu-malu milik Lili.
Ah, why you so fucking cute, Lili?! Kau sungguh selalu bisa mengetes kesabaranku sebagai pria setiap saat! batin Rion yang kembali berteriak ketika melihat bagaimana reaksi sang gadis.
Pria itu hanya mampu mengepalkan tangan dengan kuat, menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu apalagi melakukan apa yang ada di pikirannya, memojokkan sang gadis ke dinding dan melumat bibir ranum itu hingga Rion puas. Ingatkan dirinya kalau ada Lucas di sini dan juga orang-orang Rion. Membuat pria itu sebisa mungkin menahan diri.